Gak ada
masalah waktu jadi terasa begitu cepat berlalu, tapi yang namanya masalah itu
akan selalu datang walau kita gak menginginkannya. Pertengahan bulan Mei, Sikap
Vina berubah. Dia jadi sering melamun dan kadang gua memergokinya seperti habis
nangis, tapi setiap kali gua bertanya dia selalu bilang ‘gak apa-apa’.
Hari Sabtu Sekitar jam 20:00,
Vina pamit pulang ke rumahnya karena kedua orang tuanya meminta dia untuk
pulang. gua dan Vina duduk di bangku depan rumahnya, kita hanya saling diam.
Tak ada kata yang terucap, hanya suara jangkrik yang terdengar.
“Kamu kenapa ?” Gua coba beranikan diri bertanya
“Gak apa-apa mas”
“Jangan bohong”
“Aku beneran gak apa-apa”
“Terus kenapa kamu jadi pendiem gini”
“Prasaan mas aja kali”
“Bukan prasaan mas, tapi kaya ada yang kurang liat
kamu akhir-akhir ini”
“Kurang gimana sih mas, idung aku masih nempel kan”
“Bukan itu, tapi kamu kaya lagi ada masalah”
“Gak kok, aku Cuma kecapean aja”
“Yaudah kalo gitu istirahat gih”
“Aku masuk dulu ya, mas hati-hati di jalan”
Setelah
mengatakan itu Vina masuk ke dalam meninggalkan gua yang masih duduk di luar,
ini benar-benar aneh. Biasanya Vina selalu meminta gua untuk nginep atau dia
gak bakalan masuk duluan sebelum gua pergi.
Sepanjang perjalanan pulang gua terus memikirkan
masalah apa yang Vina hadapi sampai dia jadi bersikap aneh seperti ini, gua
terus mengingat-ngingat kejadian selama dua bulan terakhir. Tapi gua gak
menemukan jawabannya, gua takut kalau gua melakukan kesalahan
yang gak gua sadari. Karena masih
belum menemukan jawabannya, gua coba Tanya ke seseorang yang paling dekat
dengan Vina.
Sekitar jam 21:10 gua parkir
motor di depan rumah Dian, beberapa detik kemudian pintu depan terbuka. Uwanya
yang mengenakan sarung keluar dengan sesuatu ditangannya
“Dian udah tidur Bah ?”
“Dian udah pulang”
“Kapan Bah kok saya gak tau ya”
“Abis kelulusan, tapi dia nitip
ini” kata uwanya sambil memberikan sebuah kotak dengan bungkus kado bergambar
boneka
“Ini apa Bah ?”
“Dian Cuma nyuruh Abah ngasihin kalo ada kamu ke
sini”
“…………………..” gua hanya diam sambil
memandangi gambar boneka teddy bear yang ada di bungkus kado, gak lama kemudian
gua pamit pulang.
Sekitar jam 23:00 gua hanya merebahkan badan di
kasur, dari semua pesan yang gua kirim ke Vina dan Dian gak ada satupun
balasan. Jari gua terus menggeser ke kiri untuk melihat satu persatu foto-foto
yang ada di galeri, gua hentikan jari saat melihat sebuah foto yang di ambil
saat gua, Vina dan Dian sedang narsis di toko.
Dada gua
begitu sesak melihat foto ini, di dalam foto ini semua terlihat ceria. Tapi
saat ini Vina kehilangan keceriaannya dan Dian, gua takut kalau gak bakalan
bisa lihat canda dan tawanya lagi di sini.
Gua jadi teringat saat-saat yang
kita lalui selama beberapa bulan terakhir, tapi kenapa justru gua lebih
memikirkan Dian. Gua coba beberapa kali menelponnya tapi gak diangkat,
sepertinya dia udah tidur karena ini hampir tengah malam.
Esok harinya, toko tutup seperti
biasa karena gua memberi waktu karyawan untuk libur terkecuali warnet yang
setiap hari buka 24 jam, tapi gua membayar 2x untuk karyawan yang mau masuk di
hari libur.
Sekitar jam 10:00 gua parkir
motor di depan rumah Vina, Nyokapnya keluar dan mempersihkan gua untuk duduk
lalu dia kembali masuk untuk memanggil Vina. Sambil menunggu Vina keluar, gua
berjalan ke samping rumah untuk melihat ikan-ikan yang ada di dalam kolam.
Gua duduk di lantai dan
mengluarkan hp dari saku celana, lalu gua mengirim pesan. Baru beberapa detik
duduk nyokapnya datang menghampiri gua.
“Vina masih gak mau keluar dari
kamar, tadi ibu bilang ada Mas Harrys juga dia gak mau keluar”
“Itu anak kenapa ya
”

“Lagi pada berantem ya ?”
“Gak kok bu, Dia udah seminggu lebih jadi aneh gitu”
“Coba mas yang suruh dia keluar”
Gua bangun dan berjalan mengikuti nyokapnya masuk
ke dalam,
TOK TOK
“Vin.. buka dong pintunya”
“Mas pulang aja”
“Mas bawa dinamit loh entar mas ledakin pintunya”
“Aku lagi gak mau becanda mas”
“Kalo gitu buka dong, mas Cuma
mau bawain kamu makanan. Kamu belum makan dari pagi”
“Aku gak laper, buat mas aja”
“Kamu lagi apa sih di dalem ?”
“……………” Suaranya menghilang dan
berganti jadi isak tangis “Aku lagi pengen sendiri Mas”
“Yaudah mas tungguin kamu keluar aja kalo gak mau
bukain pintu”
Gua dan nyokapnya duduk di ruang
tengah yang berjarak 3 M dari pintu kamar. Suasana begitu canggung, sampai
sekitar 1 jam bokapnya pulang.
“Ngantri banget Cuma nyervis motor juga” Kata
bokapnya yang baru masuk “Eh ada Mas Harrys, Vinanya masih gak mau keluar ya ?”
Tanya dia kemudian, lalu duduk bersama kami di ruang tengah
“Ia pak, nelor kali dia di dalem”
Bokapnya bangun dan berjalan meninggalkan kami,
beberapa detik kemudian dia kembali dengan obeng di tangannya. Saat sedang
melihat Bokapnya membongkar kunci kamar, ada suara motor berhenti di depan
rumah. Gua menoleh ke pintu depan yang masih terbuka, lalu gak lama kemudian
seseorang berdiri di depan pintu dengan mengenakan celana jeans pendek dan kaos
bergambar kereta.
“Assalamu’alaikum” dia mengucapkan salam
“Walaikumsalam” Jawab kami bersamaan
Aku Kau dan Sabun Part 76