Gua duduk dengan kedua tangan
memeluk kaki yang dilipat. Udara di sini terasa hangat tapi badan gua terasa
begitu dingin, gua hanya bisa diam dan menunggu suara itu kembali. Tapi sekian
lama gua menunggu suara itu tak kunjung menjawab setiap perkataan yang gua
lontarkan.
TREK…..
TREK… TREK…. Terdengar suara langkah kaki dari arah kiri,
“Ada orang ?” gua coba bertanya
“…………….”
Gua bangun dan berjalan menuju
asal suara itu, sekarang suaranya semakin terdengar jelas dan gua syok saat
melihat siapa yang berdiri di hadapan gua. :mateblo: dengan rambut panjang dan
wajah terlihat sangat cantik dengan mengenakan pakaian long dress berwarna
putih, dia tersenyum begitu manis. Gak ada yang berubah dari cara dia menatap
gua, bahkan senyuman itu masih sama seperti dulu.
“Kanza”
“………” Dia hanya tersenyum, lalu
gua menjulurkan tangan coba menyentuh wajahnya tapi dia menggeleng-geleng
kepala sambil mundur selangkah. “Gimana kabarnya ?” Tanya dia kemudian
“Aku baik-baik aja za, kamu sendiri ?”
“Bodoh!! Kalo kamu baik-baik aja, gak mungkin ada
di sini”
“Kamu liat sendirikan aku baik-baik aja, Kamu sendiri
kenapa ada disini ?”
“Aku tinggal di sini”
“Di sini gelap, kok kamu mau aja tinggal ditempat
kaya gini”
“Gelap apanya sih, kita ada
ditengah-tengah taman. Banyak banget pohon mangganya” Kata dia sambil melihat
sekeliling
“Sebenernya kita lagi di taman atau di perkebunan
mangga
”

“Ikutin aku, entar kamu bisa liat sendiri” setelah
mengatakan itu dia mundur selangkah demi selangkah. Gua maju mengikutinya tapi
dia mendorong badan gua sampai tubuh gua ambruk.
“Kasar banget sih Za, katanya suruh ikutin kamu”
Protes gua sambil coba berdiri
“Kalo kamu ikutin aku, kamu gak
bakalan bisa pulang” Kata dia kemudian lalu perlahan dia semakin menjauh dan
menghilang ditengah kegelapan.
“ZAAA… KANZAAA….. ZAAAA… JANGAN TIGGALIN GUA LAGI
ZA…. ZAAA…
KANZAAAAAA”
Gua teriak-teriak memanggilnya,
Gua coba berjalan ke arah Kanza tadi menghilang, tapi gak menemukannya. Gua
terus berjalan ditengah kegelapan. Tadi itu pasti Kanza, gua gak mungkin
berhalusinasi. Tapi dia pegi kemana ? Za… kembali gua takut sendirian.
JLEGEERRR… NGIIIIIIINGGGG…..ditengah kebingungan terdengar
suara petir menyambar, suaranya
begitu keras sampai telinga gua berdenging. Kilat-kilat di atas sana sangat
menyilaukan mata, tapi walau banyak kilat gua masih gak bisa melihat apa-apa.
“Bob..” Gua langsung berbalik
badan saat mendengar suara orang yang memanggil gua dari belakang
“Bobi..” Suaranya pindah ke depan
“Bobi” Suaranya kembali pindah dari arah lain
“Bobi”
“Bobi”
“Bobi”
Suaranya terus berpindah dari segala arah, gua
berputar-putar mencari siapa yang memanggil tapi semua hanya warna hitam gelap.
“GUA DISINI”
Gua berteriak tapi suara-suara
itu terus memanggil nama gua sampai terdengar suara isak tangis, suara tangisan
itu pernah gua dengar di rumah saat bokap memarahi nyokap.
“MAH… Bobi di sini Mah”
gua berjalan menuju asal suara
itu tapi suara itu terus berpindah-pindah. Gua seperti dibuat berputar-putar.
Gua hentikan langkah kaki saat dada gua terasa begitu sesak, gua duduk sambil
meremas dada sebelah kiri yang terasa seperti ada sesuatu yang menancap yang
membuat gua kesulitan bernapas. Gua pejamkan mata menahan rasa sakit yang
menjalar ke
Perlahan gua membuka mata, cahaya
dari lampu yang ada diruangan begitu menyilaukan mata. Gua kembali membiasakan
diri sampai beberapa detik kemudian gua bisa melihat dua orang suster. Seorang
seperti sedang memeriksa alat medis yang ada disebelah kiri gua dan yang
satunya hanya berdiri dengan nampan berisi suntikan dan beberapa perlatan
medis. Jadi tadi hanya mimpi ? Tapi kenapa semua terlihat begitu nyata, kenapa
gua bisa adai di Rumah Sakit ? gua coba mengingat-ngingat kejadian sebelumnya,
tapi itu membuka kepala gua terasa sakit.
Gua bisa gerakan jari-jari tangan
kiri tapi tangan kanan gua terbalut rapat dan gak bisa digerakan samasekali,
gua merasa seperti ada perban yang melilit dikepala dengan peralatan medis yang
menempel di hidung dan bagian-bagian tubuh yang lain. Dari semua itu yang
paling terasa adalah sesuatu yang menempel pada DIRLI.
Ingin rasanya gua bertanya pada
perawat yang ada di ruangan, tapi jangankan bertanya, membuka mulutpun gua gak
bisa. Gua hanya bisa mengedipkan mata yang terasa sipit sebelah. Jari-jari kaki
gua gak bisa digerakan, Bahkan gua gak bisa merasakan kedua kaki gua yang
tertutup rapat oleh selimut berwarna coklat.
“Alhamdulilah” Kata perawat yang ada disebelah kiri
gua saat melihat gua yang udah sadarkan diri, lalu perawat yang satunya
meletakan nampan yang ia pegang di meja dan berjalan keluar pintu. Beberapa
detik kemudian kedua orang tua gua masuk dengan seseorang yang mengikutinya di
belakang.
Aku Kau dan Sabun Part 83