Aku Kau dan Sabun Part 98



Dian masih bekerja di Toko seperti biasa, engga banyak yang berubah karena sebelumnya dia memang udah tinggal di rumah tapi sekarang kita tidur di ranjang yang sama  dan itu sering membuat gua jadi sering tidur larut begitu juga dengan dia .

Hari sabtu sekitar jam 19:30 gua kembali ke Toko setelah melakukan perbaikan jaringan di pabrik bersama karyawan gua yang baru. Rasa lelah seketika hilang saat melihat senyumannya yang menyambut kedatangan gua. Dian berjalan menghampiri gua yang baru melangkahkan kaki masuk ke dalam.

“Kusut banget pah”

“Namanya juga abis perbaikan

“Hehe mandi gih”

“Iya, kamu udah makan ?”

“Belum”

“Kenapa ?”

“Nungguin Papah pulang”

“Jeuuhh laper mah makan dulu aja”

“Engga ah, pengen bareng”

“Dasar, eh kok kamu sendirian ?”

“Lagi solat Pah”

“Oh kirain udah pulang, kamu udah solat ?”

“Udah tadi, kan saling gentian”

Kami duduk di bangku yang ada dibalik etalase kaca sambil ngobrol-ngobrol ringan, lagi dan lagi pembicaraan mengarah pada sesuatu yang gua sendiri belum siap untuk menerimanya yaitu ‘seorang buah hati’. Dian selalu ingin cepat dapat momongan, sedangkan gua sendiri entah kenapa belum siap. Tapi karena engga mau membuatnya kecewa jadi gua hanya bisa ikut berandai-andai sambil membayangkan apa jadinya nanti saat gua menjadi seorang

‘ayah’.

Setelah beberapa menit kemudian Dila turun dan gantian gua yang naik ke atas untuk mandi. Kebiasaan gua masih engga bisa lepas, yaitu bengong di kamar mandi. Gua duduk di lantai kamar mandi sambil mengusap-ngusap sabun batang berwarna merah dengan tangan kanan yang berada di genggaman tangan kiri.

“bun…” gua mulai bicara sendiri

“………..”

“Jangan cemburu ya”

“……….”

“Sekarang gua Cuma make lo buat mandi aja”

“……….”

“Kalo lo diem berati gua anggap itu ‘iya engga apa-apa’”

“……….”

“Tuh kan diem, ah ini gua yang gantian gila kayanya :”

Setelah sekitar 30 menitan gua kembali ke bawah, Dian dan Dila sedang sibuk melayani pembeli. Beginilah Toko, kadang sepi kadang sekalinya rame sampe harus ngantri seperti sekarang. Karena gak mau tumpang kaki gua pun ikut membantu mereka.

GLEGEERRR…. Petir besar dengan hujan deras mengguyur kota Bogor, Dian dan Dila yang sedang membuat laporan terlihat ketakutan dibuatnya.

Setelah merapihkan toko dan menyerahkan laporan, Dila naik ke lantai atas untuk istirahat sedangkan gua dan Dian masih di bawa sambil nonton TV. Dian hanya diam sambil menyandarkan kepalanya di bahu kanan gua.

DREEET DREEET DREEET DREEET

Gadget Dian yang diletakan di etalase kaca bergetar, ada panggilan masuk tapi dia mengabaikannya

“Angkat dong itu ada telpon juga”

“Biari aja pah”


“Kaka yang angkat ya ?”

“Udah gak usah”

“Kali aja penting”

“Udah biarin aja ih”

Sekitar 6 kali panggilan tak terjawab sekarang gua melihat ada pesan masuk, saat gua mau mengambil hpnya tiba-tiba Dian mengambilnya dengan cepat tapi tangan gua lebih cepat merebutnya dan gua pun membaca isi pesan yang membuat gua penasaran tadi.

: “Dian”

: “Dian”

: “Dian”

: “Dian”

: “Dian” : “Dian”

“Ini siapa ? smsnya manggil doang”

“Temen Pah iseng”

“………..”

Kami kembali saling diam, suasana jadi terasa canggung tapi acara komedi di TV ini kembali mencairkan suasana. Sekitar 10 menit ada motor berhenti di depan toko, gua melihat seseorang sedang duduk di atasnya seperti sedang menelpon lalu gadget Dian yang masih gua genggam bergetar. Gua berdiri coba menghampirinya tapi Dian menahan gua

“Kenapa ?”

“Gak usah pah”

“Itu siapa ?”

“Temen aku, Papah tunggu sini aja ya”

Setelah mengatakan itu Dian coba berjalan tapi tangan gua memegang pergelangan tangan kirinya “Kalo dia ada perlu, suruh masuk aja diluar ujan” Kata gua kemudian

“Bentar doang kok pah”

“Suruh sini !!”

“Lepasin Pah, bentar kok” Kata dia memohon,

lalu gua melepaskan tangannya dan dia berjalan keluar menghampiri orang itu. Gua hanya diam memperhatikan mereka dari dalam, entah siapa orang itu dan entah apa yang mereka bicarakan gua hanya coba menahan emosi yang mulai meluap.

Sekitar 2 menitan Dian kembali masuk ke dalam dengan sesuatu yang dijinjing ditangan kanannya, tapi bukan gua yang dituju melainkan dia langsung naik ke atas. Saat gua coba menyusul, kembali ada sms masuk yang membuat langkah kaki gua terhenti.

: “Itu kan bajunya ?”

: “Bos kamu galak banget sih”

: “Yan, bales dong itu bukan baju yang kamu minta ?” : “Aku ampe ujan-ujanan belinya tuh, dingin nih”