CHAPTER 4
Gue bangun sekitar jm 11 hari itu. Tentu saja gue mengingat janji gue jenguk olive. Gue mandi dan bersiap-siap se kece-kecenya, yah.. Sekalian modusin tu anak dua. Dan gue tertawa, tapi dalem hati. Ada2 gue orang lagi musibah, gue malah mikir yg enggak-iya. Skip
Sesampainya di RS, gue lupa nanya ke maya dimana ruangannya, mau gak mau gue tanya ke resepsionis, dan setelah tau ruangannya. Gue bergegas ke ruangan tersebut. Sebelum gue ke RS gue sempet pergi ke mini market untuk membeli beberapa cemilan. Gue dengan mudah menemukan ruangannya yg memang tidak jauh dari loby. Gue buka pelan pintu ruangannya, sepertinya ini ruang VIP, karena ruangannya besar, dan olive hanya sendiri di ruangan itu tidak campur dengan pasien lain, setahu gue ya begitu sih ruang VIP di RS manapun. Mungkin.
Gue masuk ternyata olive, sedang membaca buku sendiri tanpa maya. Loh anak itu kemana, bathin gue.
Miris melihat keadaan olive, kaki kanannya yang mungil si perban besar2, mirip mumi tapi kakinya doang . Belum lagi plester sana sini. Tapi gue gak melihat dia seperti orang yang sedang sakit atau baru saja mengalami kecelakaan hebat, gak ada wajah traumatis atau apalah gitu. Lebih dari itu malah wajahnya segar dengan pandangan teduh.
Olive tersenyum lembut.
"hai, gilang kan?" Sapanya lemah.
"hai, iya bener. Gimana? Udah baikan?" Tanya gue.
"baik?" Jawabnya, namun jelas balik bertanya. "baru juga tadi malem gue masuk sini, yaa.. Tapi udah lumayanlah"
Suara olive lembut serak, enak banget keknya kalo nyanyi. Gue ajakin ngeband ah nanti, terus gue pacarin terus bahagia selamanya (ngamplong!).
"ya syukurlah, ni gue bawa beberapa cemilan, kalo orang kecelakaan gak ada pantangan makanan kan?" Tanya gue polos, sembari meletakan cemilan di atas lemari sudut di ruangan itu.
"haha, gak ada tuh pantangan, tadi aja makan bantal!" Jawabnya mulai ceria. "yah gue salah beli! Tau gitu gue beliin lo bubur kerikil" celetuk gue asal.
Dan olive ngakak ( ngakaknya aja manis, apa lagi teduh senyumannya, pohon beringin lewat! )
"padahal santai aja kali, gak usah bawa apa2 gue udah ngerepotin lo tadi malem, ni juga pake bawa2 makanan."
"by the way, thanks ya. Gue berhutang sama lo." Tambah olive.
"dah ah jangan ngomongin itu, santai aja, emang sesama manusia harus saling lontong menolong kan?"
"apaan sih, lo lucu juga ya, tapi enggak sih!" Lalu..
"aw.. Aw.. Aw.. Duh berenti donk ngelawaknya, kayanya kaki gue sakit gara2 ketawa!" Erangnya kesakitan.
Gue pikir becanda. Tapi mimiknya serius, kesakitan.
"nah loh kan!? Trus gimana nih, perlu gue panggilin suster??" Ujar gue kalut. "enggak2 gue gak apa2, cuma ngilu aja tadi, gak apa2 kok."jawabnya masih meringis. "serius liv??"
"ia serius gak apa2 kok."
"yah kan, sory ya liv, gara2 gue kan"
"enggak lah, gak apa2 kok, lagian lo si lucu!"
"dih lo nya juga ngakakya ekstrim."
"jadi gimana donk? Masa gue pura2 budek?"
"yah, jangan donk, ntar lo gk bisa denger suara hati gue?" Modus
"kan lo mah ngelawak terus!" Pekiknya, mimiknya aneh mau ketawa tapi di tahan takut sakit lagi kali ya.
Setelah lama berbincang ringan, akhirnya gue bisa memprediksi perbedaan mereka berdua (jiaahh predeksee bahasanya). Olive lembut banget, adem nyaman gitu kek lagi ngobrol ama pohon dah, sedangkan maya, asik, nyambung juga tapi galak, jutek gitu, suka motong2 pembicaraan orang seenaknya. Tp menurut gue itu hanya perbedaan sifat intinya dua duanya pun boleh bertahta di hati gue (salto di tembok cina). Dan untuk perkenalan yang singkat ini, baru itu yang bisa gue prediksi.
Maya dateng. Masih pake pakaian kurang bahan, alias minim. Gk dingin apa ya? Bathin gue. Dan juga masi setia masang muka galaknya.
"lo dari tadi?" Kata maya basa basi. "setengah jam yang lalu mungkin" jawab gue. "lo udah makan siang?"
Gue "..."
Olive "..."
"maksud lo gue atau olive." Tanya gue bingung. Dia ngomong tapi matanya ke arah kulkas"
"ya lo lah.. Kan gue lagi ngobrol ama lo. GILANG!" jawabnya penuh penekanan di bagian nama gue.
"belum, tapi belum laper sih."
"lo kalo mau makan silahkan aja, ama maya tuh, dia belum makan dari malem!" "lo gmn liv?" Pertanyaan yang gak gue sengaja terlontar.
"lo mau ngelawak lagi ya! Udah deh ampun!"
"oia kok gue ngajak lo.." Kata gue tersadar. Kan dia lg sakit. TS pikun. Gue dan maya akhirnya pergi untuk makan. Di parkiran motor. "pake motor gue aja." Gue menawarkan.
"oke!" Jawabnya singkat sibuk dengan ponselnya.
"eh, motor lo di tandain napa!? Ketuker mulu nih, pasang apa kek, stiker kek!" Pintanya, aneh.
"hah!? Kenapa gak motor lo aja, lagian motor itu di ciptakan beda2 plat nomernya, lo nya aja itu sih!"
"gue gk pernah tuh hafal2in plat nomer, emang gue deb kolektor!?" Gue "..."
"buntungin kek apanya gitu biar beda." Ujarnya makin aneh. "leher lo gue buntungin sini!" Ejek gue.
"nih kalo berani!?"
Gue tusuk hatinya mau? Tapi hati gue juga yang ngomong bukan mulut. Takut di tampol. Di motor.
"pelan2!!" Pekiknya
"ini cuma 30 km/jam. Ini pelan banget menurut gue"
Dari RS tadu dia sudah mewanti wanti agar gue gk ngebut.
"eh.. Bentar2 berenti ada telepon!" Pintanya, menepuk-nepuk punggung gue. Gue menepikan motor gue.
Lalu maya turun dan menjauh mengakat telfonnya, sepertinya dia agak memuncak emosinya, gue denger si dia ngobrol bahasa inggris.
Tiba-tiba ia Cumiik, memaki-maki seseorang yang sedang menelefonnya, Dan. Membanting ponselnya. Lalu ia terduduk di tepi jalan, dan menangis. Gue bergegas menghampirinya..
"kenapa may!?" Tanya gue. Maya "....