MISTERI ANAK-ANAK PAK JAWI (VERSI LENGKAP) CHAPTER 27, 28
Chapter 27
Desember 2014
15:00
PERMEN DAN COKLAT
“Dadadaaaaaa mas daniiiil, dadaaaaaaa nde hajiiiiiii”
Hari ini faza sangat riang sekali, bocah lugu itu gak tahu apa yang sudah kami lalui buat dia semalam. Meskipun kalau dipikir-pikir, saya gak ngelakuin banyak kecuali nyumbal kain lap motor ke mulutnya. Jadi kasihan, tapi mau gimana lagi?? Darurat.
Perlahan mobil yang ditumpangi Faza, Bu de, Ibu, Farah, Avin dan mbah pun berangkat untuk Liburan tahun baru. Setidaknya itu yang Bapak saya katakan agar adik-adik saya mau ikut, padahal sebenarnya mereka sedang diungsikan ke rumah mbah di jember untuk sementara waktu, sama seperti yang Pak Suryo lakukan.
Sekarang tinggal saya dan bapak di rumah. Kalau kami harus menunggu terror pak jawi ini selesai, itu artinya mereka akan cukup lama di jember, terus kami berdua makan apa??? Siapa yang masak?? Bapak??
Tanya saya dalam hati sambil melihat bapak yang sudah bersiap-siap pergi kerja. Beliau memakai celana hitam, kemeja hitam, dan sorban merah. Dan gak lupa juga tas kerja bapak yang ukurannya hampir separuh badan bapak.
“Mungkin bapak pulang agak malam, soalnya harus ke dua rumah sekaligus”
Ucap beliau sambil memberikan kunci rumah. Saya hanya manyun-manyun saja mendengarnya, karena itu artinya saya harus ijin kerja malam ini soalnya harus jaga rumah. Setelah memakai sepatunya, bapak pun berangkat dengan mobil jemputan kliennya yang dari tadi sudah menunggu di halaman rumah.
Setiap kali melihat beliau pergi kerja, selalu ada perasaan takut di benak saya. Saya takut bapak tidak kembali lagi, mengingat pekerjaannya yang sangat beresiko. Pekerjaan yang sebenarnya tidak di sukai bapak yang lebih hobi bertani, tapi garis keturunan yang memaksanya harus memikul tanggung jawab atas profesinya sekarang itu.
Sebelum masuk ke rumah, saya perhatikan pintu rumah pak suryo. Ada sesuatu berwarna hijau yang di gantung di pintu rumahnya, yang bisa saya lihat jelas kalau itu adalah “Rumput. Rumput yang sering digunakan untuk pakan sapi. Ini adalah salah satu dari kesepakatan warga pada rapat di balai desa tadi pagi.
Tapi……… Pintu rumah saya berbeda. Bukan rumput, bukan daun, bahkan sama sekali bukan tanaman. Sempat saya tanyakan pada bapak saya,
“Kenapa kok pintu rumah kita tidak digantungi rumput seperti rumah pak suryo???”
Jawaban beliau hanyalah “Mereka anak-anak, bukan hewan”
Jadilah pintu rumah saya digantungi “Permen & Coklat”
Chapter 28
Desember 2014
23:00
KEMBANG API KAKAK
Ini malam tahun baru ke dua puluh tiga yang saya lalui di rumah, harusnya saya dapat penghargaan. Tinggal di desa yang masih berdekatan dengan pesantren, membuat kesempatan saya untuk punya teman perempuan sangat tipis, apalagi pacar!!
Kadang saya membayangkan, kalau saya harus punya pacar, dia harus cantik dan Periang seperti “Rikku” di “Final Fantasy X” yang sedang saya mainkan ini.
“Huaaaaaaaaaaaaaaaaai”
Butuh kopi untuk menutup mulut saya sekaligus membuka mata agar tidak tertidur sampai bapak pulang.
“Tapi ini sudah jam 23:15, mana si bapak??”
Saya pun berniat pergi ke dapur untuk membuat secangkir kopi. Tapi dari balik jendela di ruang tamu, saya sadar kalau motor saya belum saya masukin. Jadilah saya pergi ke luar untuk masukin motor. Lantai teras saya jadi kotor gara-gara ban motor saya belum dibersihin, jadinya saya sapu deh. Kebayang gak nyapu teras rumah tengah malam gini. Tak apalah dari pada teras ini kotor gara-gara debu, lumpur, sampah plastik, bungkus permen, aqua, snack, coklat dan lain-lain.
Selesai dari tugas saya sebagai ibu rumah tangga, saya pun menuju dapur untuk membuat kopi. Di meja makan ada nasi bungkus yang setelah saya cek, ternyata lauknya cuma sayur sama sambel doank. Gak apalah daripada laper, akhirnya saya makan sambil menunggu air mendidih.
Akhirnya setelah kopi selesai dan perutpun kenyang, saya berniat kembali ke kamar. Saya matikan lampu dapur yang…..
“Ada yang aneh dengan dapur saya. Tapi apa ya???”
Tidak ingin berlama-lama di dapur, saya pun bergegas ke kamar.
Saya lanjutkan bermain game sambil ngopi, tiba-tiba
“Dor!!! Dor! Dor”
Suara kembang api mulai terdengar, pertanda tahun baru sudah tiba
“Horeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee”
Teriak saya dengan nada dan wajah yang datar. Masa bodo, tahun ini masih sama seperti sebelumnya. Lagian ada juga ya yang rayain tahun baru pake kembang api di desa ini, nyampah-nyampahin aja.............................
-----------------------------------------------Krak!!!-----------------------------------------------------
Suara Stik PS saya yang jatuh yang memang sengaja saya diamkan karena saya tengah bengong.
Saya raih cangkir kopi di pinggir saya, saya seruput kopi pahit tanpa gula itu.
Tik....
Tik.............
Tik.............
Tetes kopi jatuh di celana pendek saya, yang makin lama makin deras karena sebenarnya
Saya sedang gemetar
GUBRAK!!!!!!!!!!!!!
Saya bergegas meninggalkan kamar saya, dan berlari menuju ruang tamu
“Please semoga saya salah, semoga saya salah, SEMOGA SAYA SALAAAAH”
Hanya kata-kata itu yang saya ucapkan berbarengan dengan nafas saya yang tersengal-sengal
“Brak!!!!”
Suara pintu rumah saya buka, kemudian saya tutup lagi seketika setelah saya ada di luar, agar saya bisa melihat dengan jelas pintu rumah saya dari luar.
Ya! Saya harus melihat dengan jelas, se jelas jelasnya permen yang bapak saya gantung di pintu rumah saya,
Hilang……………
Seperti kucing liar saya langsung menyambar tempat sampah dimana saya membuang sampah-sampah yang baru saja saya sapu
“Please semoga saya salah, semoga saya salah”
Kata-kata itu masih saya ucapkan berulang-ulang sampai akhirnya saya menemukan apa yang saya cari,
Disana...............! Di dasar tempat sampah, adalah jawaban yang saya cari, yang sekaligus membuktikan kalau
“Saya benar, tidak salah”
Seseorang sudah memakan permen dan coklat yang digantung di pintu rumah saya, yang sampahnya tanpa sadar saya sapu barusan.
Tapi siapa???? Hampir semua anak kecil di dekat rumah saya diungsikan, termasuk Aim, cucu dari Pak Suryo. Dan saya tidak bisa membayangkan kalau Pak Suryo yang mengendap-endap ke depan pintu rumah saya hanya untuk mencuri permen dan coklat.
Saya masih bengong melihat tempat sampah yang semakin lama terasa semakin mengerikan. Belum lagi secara tiba-tiba saya sadar akan sesuatu. Saya sempat merasa aneh dengan keadaan dapur saya barusan.
Ibu saya tidak masak sejak tadi pagi, kami hanya makan nasi bungkus dan semuanya habis. Kecuali punya saya karena memang...........
Saya tidak suka sayur dan sambal
Semua sampah nasi bungkus itu masih kelihatan jelas di tempat sampah yang sedang saya pelototin ini
Kecuali sampah nasi bungkus saya
Saya menelan ludah yang mulai terasa pahit, perlahan demi perlahan masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu yang terasa sangat susah karena tangan saya bergetar hebat.
Saya sendirian di rumah ini, saya tidak tahu apa yang akan terjadi kalau sampai ada sesuatu yang tidak wajar terjadi di sini, malam ini.
“Ikan, pancing, kapal, kapal, ikan, pancing, kapal, kapal
Bunga jatuh, kena hujan
Bunga sepuluh, tinggal sembilan ”
“Apa??? Suara siapa itu??”
Ucap saya dalam hati sambil berjalan menuju ruang keluarga, asal dari suara tersebut
“Apa yang harus di lakukan seorang pria yang sendirian di rumahnya, di kampung yang salah satu warganya adalah mahluk halus”
Saya masih berjalan dengan melwati koridor dengan kaki yang kesemutan
“Di kampung yang salah satu warganya bunur diri dengan cara membakar rumahnya”
Saya pun sampai di pintu pemisah antara ruang keluarga dan koridor
“Apa yang harus dilakukan seorang pria, jika dia mendengar suara anak kecil bernyanyi di tengah malam”
Perlahan saya melihat dari balik pintu, disana!!! Di depan TV!
“Sementara saya tahu, tidak ada anak kecil di rumah saya, kecuali…….”
Kecuali saya sedang melihat Si Peot sedang duduk di kursi kecil milik Faza
Dia bernyanyi, bertepuk tangan, yang suaranya terdengar sampai ke jantung saya
Saya hampir kehilangan kesadarn, tapi tiba-tiba dia tersenyum, dengan mulutnya yang cacat itu
Sambil menoleh ke arah saya
KAKAK????............................
.::Cerita Selanjutnya::.
Desember 2014
15:00
PERMEN DAN COKLAT
“Dadadaaaaaa mas daniiiil, dadaaaaaaa nde hajiiiiiii”
Hari ini faza sangat riang sekali, bocah lugu itu gak tahu apa yang sudah kami lalui buat dia semalam. Meskipun kalau dipikir-pikir, saya gak ngelakuin banyak kecuali nyumbal kain lap motor ke mulutnya. Jadi kasihan, tapi mau gimana lagi?? Darurat.
Perlahan mobil yang ditumpangi Faza, Bu de, Ibu, Farah, Avin dan mbah pun berangkat untuk Liburan tahun baru. Setidaknya itu yang Bapak saya katakan agar adik-adik saya mau ikut, padahal sebenarnya mereka sedang diungsikan ke rumah mbah di jember untuk sementara waktu, sama seperti yang Pak Suryo lakukan.
Sekarang tinggal saya dan bapak di rumah. Kalau kami harus menunggu terror pak jawi ini selesai, itu artinya mereka akan cukup lama di jember, terus kami berdua makan apa??? Siapa yang masak?? Bapak??
Tanya saya dalam hati sambil melihat bapak yang sudah bersiap-siap pergi kerja. Beliau memakai celana hitam, kemeja hitam, dan sorban merah. Dan gak lupa juga tas kerja bapak yang ukurannya hampir separuh badan bapak.
“Mungkin bapak pulang agak malam, soalnya harus ke dua rumah sekaligus”
Ucap beliau sambil memberikan kunci rumah. Saya hanya manyun-manyun saja mendengarnya, karena itu artinya saya harus ijin kerja malam ini soalnya harus jaga rumah. Setelah memakai sepatunya, bapak pun berangkat dengan mobil jemputan kliennya yang dari tadi sudah menunggu di halaman rumah.
Setiap kali melihat beliau pergi kerja, selalu ada perasaan takut di benak saya. Saya takut bapak tidak kembali lagi, mengingat pekerjaannya yang sangat beresiko. Pekerjaan yang sebenarnya tidak di sukai bapak yang lebih hobi bertani, tapi garis keturunan yang memaksanya harus memikul tanggung jawab atas profesinya sekarang itu.
Sebelum masuk ke rumah, saya perhatikan pintu rumah pak suryo. Ada sesuatu berwarna hijau yang di gantung di pintu rumahnya, yang bisa saya lihat jelas kalau itu adalah “Rumput. Rumput yang sering digunakan untuk pakan sapi. Ini adalah salah satu dari kesepakatan warga pada rapat di balai desa tadi pagi.
Tapi……… Pintu rumah saya berbeda. Bukan rumput, bukan daun, bahkan sama sekali bukan tanaman. Sempat saya tanyakan pada bapak saya,
“Kenapa kok pintu rumah kita tidak digantungi rumput seperti rumah pak suryo???”
Jawaban beliau hanyalah “Mereka anak-anak, bukan hewan”
Jadilah pintu rumah saya digantungi “Permen & Coklat”
Chapter 28
Desember 2014
23:00
KEMBANG API KAKAK
Ini malam tahun baru ke dua puluh tiga yang saya lalui di rumah, harusnya saya dapat penghargaan. Tinggal di desa yang masih berdekatan dengan pesantren, membuat kesempatan saya untuk punya teman perempuan sangat tipis, apalagi pacar!!
Kadang saya membayangkan, kalau saya harus punya pacar, dia harus cantik dan Periang seperti “Rikku” di “Final Fantasy X” yang sedang saya mainkan ini.
“Huaaaaaaaaaaaaaaaaai”
Butuh kopi untuk menutup mulut saya sekaligus membuka mata agar tidak tertidur sampai bapak pulang.
“Tapi ini sudah jam 23:15, mana si bapak??”
Saya pun berniat pergi ke dapur untuk membuat secangkir kopi. Tapi dari balik jendela di ruang tamu, saya sadar kalau motor saya belum saya masukin. Jadilah saya pergi ke luar untuk masukin motor. Lantai teras saya jadi kotor gara-gara ban motor saya belum dibersihin, jadinya saya sapu deh. Kebayang gak nyapu teras rumah tengah malam gini. Tak apalah dari pada teras ini kotor gara-gara debu, lumpur, sampah plastik, bungkus permen, aqua, snack, coklat dan lain-lain.
Selesai dari tugas saya sebagai ibu rumah tangga, saya pun menuju dapur untuk membuat kopi. Di meja makan ada nasi bungkus yang setelah saya cek, ternyata lauknya cuma sayur sama sambel doank. Gak apalah daripada laper, akhirnya saya makan sambil menunggu air mendidih.
Akhirnya setelah kopi selesai dan perutpun kenyang, saya berniat kembali ke kamar. Saya matikan lampu dapur yang…..
“Ada yang aneh dengan dapur saya. Tapi apa ya???”
Tidak ingin berlama-lama di dapur, saya pun bergegas ke kamar.
Saya lanjutkan bermain game sambil ngopi, tiba-tiba
“Dor!!! Dor! Dor”
Suara kembang api mulai terdengar, pertanda tahun baru sudah tiba
“Horeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee”
Teriak saya dengan nada dan wajah yang datar. Masa bodo, tahun ini masih sama seperti sebelumnya. Lagian ada juga ya yang rayain tahun baru pake kembang api di desa ini, nyampah-nyampahin aja.............................
-----------------------------------------------Krak!!!-----------------------------------------------------
Suara Stik PS saya yang jatuh yang memang sengaja saya diamkan karena saya tengah bengong.
Saya raih cangkir kopi di pinggir saya, saya seruput kopi pahit tanpa gula itu.
Tik....
Tik.............
Tik.............
Tetes kopi jatuh di celana pendek saya, yang makin lama makin deras karena sebenarnya
Saya sedang gemetar
GUBRAK!!!!!!!!!!!!!
Saya bergegas meninggalkan kamar saya, dan berlari menuju ruang tamu
“Please semoga saya salah, semoga saya salah, SEMOGA SAYA SALAAAAH”
Hanya kata-kata itu yang saya ucapkan berbarengan dengan nafas saya yang tersengal-sengal
“Brak!!!!”
Suara pintu rumah saya buka, kemudian saya tutup lagi seketika setelah saya ada di luar, agar saya bisa melihat dengan jelas pintu rumah saya dari luar.
Ya! Saya harus melihat dengan jelas, se jelas jelasnya permen yang bapak saya gantung di pintu rumah saya,
Hilang……………
Seperti kucing liar saya langsung menyambar tempat sampah dimana saya membuang sampah-sampah yang baru saja saya sapu
“Please semoga saya salah, semoga saya salah”
Kata-kata itu masih saya ucapkan berulang-ulang sampai akhirnya saya menemukan apa yang saya cari,
Disana...............! Di dasar tempat sampah, adalah jawaban yang saya cari, yang sekaligus membuktikan kalau
“Saya benar, tidak salah”
Seseorang sudah memakan permen dan coklat yang digantung di pintu rumah saya, yang sampahnya tanpa sadar saya sapu barusan.
Tapi siapa???? Hampir semua anak kecil di dekat rumah saya diungsikan, termasuk Aim, cucu dari Pak Suryo. Dan saya tidak bisa membayangkan kalau Pak Suryo yang mengendap-endap ke depan pintu rumah saya hanya untuk mencuri permen dan coklat.
Saya masih bengong melihat tempat sampah yang semakin lama terasa semakin mengerikan. Belum lagi secara tiba-tiba saya sadar akan sesuatu. Saya sempat merasa aneh dengan keadaan dapur saya barusan.
Ibu saya tidak masak sejak tadi pagi, kami hanya makan nasi bungkus dan semuanya habis. Kecuali punya saya karena memang...........
Saya tidak suka sayur dan sambal
Semua sampah nasi bungkus itu masih kelihatan jelas di tempat sampah yang sedang saya pelototin ini
Kecuali sampah nasi bungkus saya
Saya menelan ludah yang mulai terasa pahit, perlahan demi perlahan masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu yang terasa sangat susah karena tangan saya bergetar hebat.
Saya sendirian di rumah ini, saya tidak tahu apa yang akan terjadi kalau sampai ada sesuatu yang tidak wajar terjadi di sini, malam ini.
“Ikan, pancing, kapal, kapal, ikan, pancing, kapal, kapal
Bunga jatuh, kena hujan
Bunga sepuluh, tinggal sembilan ”
“Apa??? Suara siapa itu??”
Ucap saya dalam hati sambil berjalan menuju ruang keluarga, asal dari suara tersebut
“Apa yang harus di lakukan seorang pria yang sendirian di rumahnya, di kampung yang salah satu warganya adalah mahluk halus”
Saya masih berjalan dengan melwati koridor dengan kaki yang kesemutan
“Di kampung yang salah satu warganya bunur diri dengan cara membakar rumahnya”
Saya pun sampai di pintu pemisah antara ruang keluarga dan koridor
“Apa yang harus dilakukan seorang pria, jika dia mendengar suara anak kecil bernyanyi di tengah malam”
Perlahan saya melihat dari balik pintu, disana!!! Di depan TV!
“Sementara saya tahu, tidak ada anak kecil di rumah saya, kecuali…….”
Kecuali saya sedang melihat Si Peot sedang duduk di kursi kecil milik Faza
Dia bernyanyi, bertepuk tangan, yang suaranya terdengar sampai ke jantung saya
Saya hampir kehilangan kesadarn, tapi tiba-tiba dia tersenyum, dengan mulutnya yang cacat itu
Sambil menoleh ke arah saya
KAKAK????............................
.::Cerita Selanjutnya::.