Dian masih bekerja di Toko seperti biasa, engga
banyak yang berubah karena sebelumnya dia memang udah tinggal di rumah tapi
sekarang kita tidur di ranjang yang sama
dan
itu sering membuat gua jadi sering tidur larut begitu juga dengan dia 
.



Hari sabtu sekitar jam 19:30 gua
kembali ke Toko setelah melakukan perbaikan jaringan di pabrik bersama karyawan
gua yang baru. Rasa lelah seketika hilang saat melihat senyumannya yang
menyambut kedatangan gua. Dian berjalan menghampiri gua yang baru melangkahkan
kaki masuk ke dalam.
“Kusut banget pah”
“Namanya juga abis perbaikan
”

“Hehe mandi gih”
“Iya, kamu udah makan ?”
“Belum”
“Kenapa ?”
“Nungguin Papah pulang”
“Jeuuhh laper mah makan dulu aja”
“Engga ah, pengen bareng”
“Dasar, eh kok kamu sendirian ?”
“Lagi solat Pah”
“Oh kirain udah pulang, kamu udah solat ?”
“Udah tadi, kan saling gentian”
Kami duduk di bangku yang ada
dibalik etalase kaca sambil ngobrol-ngobrol ringan, lagi dan lagi pembicaraan
mengarah pada sesuatu yang gua sendiri belum siap untuk menerimanya yaitu ‘seorang
buah hati’. Dian selalu ingin cepat dapat momongan, sedangkan gua sendiri entah
kenapa belum siap. Tapi karena engga mau membuatnya kecewa jadi gua hanya bisa
ikut berandai-andai sambil membayangkan apa jadinya nanti saat gua menjadi
seorang
Setelah beberapa menit kemudian Dila turun dan
gantian gua yang naik ke atas untuk mandi. Kebiasaan gua masih engga bisa
lepas, yaitu bengong di kamar mandi. Gua duduk di lantai kamar mandi sambil
mengusap-ngusap sabun batang berwarna merah dengan tangan kanan yang berada di
genggaman tangan kiri.
“bun…” gua mulai bicara sendiri
“………..”
“Jangan cemburu ya”
“……….”
“Sekarang gua Cuma make lo buat mandi aja”
“……….”
“Kalo lo diem berati gua anggap itu ‘iya engga apa-apa’”
“……….”
“Tuh kan diem, ah ini gua yang gantian gila kayanya
:”

Setelah sekitar 30 menitan gua
kembali ke bawah, Dian dan Dila sedang sibuk melayani pembeli. Beginilah Toko,
kadang sepi kadang sekalinya rame sampe harus ngantri seperti sekarang. Karena
gak mau tumpang kaki gua pun ikut membantu mereka.
GLEGEERRR…. Petir besar dengan hujan deras mengguyur kota
Bogor, Dian dan Dila yang sedang
membuat laporan terlihat ketakutan dibuatnya.
Setelah merapihkan toko dan
menyerahkan laporan, Dila naik ke lantai atas untuk istirahat sedangkan gua dan
Dian masih di bawa sambil nonton TV. Dian hanya diam sambil menyandarkan
kepalanya di bahu kanan gua.
DREEET
DREEET DREEET DREEET
Gadget Dian yang diletakan di
etalase kaca bergetar, ada panggilan masuk tapi dia mengabaikannya
“Angkat dong itu ada telpon juga”
“Biari aja pah”
“Kaka yang angkat ya ?”
“Udah gak usah”
“Kali aja penting”
“Udah biarin aja ih”
Sekitar 6 kali panggilan tak
terjawab sekarang gua melihat ada pesan masuk, saat gua mau mengambil hpnya
tiba-tiba Dian mengambilnya dengan cepat tapi tangan gua lebih cepat merebutnya
dan gua pun membaca isi pesan yang membuat gua penasaran tadi.






“Ini siapa ? smsnya manggil doang”
“Temen Pah iseng”
“………..”
Kami kembali saling diam, suasana jadi terasa
canggung tapi acara komedi di TV ini kembali mencairkan suasana. Sekitar 10
menit ada motor berhenti di depan toko, gua melihat seseorang sedang duduk di
atasnya seperti sedang menelpon lalu gadget Dian yang masih gua genggam
bergetar. Gua berdiri coba menghampirinya tapi Dian menahan gua
“Kenapa ?”
“Gak usah pah”
“Itu siapa ?”
“Temen aku, Papah tunggu sini aja ya”
Setelah mengatakan itu Dian coba
berjalan tapi tangan gua memegang pergelangan tangan kirinya “Kalo dia ada
perlu, suruh masuk aja diluar ujan” Kata gua kemudian
“Suruh sini !!”
“Lepasin Pah, bentar kok” Kata dia memohon,
lalu gua melepaskan tangannya dan
dia berjalan keluar menghampiri orang itu. Gua hanya diam memperhatikan mereka
dari dalam, entah siapa orang itu dan entah apa yang mereka bicarakan gua hanya
coba menahan emosi yang mulai meluap.
Sekitar 2 menitan Dian kembali
masuk ke dalam dengan sesuatu yang dijinjing ditangan kanannya, tapi bukan gua
yang dituju melainkan dia langsung naik ke atas. Saat gua coba menyusul,
kembali ada sms masuk yang membuat langkah kaki gua terhenti.



