Hah Baju ? BOS ? gua itu suaminya bukan BOSnya!!
Dian minta baju sama cowo lain ? Apa mereka sedekat itu ? Apa selama ini gua
yang dibohongin ? ARRGGGHHHHH…. Otak gua terus memutar pertanyaan-pertanyaan
yang membuat emosi semakin meluap. Gua genggam gadget ditangan kanan erat-erat
lalu coba menyusul ke atas, baru beberapa langkah Dian udah muncul di hadapan
gua. Dia hanya diam menatap gua
“Tadi siapa ?”
“……………….” Dia hanya diam
“JAWAB!!”
“……………..”
“SIAPA?”
“……………..” Dian masih diam dengan wajah terlihat
ketakutan.
“ORANG MANA ?”
“…………….”
PRAKKK…..
gua banting gadgetnya sampe
terlihat percikan api yang keluar saat membentur keras di lantai.
Dian
langsung merendahkan badannya, kedua tangannya terlihat gemetaran saat
mengambil gadget dengan batrai yang copot dan touchscreen remuk. Dia menatap
gua dengan air mata yang mulai membasahi pipinya.
“Pah”
“……..” Gua hanya diam sambil coba
menenangkan diri, Kita sering bertengkar tapi untuk kali ini gua baru pertama
kalinya melakukan hal bodoh.
BRUGH… Dia langsung medekap gua
dari depan, isak tangisnya terdengar jelas dengan bahu yang terasa gemetar.
“Pah” Kata dia yang masih mendekap gua
“……”
“Maaf”
“……”
“Dia temen SMA aku pah” “…..”
Dian melepaskan pelukan lalu mengusap air matanya
dengan kedua tangan
“Pah, ngomong dong” “Temen”
“……” Sekarang dia yang diam “Kita
dulu juga temen”
“Tapi aku gak ada prasaan apa-apa
sama dia pah” “Kamu engga, tapi dia keliatan banget naksir kamu” “Kok Papa tau
? papa kenal dia ?”
“Cuma buat tau kaya gitu gak
perlu kenal, dari sikap juga udah keliatan” “Tapi dari dulu aku nolakin dia
terus pah, dianya aja yang ngejar-ngejar aku”
“Kamu emang nolak waktu ditembak dia, tapi kamu
nerima pemberiannya sama aja kamu ngasih harapan”
“Tapi pa-“
“Dengerin” gua memotong “Kasih
tau dia orang mana gua samperin sekarang juga” “Jangan pah, aku yang salah”
“Kamu belain dia ?”
“Engga pah, aku tadi udah bilang
ke dia kalo jangan pernah nemuin aku lagi” “Tapi kamu gak bilangkan kalo kita
udah nikah ?”
“Aku tadi buru-buru, aku takut
papah marah kalo aku lama-lama diluar jadi aku gak sempet kasih tau”
“Kan bisa lewat sms atau telpon”
“aku gak pernah bales sms dia, aku juga gak pernah
angkat telpon dia”
“Terus kamu minta bajunya ngomong langsung ?”
“Engga pah, aku juga dari tinggal di rumah papah
gak pernah ketemu dia”
“Terus lewat telepati ?”
“Bukan pah ih, aku sama dia itu temen sekelas.
waktu abis wisuda dia nanya, apa yang aku pengen kalo entar kita ketemu lagi.
Aku Cuma becanda waktu itu bilang pengen baju itu, aku gak serius mintanya juga”
“Kenapa dia baru ngasihinnya sekarang ?”
“Aku juga gak tau pah”
Emosi gua perlahan turun, Dian
menceritakan banyak hal tentang masa SMAnya yang belum pernah dia ceritakan
sebelumnya. Gua juga jadi tau kalau orang tadi itu bernama Arif, orang yang
mengejar-ngejarnya walau terus mendapat penolakan.
Suasana yang tadi penuh emosi
jadi mellow, gua jadi inget dulu sering mengabaikannya saat masih bersama dengan
Kanza. Dari ceritanya gua menyimpulkan Arif orang yang cukup populer dan
ganteng karena beberapa temannya juga menyukai Arif. Mungkin kepopuleran dan
kegantengan Arif masih belum cukup untuk merebut hatinya.
Sekitar jam 22:30 gua dan Dian
pergi meninggalkan toko, walau di atas net ada kamar nganggur tapi gua dan Dian
jarang menggunakan kamar itu. Sebelum tidur, Dia selalu
meminta untuk di cium keningnya
seperti biasa
. Kami hanya ngobrol-ngobrol ringan sampai
akhirnya dia tidur duluan.

Sebelum tengah malam gua cabut
SIM card dari gadget yang tadi rusak dan memasukannya ke gadget gua, ada
beberapa SMS masuk dari Arif. Hanya SMS gak jelas manggil-
manggil
karena
masih penasaran dengan orang ini pelan pelan gua pergi keluar kamar untuk
menghubunginya dengan nomor Dian.

Tuuuut Tuuuut Tuuut Ckrek











karena waktu telah menunjukan lewat tengah malam
jadi gua kembali ke kamar dan merebahkan badan disebelah kanan Dian, gua hanya
bisa diam sambil memandangi wajahnya yang berjarak hanya beberapa centi sampai
akhirnya gua pun ikut tidur.