Selama liburan sekolah gua hanya menghabiskan waktu
di tempat kerja. Karena pengunjung dan panggilan job di luar semakin banyak
jadi gua meminta Darno yang lagi nyari-nyari kerja untuk jadi Operator dan
meminta Arez untuk membantu Vina di tempat servis.
Tindak kriminal di daerah rumah
Vina semakin meningkat, dalam sebulan terjadi kurang lebih 13 kali perampokan
di beberapa titik rawan. Enam diantaranya masuk rumah sakit, tiga orang tewas
dengan luka tembak dan empat orang selamat karena mereka menyerahkan
kendaraannya begitu aja. Kedua orangtua Vina khawatir jadi mereka meminta Vina
untuk ngekos di deket net. Tapi gua bilang kalau gak perlu ngekos, itu akan
menambah pengeluaran Vina yang gajinya pas-pasan.
Di lantai dua tempat servis ada
ruangan yang cukup luas yang gua gunakan sebagai gudang penyimpanan, dengan
bantuan Vina dan Arez gua menyulapnya menjadi sebuah kamar. Walau masih
terlihat seperti gudang karena di dekat pintu kamar banyak barang-barang
penjualan yang menumpuk tapi Vina bilang engga masalah karena di dalam kamar
tetap nyaman buat dipakai tidur.
Akhir Oktober, sekitar jam 19:00
gua di antar Vina daftar di kampusnya. Setelah mendaftar Vina mengajak gua
untuk keliling kampus, suasana begitu sepi karena semua mahasiswa
masih libur
hanya ada beberapa orang kita temui,
sepertinya lagi daftar ulang atau calon mahasiswa baru seperti gua.

Alasan gua memilih kampus ini
selain ada kelas karyawan biayanya terbilang murah dengan fasilitas yang cukup
lengkap, ditambah lagi di sini engga ada OSPEK. Merdekaaaaa 

Sebelum kembali ke Net gua dan Vina menjemput Dian
di rumah Uwanya, Dian jadi semakin akrab dengan Vina. Hampir tiap hari setelah
pulang sekolah Dian mampir ke toko untuk membantu Vina, awalnya gua gak enak
karena dia selalu menolak kalau gua kasih uang tapi
dia gak pernah nolak kalau gua beliin baju
.

Vina pindah duduk ke belakang
bersama Dian, sepanjang jalan mereka asik ngobrol membahas film atau sinetron
yang lagi booming. Gua gak ikut nimbrung karena gua emang
gak pernah nonton sinetron 

Sekitar 30 menit kita sampai di
sebuah taman, awalnya gua gak ngerti kenapa mereka selalu ngajak ke taman.
Kenapa gak nonton atau ke resto atau ke mana aja selain taman, tapi mereka
bilang kalau di taman itu kita bisa lihat bintang, udaranya sejuk terus mereka
bisa ngobrol bebas.
Gua berjalan dengan tiga gelas
wedang yang masih panas dan sebungkus gorengan yang tadi Vina pesan, gua kurang
suka tempat-tempat berbau mesum seperti ini tapi karena sering ke
sini jadi gua mulai terbiasa.
Belum sampe ke tempat mereka berdua ada seseorang yang berjalan menghampiri
gua,
“Sendirian aja ganteng”
“………..” Gua tetap jalan tapi dia malah ikutin gua
terus 

“Sombong banget sih, entar aku kasih gratis loh”
“……….”
“Ih jangan jalan terus dong” Kata
dia sambil menarik tangan kanan gua, “EH KONT*L KON*L KONT******L” teriak dia
saat terkena ciptratan dari wedang yang gua pegang.
Awww gua sedikit meringis, tiga
gelas wedang panas jatuh di rumput karena tangan kanan gua kepanasan.
“MATA LO BUTA ?” gua teriak sambil menahan sakit
“Aduh aduh jangan marah-marah dong ganteng, ekeu
kira gak panas wedangnya”
“………” gua hanya diam sambil
menatap wajahnya, seorang manusia random yang mengenakan tengtop dan rok pendek
berwarna merah dengan tas yang di tangan kirinya. Dia terlihat ketakutan, lalu
membuka tas nya dan mengeluarkan uang lima puluh ribu
“Maaf yee mas ganteng, ini ekeu gantiin” kata dia
sambil memberikan uang itu. Gua ambil uang itu dan kembali ke angkringan
membawa tiga gelas kosong, KAMPRET dasar makhluk laknat.
“Cepet banget abisnya mas” Kata penjual wedang
“Tumpah, isi lagi dong bang”
“Kepleset mas ?” Tanya dia sambil membuatkan tiga
wedang lagi
“Engga, tadi ada banci narik tangan gua ya jadi
tumpah”
“Yang pake rok merah ya ?”
“Nah bener itu orangnya”
“Emang suka rusuh kalo banci yang itu”
Setelah wedang jadi gua kembali ke tempat mereka
tapi muter jalan, gua males kalo sampe ketemu tuh manusia random lagi takut dia
minta kombalian
atau
entar gua bakalan di Tus*bol rame-rame bareng temennya
:. Beberapa orang yang lagi asik pacaran dan
nongkrong di tepi taman memperhatikan gua yang lagi lewat di depan mereka, tapi
gua cuek aja kenal juga engga


Dari kejauhan terlihat Vina dan
Dian lagi asik ngobrol di sebuah bangku taman yang terbuat dari beton, tapi
saat gua sampai mereka berhenti ngobrol. Gua gak tau mereka tadi ngomongin apa,
mungkin lagi ngomongin gua ? pede gila
atau
lagi ngomongin tentang kewanitaan
: entahlah gua gak terlalu memikirkan itu.


Vina : “Antri ya mas ?”
Gua : “Digangguin momon”
Dian : “Momon siapa ka ?”
Vina : “Ini bukan game kali mas
”

Gua : “Yah pokonya bentuknya buruk rupa kaya momon”
Dian : “Apaan sih ka ? aku dari tadi gak ngerti da”
Gua : “Lekong”
Dian : “Lekong apaan ?”
Vina : “Lekong itu Banci, kok bisa digangguin ?
jangan-jangan mas abissss
”

Gua : “Ngawur, pantat gua masih perawan
”

Dian : “cowo juga perawan ka ?
”

Gua : “Hadeuuh anak kecil gak usah ngomongin kaya
gituan dah”
Dian : “ih kaka aku udah gedee tauuuuuu” Protes
Dian
Gua + Vina : “HAHAHAHA
:”

Dian : “ihh pada jahat banget ya”
Dian terus protes tapi gua dan Vina malah semakin
ngakak, denger cara dia bicara dengan
logat seperti anak-anak. Dian emang seperti itu,
kadang dia bisa terlihat dewasa kadang di sisi lain dia juga gak bisa melepas
sisi kekanak-kanakannya. Setelah puas menertawakan Dian, kita kembali
ngobrol-ngobrol seperti biasa sambil melihat bintang-bintang di atas sana yang
terlihat cantik.
Aku Kau dan Sabun Part 58