Langit yang gelap kini menjadi
terang, setelah menunggu antrian untuk berlabuh akhirnya gua bisa kembali
menginjakan kaki di tanah (Lebay gila
). Mungkin karena gua yang baru pertama kali
naik kapal jadi saat berjalan tubuh gua serasa masih ada di atas air.

Awalnya gua kira cukup naik kapal
lalu sampai di tujuan, tapi ternyata saat menanyakan alamat Dian pada Uwanya. Gua
diberi arahan setelah sampai di Bakauheni untuk dua kali naik Bus dan tukang
ojek
, karena takut lupa rute mana yang harus gua
tempuh jadi gua menulisnya pada notes di hp.

Setelah makan secukupnya dan
mandi di WC umum gua bergegas kembali melanjutkan perjalanan karena gak sabar
ingin cepat-cepat sampai.
Perjalanan yang cukup melelahkan,
tapi semua itu terbayar dengan pemandangan yang disuguhkan oleh dua bukit dan
hamparan ladang yang terlihat indah dipandang mata. Berkat bantuan tukang ojek
sampailah gua di depan sebuah pedesaan, gua sengaja turun di sini karena ingin
melihat-lihat sekitar.
Suasana di sini gak jauh beda dengan di rumah,
beberapa pasang mata yang memperhatikan gua melemparkan senyuman setiap kali
gua menatap mereka. Setelah bertanya pada beberapa warga di jalan, sampailah
gua di sebuah rumah berwarna putih dengan seorang kakek-kakek berusia lanjut
yang sedang duduk di terasnya.
“Assalamu’alaikum”
“Walakum’salam, nyari siapa De ?”
“Ini bener rumah Dian Bah ?”
“Iya, Sini duduk dulu” Kata dia sambil menghisap
roko kretek ditangannya
Gua duduk disampingnya sambil
melihat-lihat sekitar rumah, Dua bukit yang ada di ujung sana menarik perhatian
gua. Gua penasaran apa di hutan yang ada di dekatnya masih ada hewan buas atau
itu adalah hutan Buatan, entahlah gua jadi ingin menghabiskan liburan di sini.
Pasti menyenangkan bisa menghabiskan waktu main di atas bukit sana dan
mengelilingi ladang seperti yang sering Dian lakukan setiap kali mudik.
“Dari mana De ?” Pertanyaan mbah membangunkan gua dari
lamunan
“Dari Bogor Bah”
Gua seikit kesulitan bicara
dengannya karena kadang-kadang dia menggunakan bahasa jawa saat bicara, saat
sedang ngobrol tiba-tiba dia jadi diam saat gua menanyakan Dian.
“Bah, Diannya ada ?” karena takut dia gak denger
jadi gua mengulangi pertanyaan yang sama dengan suara yang sedikit dinaikan
“Mbah gak bolot” Protes dia “Yuk ikut Mbah” Kata
dia, lalu berdiri dan mengajak gua masuk ke dalam rumah.
Gua gak ngerti kenapa dia malah mengajak gua masuk
ke dalam, karena penasaran jadi gua langsung copot sepatu dan mengikutinya ke
dalam. Kami berdiri di depan sebuah pintu kamar berwarna hitam,
“Kok sepi bah ?” Tanya gua sambil melihat-lihat isi
rumah
“Masih di ladang”
KREEEEK… Perlahan
Mbah membuka pintu,
Sebuah kamar yang rapih dengan
Dian yang sedang duduk di atas ranjang. Gua senang saat bisa melihatnya, tapi
dada gua terasa sesak saat melihat sesuatu yang digendongnya. Dia hanya diam
menatap kami berdua yang sedang berdiri di pintu.
Walau gak keliatan tapi gua tau
yang terbalut kain batik itu bayi. Rasa putus asa mulai datang, Jadi Dian udah
punya anak ? Gimana bisa punya anak sedangkan dia belum lama meninggalkan
Bogor, atau janga-jangan dia meninggalkan Bogor karena hamil ? Tapi itu anak
siapa ? SIAL…. Gua terus berpikir negatife.
“Masuk aja!” Kata Mbah yang ada disamping gua,
“De, kaka masuk ya ?”
“………………”
Karena dia yang hanya diam jadi gua mengganggap itu
'Boleh', Sambil melangkah masuk gua pandangi sekeliling. Kamar ini terlihat
rapih, tapi kenapa gak ada barang-barang lain selain lemari dan ranjang ? Gua
coba mengabaikan semua itu dan duduk di ujung kasur sambil menatap Dian yang
terus memperhatikan gua.
“De, kok diem aja ?” Tanya gua
“…………” Dia masih membisu
“…………”
“De… kamu kenapa ? lagi ada masalah sama suami kamu
?” Gua coba menyindirnya
“Kamu” Dia mulai bicara “Siapa ?” Lanjutnya
Dada gua kembali terasa sesak mendengar ucapannya,
Kenapa dia bertanya seperti itu
.

“JANGAN BECANDA” Protes gua
“Berisik! Anaku jadi bangun, Cup
cup cup jangan nangis ya sayang. Dia Cuma tukang kerupuk”
“………….” Sekarang gua yang diam
Sepertinya gua membangunkan
anaknya, gua melirik Mbah yang masih berdiri di pintu kamar. Dia menundukan
kepala lalu berjalan meninggalkan kami berdua.
Dian berhenti menimang anaknya, Ada yang beda dari
caranya menatap gua. Dian udah gak mengenali gua atau dia benci dengan gua jadi
pura-pura gak kenal.
Tujuan gua ke sini dengan harapan
bisa membawanya kembali ke Bogor, gua ingin memperbaiki semua kesalahan yang
telah gua lakukan dimasalalu. Seandainya Harapan itu angin dan Kenyataan itu
Gravitasi, sepertinya gua gak akan bisa terbang karena Gravitasi lebih kuat
dari hembusan angin yang coba membawa gua melayang.
Mon... Maaf... gua akan melanggar Janji 

Aku Kau dan Sabun Part 95