Aku Kau dan Sabun Part 99



Hah Baju ? BOS ? gua itu suaminya bukan BOSnya!! Dian minta baju sama cowo lain ? Apa mereka sedekat itu ? Apa selama ini gua yang dibohongin ? ARRGGGHHHHH…. Otak gua terus memutar pertanyaan-pertanyaan yang membuat emosi semakin meluap. Gua genggam gadget ditangan kanan erat-erat lalu coba menyusul ke atas, baru beberapa langkah Dian udah muncul di hadapan gua. Dia hanya diam menatap gua

“Tadi siapa ?”

“……………….” Dia hanya diam

“JAWAB!!”

“……………..”

“SIAPA?”

“……………..” Dian masih diam dengan wajah terlihat ketakutan.

“ORANG MANA ?”

“…………….”

PRAKKK…..

gua banting gadgetnya sampe terlihat percikan api yang keluar saat membentur keras di lantai.

Dian langsung merendahkan badannya, kedua tangannya terlihat gemetaran saat mengambil gadget dengan batrai yang copot dan touchscreen remuk. Dia menatap gua dengan air mata yang mulai membasahi pipinya.

“Pah”

“……..” Gua hanya diam sambil coba menenangkan diri, Kita sering bertengkar tapi untuk kali ini gua baru pertama kalinya melakukan hal bodoh.

BRUGH… Dia langsung medekap gua dari depan, isak tangisnya terdengar jelas dengan bahu yang terasa gemetar.

“Pah” Kata dia yang masih mendekap gua

“……”


“Maaf”

“……”

“Dia temen SMA aku pah” “…..”

Dian melepaskan pelukan lalu mengusap air matanya dengan kedua tangan

“Pah, ngomong dong” “Temen”

“……” Sekarang dia yang diam “Kita dulu juga temen”

“Tapi aku gak ada prasaan apa-apa sama dia pah” “Kamu engga, tapi dia keliatan banget naksir kamu” “Kok Papa tau ? papa kenal dia ?”

“Cuma buat tau kaya gitu gak perlu kenal, dari sikap juga udah keliatan” “Tapi dari dulu aku nolakin dia terus pah, dianya aja yang ngejar-ngejar aku”

“Kamu emang nolak waktu ditembak dia, tapi kamu nerima pemberiannya sama aja kamu ngasih harapan”

“Tapi pa-“

“Dengerin” gua memotong “Kasih tau dia orang mana gua samperin sekarang juga” “Jangan pah, aku yang salah”

“Kamu belain dia ?”

“Engga pah, aku tadi udah bilang ke dia kalo jangan pernah nemuin aku lagi” “Tapi kamu gak bilangkan kalo kita udah nikah ?”


“Aku tadi buru-buru, aku takut papah marah kalo aku lama-lama diluar jadi aku gak sempet kasih tau”

“Kan bisa lewat sms atau telpon”

“aku gak pernah bales sms dia, aku juga gak pernah angkat telpon dia”

“Terus kamu minta bajunya ngomong langsung ?”

“Engga pah, aku juga dari tinggal di rumah papah gak pernah ketemu dia”

“Terus lewat telepati ?”

“Bukan pah ih, aku sama dia itu temen sekelas. waktu abis wisuda dia nanya, apa yang aku pengen kalo entar kita ketemu lagi. Aku Cuma becanda waktu itu bilang pengen baju itu, aku gak serius mintanya juga”

“Kenapa dia baru ngasihinnya sekarang ?”

“Aku juga gak tau pah”

Emosi gua perlahan turun, Dian menceritakan banyak hal tentang masa SMAnya yang belum pernah dia ceritakan sebelumnya. Gua juga jadi tau kalau orang tadi itu bernama Arif, orang yang mengejar-ngejarnya walau terus mendapat penolakan.

Suasana yang tadi penuh emosi jadi mellow, gua jadi inget dulu sering mengabaikannya saat masih bersama dengan Kanza. Dari ceritanya gua menyimpulkan Arif orang yang cukup populer dan ganteng karena beberapa temannya juga menyukai Arif. Mungkin kepopuleran dan kegantengan Arif masih belum cukup untuk merebut hatinya.

Sekitar jam 22:30 gua dan Dian pergi meninggalkan toko, walau di atas net ada kamar nganggur tapi gua dan Dian jarang menggunakan kamar itu. Sebelum tidur, Dia selalu

meminta untuk di cium keningnya seperti biasa . Kami hanya ngobrol-ngobrol ringan sampai akhirnya dia tidur duluan.

Sebelum tengah malam gua cabut SIM card dari gadget yang tadi rusak dan memasukannya ke gadget gua, ada beberapa SMS masuk dari Arif. Hanya SMS gak jelas manggil-

manggil  karena masih penasaran dengan orang ini pelan pelan gua pergi keluar kamar untuk menghubunginya dengan nomor Dian.

Tuuuut Tuuuut Tuuut Ckrek

 Arif : “Tumben nelpon pot”


 Gua : “………….” Gua hanya diam

 Arif : “Ngelindur lo ?”

 Gua : “Kempot siapa ?”

 Arif : “Eh suaranya kok cowo ? Ini siapa yang nelpon ?”

 Gua : “Gua bosnya, tadi bajunya bagus. Bini gua pengen beli juga”

 Arif : “Owh itu beli di mall blablablablabla”

 Gua : “Bisa ketemuan gak ? biar lebih enak ngobrolnya”

 Arif : “Bisa bisa”

 Gua : “SMS’in alamat rumah lo aja entar gua ke sana”

 Arif : “Oke”

karena waktu telah menunjukan lewat tengah malam jadi gua kembali ke kamar dan merebahkan badan disebelah kanan Dian, gua hanya bisa diam sambil memandangi wajahnya yang berjarak hanya beberapa centi sampai akhirnya gua pun ikut tidur.