Sabtu Sore di awal bulan Februari, Vina meminta gua
mengantarnya kondangan. Gua sempat kaget karena dia ngedadak memberitahunya
tapi Karena lokasi khajatan di arah puncak jadi gua berniat abis kondangan
langsung ke puncak.
Sekitar jam 18:15 Ba’da magrib,
dengan mengenakan batik couple berwarna biru kita meninggalkan toko untuk
kondangan, tapi saat di perjalanan hujan turun mengguyur kota Bogor yang
membuat gua panik buru-buru cari tempat untuk berteduh. Untungnya di pinggir
jalan ada beberapa kios tutup yang bisa digunakan untuk berteduh, tanpa pikir
panjang gua langsung parkir motor di depan kios dan kita berlari ke terasnya
untuk berteduh.
“Tau ujan gini tadi bawa mobil aja”
“Sabar Mas sabar, “
“Mas lupa lagi bawa jas hujan”
“Gak apa-apa mas, kan pake sweater”
“Iya, entar kalo dingin bilang ya biar mas gak
ngebut”
“Iya mas”
“Mas lupa nanya, ini kita mau kondangan ke rumah
siapa ?”
“Temen sekelas aku mas, tapi dia udah 2 bulan”
“Waduh, amit-amit dah nikah gara-gara kecelakaan”
“Emangnya kenapa Mas ? kan yang penting tanggung
jawab”
“Bukan masalah gitu, biasanya entar anaknya juga
bakalan kaya gitu”
“Ah Mas kata siapa”
“Rata-rata sih gitu, tapi gak tau deh bener atau
engganya. Lagian haram kan”
“Kalo mas hamilin aku, emang mas mau nunggu anaknya
lahir baru nikahin aku ?”
“Tergantung”
“Biasanya ada keluarga yang gak
mau nanggung malu, jadi gak peduli sama larangan nikah waktu lagi mengandung”
Sekitar 30 menitan Hujan mulai
reda, Vina memaksa gua untuk melanjutkan perjalanan walau masih sedikit grimis.
Sekitar jam 19:10 menitan kita
sampai di tempat tujuan, hujan tadi membuat tempat khajatan jadi becek. Tapi
gua kagum melihat jumlah tamu yang datang begitu banyak, apa kalau gua nikah
bakalan sebanyak ini tamunya ? sedangkan rata-rata teman gua di dunia maya
:norose.
Gua dan Vina duduk di bangku dengan meja bundar,
mempelai wanita sesekali menghampiri kami karena Vina adalah teman dekatnya di
kelas. Saat lagi ngobrol, ada teman Vina yang baru datang.
Gua gak kenal, tapi setelah
mendengarkan mereka ngobrol gua jadi tahu kalau dia adalah Monik. Menurut gua
Monik orangnya cantik, tapi melihat dia bersama cowonya gua jadi kasian.
Benar-benar seperti langit dan bumi, jauh beda. Tapi beginilah kalau Cinta, gak
mandang ketampanan.
Monik : “Abis dari sini kita ke Pemda yu”
Vina : “Hayu”
Cowo Monik : “Bentar, kita baru juga duduk gak enak
kalo langsung balik”
Vina : “Huh kalian yang baru dateng, kita udah dari
tadi”
Gua : “…………..”
Gua hanya diam melihat mereka merencakan main ke
pemda setelah kondangan, melihat
Vina yang
begitu bersemangat gua jadi takut kalau sampai rencana ke puncak gagal lagi
. Selama beberapa menit gua terus cari cara
biar mereka gak jadi ke pemda, tapi sampai kami meninggalkan tempat khajatan
gua masih belum menemukan solusi.

Akhirnya ada jalan keluar,
Sebelum melewati pertigaan tanpa pikir panjang gua salip Monik yang ada di
depan dan membelokan motor ke arah Puncak. Monik mengejar gua, “Jadi kita kepuncak
?” Tanya dia, gua hanya manggut-manggut.
Karena udara yang terasa begitu
dingin jadi kita berhenti untuk makan Bakso dan minum bandrek, sambil
menghangatkan badan kami kembali ngobrol-ngobrol. Baru bernapas lega gua harus
kembali bingung saat Monik mengajak pulang.
Melihat Vina juga ingin pulang sepertinya gak
mungkin bisa ngajak mereka ke Gantole, karena gua gak mau sampai maksa mereka
jadi gua meminta Vina untuk ikut gua. Monik dan cowonya terlihat heran melihat
gua dan Vina berdiri di pinggir jalan, gua meminta Vina untuk menghadap jalan
lalu gua berdiri di jalan sambil sedikit membungkukan badan.
TIIIIIDDDD.........
sebuah kelakson panjang dari motor yang hampir nyerempet gua,
"Mas mau ngapain sih, ini di jalan loh” Protes
Vina
“Maaf, bentar ya” Kata gua sambil
mengodok saku celana dengan tangan kiri, lalu tangan kanan gua memegang tangan
kirinya. Vina terlihat bingung dengan yang gua lakukan, tapi perlahan gua
keluarkan tangan kiri dari saku dan memasukan cincin yang udah gua beli dari
bulan Desember di jari manisnya.
“Will You Marry Me ?
”

“…………” Vina menatap gua dengan
mata berkaca-kaca, senyumannya begitu manis. Dia gak bicara apapun sampai air
matanya menetes, lalu menarik dan memeluk gua begitu erat
“Aku mau maaas… Aku mauu” Kata dia sambil tetap
memeluk gua,
Gua lihat Monik dan cowonya
tersenyum ke arah kami, lalu Vina melepaskan pelukan dan menggandeng tangan gua
kembali ke warung bakso.
Monik : “Ciyeee ada yang di lamar nih”
Vina : “Hehehe kapan kalian nyusul ?”
Monik : “Kapan ya, kayanya tahun depan deh”
Vina : “Kok taun depan ?”
Cowo Monik : “Kita baru juga jadian sebulan
”

Monik : “Nah itu jawabannya, gak mau buru-buru Vin”
sekitar
jam 22:00 kita memutuskan untuk pulang, sepanjang jalan Vina memeluk gua begitu
erat. Karena pakai helm gua jadi gak terlalu dengar jelas dia ngomong apa, tapi
ada beberapa kata yang bisa gua tangkap dengan baik. Saat dia bilang “Aku udah
nunggu lama mas”,
Sebelum tengah malam kita udah
kembali ke Net, Vina selalu melemparkan senyuman setiap kali gua menatapnya.
Hanya butuh waktu beberapa Vina udah tidur lebih dulu, sedangkan gua masih
terjaga di sampingnya.
Kadang apa yang kita rencanakan gak selalu berjalan
sesuai harapan, tapi selama kita berusaha pasti ada jalan keluar. Gua berharap
apa yang telah gua lakukan ini benar, dan semoga semua akan sampai pada titik
akhir sebuah perjalanan.
Aku Kau dan Sabun Part 71