Waktu sudah menunjukan pukul 20:00, setelah acara
TV selesai gua duduk di ranjang sebelah kiri disamping Kanza
“Za… tidur gih”
“Belum ngantuk aku”
“Terus kapan ngantuknya
”
“Kalo gitu kamu bacain buku
dongeng dong biar aku ngantuk” Pinta dia sambil memberikan buku dongen yang ada
di dekat tempat tidur
“Busett.. lo udah gde masih pengen di dongengin”
“Apanya yang gede ?”
“Punya lo tuh udah gede
” Gua jawab ngawur
“Emang kamu pernah ngukur tah, so tahuuuuu
”
“Haduhh jangan mancing deh” Protes gua karena takut
DIRLI bangun
“Hehehe atuh kamu ngomongnya CABUL banget”
“Heh yang cabul lo ya bukan gua”
“Berati aku yang ketularan kamu bob”
“Jiahh pinter banget dah
nglesnya, yaudah Gua dongenin dah” Gua membuka buku yang tadi Kanza berikan “Ah
ini mah dongeng barat semua” lanjut gua lalu menutup buku itu
“Kalo gitu terserah kamu aja dongengnya” Pinta dia
kemudian
Gua coba memikirkan dongen apa
yang akan gua ceritakan, setelah menemukan yang pas gua mulai bercerita
“Dahulu kala, ada seorang ibu
yang mempunyai anak bernama Saud. Suatu hari saat Saud berburu dihutan engga
sengaja anak panahnya mengenai anjing kesayangan ibunya”
“Ehhh aku kaya gak asing ama tuh
dongen, tapi kok aneh ya” Sela Kanza di tengah gua sedang berdongeng
“Udah dengerin aja, Lalu sang Ibu
marah dan mengusir Saud dari rumah. Beberapa tahun kemudian Saud udah dewasa
dan dia mencintai seorang perempuan, setelah hubungan mereka semakin dekat
perempuan itu baru sadar bahwa pria itu adalah Saud anaknya yang dulu pernah
dia usir. Tapi Saud engga peduli, dia tetap ingin menikahi Ibunya sampai sang
Ibu memberikan syarat”
“Syaratnya apa ?
: ” Tanya Kanza memotong
“Syaratnya Saud harus membuat
sebuah perahu dalam waktu satu malam, tapi karena Saud sakit perut dia jadi
sibuk mencari jamban sampai suara ayam berkokok. Karena gagal memenuhi syarat
itu sang Ibu mengutuk Saud menjadi Batu”
“AHHHH aku inget aku inget…
ceritanya engga kaya gitu BOBIIII” Protes Kanza setelah gua bercerita
“Katanya terserah gua
”
“alesan aja, kamu harus kaka
hukum” Kata Kanza dengan suara terdengar Tegas seperti saat dia jadi panitia
MOS
“Ampun kak, hukuman saya apa” Jawab gua seperti
seorang siswa baru
“Sini kamu” Kanza menepak-nepak Kasur yang ada di
samping kanannya “Tidur di sini sama aku
” Lanjut dia sambil senyum menyeringai
“Waduh, entar kalo gua hilaf gimana Za ?” Tanya gua
ragu
“Engga bakalan”
“Kok Lo bisa seyakin itu ?”
“Aku percaya sama kamu” Kata Kanza kemudian
“……………” Gua hanya kernyitkan dahi
“Selama ini aku selalu ngasih kamu kesempatan”
“Kenapa lo ngasih gua kesempatan ?”
“Aku takut kamu ngelakuinnya sama cewe lain kalo
aku gak ngasih kesempatan”
“gua udah engga pernah Za, tapi kalo pengen juga
ada pelariannya kok”
“Katanya udah gak pernah gimana sih”
“Pelarian gua bukan sama orang Za”
“Terus ?”
“Ama SABUN
”
“Ah aku gak ngerti, ada-ada aja ama sabun
”
“Anggap aja gak ada rotan akar pun jadi, tapi gua
juga pengen kok ngelakuinnya sama lo”
“…………”Kanza diem menatap gua dengan mata terbelalak
“Tapi entar kalo kita udah Nikah
”
“
”
Kanza hanya tersenyum lalu sedikit menggeser
badannya ke kanan dan kedua tangannya
menarik baju gua sampai gua yang
sedang duduk jadi ambruk disebelah kirinya
lagi
sakit tenangannya kuat bener, gua membenarkan posisi badan dan sekarang kami
saling berhadapan dalam selimut yang sama, karena jantung gua yang berdetak
cepat dengan posisi seperti ini jadi gua sedikit memutar badan dan menatap
langit-langit kamar.
CUP… gua menoleh ke kanan saat sebuah ciuman mendarat di
pipi kanan “Itu yang bikin aku sayang
banget sama kamu” Kata Kanza lalu dia memeluk gua dari samping dengan wajah tersenyum menatap gua.
Gua hanya diam dan membalasnya dengan senyuman,
tangan kiri gua memegang tangan kanan Kanza yang dia letakan di dada gua, kami
saling diam. Gua lepas tangan kanannya lalu Kanza memejamkan mata saat tangan
kiri gua mengusap-ngusap keningnya, terlintas keinginan untuk sekedar
menyusupkan tangan kiri ke dalam baju tidur yang ia kenakan atau
sekedar melepas satu persatu
kancingnya atau melepas semuanya
tapi
melihat Kanza memejamkan mata sambil tersenyum
kembali menyapu pikiran kotor gua.
Gua palingkan wajah dengan
menatap langi-langit kamar untuk menghindari hal-hal yang diinginkan sambil
tangan kiri masih mengusap keningnya, Mungkin Darno akan menertawakan gua atau
bahkan menganggap gua engga normal kalau cerita semua kesempatan yang Kanza
berikan gua sia-siain begitu saja, tapi gua engga peduli orang bilang
Aku Kau dan sabun Part 32