Beberapa minggu kemudian
Hubungan gua dengan Kanza masih sebatas teman, walau pun engga ada yang
percaya jika kami engga memiliki hubungan khusus karena Kanza sudah seperti
Kernet dan gua sopirnya. Hari ini adalah pelajaran Guru dari pelanet Namek, gua
sangat membenci guru dengan kepala botak seperti piccolo.
“kumpulkan
tugas kalian di depan” kata Piccolo yang baru datang dan berdiri di depan
kelas.
“Waduh, gua
lupa ada tugas” Batin gua
Piccolo meminta kami untuk mengerjakan latihan 10 soal lau dia pergi
meninggalkan kelas untuk memeriksa tugas di ruanganya, menurut gua ini Cuma
alasan dia karena apa susahnya memeriksanya di depan kelas. Tapi gua
menggunakan kesempatan ini untuk kabur dari kelas, gua naik ke atas meja
mengancam semua yang ada di kelas agar jika piccolo bertanya gua kemana cukup
bilang gua ke WC.
Mereka Cuma mengangguk lalu gua membuka
jendela kelas yang ada di sebelah kiri barisan, karena kalau gua keluar kelas
melalu pintu yang ada di barisan kanan gua engga punya alasan untuk turun ke
bawah saat jam pelajaran soalnya di lantai 3 ada WC.
Setelah
jendela terbuka gua naik dan naik lalu menurunkan kaki perlahan menginjak
bagian-bagian beton coran seluas 30 cm yang bisa digunakan sebagai pijakan, gua
engga tahu kenapa ada coran disini pedahal ini bagian belakang sekolah, entah
kesalahan pembangunan atau apa tapi gua memanfaatkannya untuk berjalan walau
pun berbahaya.
Awalnya gua sedikit takut untuk melakukan ini, karena kalau terpleset
gua bisa jatuh dari lantai 3 tapi karena beberapa kali melakukannya gua jadi
biasa. Kelas gua berada di ujung lantai 3 jadi engga begitu jauh dari genteng
kelas yang berlantai 2, Setelah berjalan pelan-plan ke arah kiri, lalu perlahan
turun ke gentang bangunan yang hanya berlantai 2 sambil membungkukan badan
seperni maling.
gua terus jalan sampai ada gentang bagunan yang lebih rendah lalu turun
dan dari situ gua lompat ke pagar belakang. Gua sedikit hati-hati saat
menginjak bagian atas pagar karena ada kawat duri yang membentang, lalu dari
atas pagar gua melompat ke tanah BRUK..
Setelah susah payah kabur dari Piccolo
gua berjalan kekantin, tapi gua terkejut saat melihat Darno dan teman-temannya
yang sedang berdiri disamping warung. Gua terlalu fokus turun sampai engga
sadar ternyata Darno dan teman-temannya melihat aksi gua dari sini.
“Kenapa gak
ikutan benteng takesi aja” Ledek Darno sambil asik memainkan rokok
“KAMPRET, lo
kok bisa ada disini?”
“Tadi waktu
Piccolo mau masuk kelas gua cabut ama bocah”
“Lah kan engga
boleh turun ke bawah kalo jam pelajaran”
“Tadi lagi gak
ada bulldog yang nongkrong situ jadi gua ke sini aja”
“SIAL….
Ngapain gua susah payah lewat situ kalo gak ada bulldog”
“HAHAHA
makanya tanya-tanya dulu”
“Huh..” Gua
mendengus kesal sambil menendang gelas plastik bekas minuman
Darno dan teman-temannya menertawakan gua, ternyata dia sudah kabur dari
tadi sebelum Piccolo ke kelas gua. Bulldog adalah antek-antek sekolah yang
sudah alumni yang kerja sebagai keamanan sekolah, dia sering berjaga di tangga
untuk memastikan engga ada yang bolos saat jam pelajaran.
“Bob mau gak ?”
Tanya Anto sambil membuka bungkus rokok yang dia keluarkan dari saku celana
“Gua ada rokok”
“Bukan, nih”
Dia menyodorkan satu buah lintingan yang sudah dia racik
“Wihh gila lo
bawa ginian skeolah” Kata gua sambil mengambil lintingan itu
“Udah tenang
aja gua punya tempat aman buat nyembunyiin”
Gua, Darno, Anton dan yang lain masuk ke dalam warung dan menghisap
lintingan yang sudah dibagikan tadi, gua menjepitnya di antara sela jemari.
SSSssshhhhHh....… gua menghisapnya dalam-dalam barang haram
yang Anton bagikan gratis.
Setelah barang habis kami keluar warung dan duduk-duduk disamping sambil
ngobrol-ngobrol, gua engga ngerti apa yang mereka bicarakan karena entah kenapa
gua malah kepikiran Kanza.
Setelah bell istirahat berbunyi gua berjalan masuk ke dalam sekolah
melalu gerbang depan, tapi Darno dan yang lain masih tetap di warung belakang.
Gua emang jarang istirahat di warung belakang, karena malas harus gabung dengan
senior.
“Mau pesen Bakso mas Bob ?” Tanya Ijem saat gua tiba di kantin “Boleh
jem, yang pedes ya”
“Siap mas Bob”
Setelah bakso datang gua langsung
menyantapnya, rasanya begitu lapar pedahal tadi pagi gua sarapan dulu. Saat gua
lagi asik menyantap bakso Kanza dan Asti datang, tapi ada yang aneh dengan
Kanza wajahnya terlihat sedih.
“Kenapa lo Za ?” Tanya gua saat dia baru duduk “Engga apa-apa kok bob,
Jem bakso 2”
“Siap Nenk geulis”
kata Ijem
“Lah lo beli 2
laper bener ?” tanya gua heran
“Tau dah tau gue ampe gak di anggep” Protes Asti yang duduk disampingnya
“Eh iya sory sory gua gak engeuh”
“Huh” Asti mendengus kesal “Za..”
“Iya..”
“Jujur kamu
kenapa?”
“………” Kanza hanya diam sambil menundukan kepalanya “Gua emang baru kenal
lo Za, tapi gua tau lo lagi ada masalah”
“………” Kanza langsung mengangkat kepalanya menatap gua “Tadi…” Kanza
mulai bicara “Tadi kenapa za ?”
“Tadi waktu mau ke sini buku dia di ambil anak kelas XI” Lanjut Asti
menjelaskan “Cuma buku ampe sedih bener lo”
“Kamu engga
ngerti Bob” Mata Kanza sedikit berkaca-kaca “Itu buku penting buat aku” Kata
“…………” gua
hanya diam lalu berdiri dan melangkah
“Kamu mau
kemana ?” Tanya Kanza sambil berdiri di hadapan gua
“Ngambil buku
lo”
“Aku ikut..”
“Engga usah
gua aja sendiri”
“Emang kamu
tahu orangnya yang mana ?”
“Eh iya gua
gak tau….” Gua tepuk jidat “hehe yaudah yu ikut” lanjut gua sambil merangkul
Kanza
mengajaknya berjalan
“Bentar..”
“Kenapa lagi ?”
“Bayar dulu.. Jem ini duitnya di Asti ya” Kata Kanza sambil memberikan
uang dua puluh ribuan
Lalu gua
berjalan di ikuti Kanza di belakang, gua engga tahu kenapa buku itu begitu
penting buat Kanza bahkan gua engga tau apa isi bukunya. Yang pasti gua harus
bisa ngambil buku itu dari anak kelas XI.