MISTERI ANAK-ANAK PAK JAWI (VERSI LENGKAP) CHAPTER 33, 34
Chapter 33
Januari 2015
15.30 WIB
PESAN BAPAK
Seperti biasa bapak bersiap untuk berangkat kerja, hanya saja kali ini dia berangkat naik mobil pick up. Di belakang pick up itu, ada anak cewe seumuran saya, berkerudung dan memakai penutup mulut. Saya memang gak bisa lihat wajahnya, tapi saya bisa lihat dengan jelas baju yang dipakainya sama dengan yang dipakai bapak. Usai berpamitan dan mengucap salam, bapak pun berangkat.
And here I am, saya harus sendirian lagi malam ini, berharap gak ada yang datang untuk ngucapin terimakasih lagi. Saya hanya teringat kata-kata bapak ketika saya bertanya…
“Apa yang harus saya lakukan kalau nanti si peot, umh maksud saya lasmini datang lagi??”
Sambil mengemasi barang-barangnya, bapak menjawab
“Terserah kamu, kan sekarang kamu kakaknya!”
Entah apalah maksud omongan bapak itu, saya hanya bisa berharap keluarga ini tidak harus memperbarui Kartu keluarga lagi hanya karena sekarang saya punya adek baru. Saya perhatikan tempat sampah yang semalem saya pelototin itu
"Jadi, maksud si peot naruh nasi sisa saya itu karena balas budi. Karena dulu saya pernah bersihin makanannya yang jatuh. Hmmmm mungkin benar kata bapak, mereka hanya anak kecil. Membedakan makanan yang jatuh dan yang dibuangpun gak bisa. Tapi... tetep aja saya makan sampah!! Ueeeek"
Merasa jijik saya pun memutuskan untuk sholat dan maen basket, Sebelum masuk ke rumah, saya melihat Permen dan coklat yang lagi-lagi bapak gantung di depan pintu. Saya pun tersenyum, dan memakan semuanya.
Chapter 34
Januari 2015
00:00 WIB
JANGAN NAKAL!
GRUDUK!! GRUDUK!!
Suara truck pengangkut pasir lewat di depan rumah, sedikit banyak mengganggu saya. Belum lagi biasanya sekali lewat tidak hanya satu truck, tapi bisa 5 sampai 7 truck. Saya bisa merasakan tempat tidur saya bergetar yang semakin berisik karena kaca jendela dan cermin kamar juga bergetar. Belum lagi cahaya lampu truck yang masuk lewat ventilasi kamar saya, membuat kamar saya terang sesaat dan menyilaukan mata saya yang sedang ngantuk.
Saya pun berbalik arah yang tadinya tidur menghadap jendela, sekarang tidur menghadap lemari yang bersebrangan dengan jendela. Tapi cahaya itu masih saja mengganggu saya, saya tidak bisa apa-apa selain berharap truck itu cepat berlalu.
Tiga truck sudah yang lewat, saya bisa tahu karena saya menghitung berapa kali cahaya lampunya menerangi kamar saya.
Truck keempat lewat….
Truck kelima lewat….
Truck keenam lewat…
Dan……………….
Saya pun berhenti menghitung sampai truck keenam, karena sekarang saya menutup wajah saya dengan selimut tebal.
Semua truck sudah lewat, tapi badan saya tidak berhenti bergetar, padahal kasur saya sudah tidak bergerak sedikitpun.
Semua truck sudah lewat, tapi saya masih menutup mata saya erat-erat, padahal tidak ada lagi cahaya yang menyilaukan saya. Saya sudah sengaja tidak begadang, dan memilih tidur agar saat saya membuka mata yang pertama kali saya lihat adalah cahaya fajar yang menembus jendela. Tapi truck sialan itu menggagalkan rencana saya. Dan gara-gara lampunya itu saya harus melihat sesuatu yang tidak ingin saya lihat lagi.
Disana……………………..
Di depan lemari saya……………….
Cahaya dari lampu truck keenam sangat tepat menyinari wajahnya……
Wajahnya yang sedang tersenyum melihat saya tidur……..
Wajah yang langsung saya kenali walaupun hanya sekejap cahaya menyinarinya…..
Saya berusaha untuk tidak peduli, meskipun keringat dingin karena takut bercampur dengan keringat panas karena seluruh badan saya tertutup selimut.
-Kakak-
Darah saya berdesir keras. Udara dibawah selimut menjadi semakin pengap, Karena sekarang saya bernafas 2 kali lebih banyak dan 2 kali lebih cepat dari biasanya.
-Kakak-
Suara itu terasa semakin dekat, pertanda dia juga semakin dekat, tiba-tiba
Kreekkkk….
Kasur saya berbunyi, seperti ada seseorang yang menekannya
ATAU MENAIKINYA???
Saya pun semakin susah bernafas, karena udara di bawah selimut tebal ini semakin menipis. Suara nafas saya yang megap-megap terdengar semakin nyaring bahkan mungkin sampai keluar selimut, dan di antara nafas saya yang berburu saya bisa mendengar suara nafas lain
Yang pelan…… pelan………. Berhembus di telinga saya. Saya pun semakin gemetar dan kali ini diiringi dengan irama ketukan gigi atas dan gigi bawah saya. Dapat saya rasakan hawa panas dari mulutnya di bagian belakang telinga saya yang hanya dipisahkan oleh sehelai kain.
Dan dengan perlahan dia berbisik halus sekali
-Ka…kaaak, baa..nguun-
GEDEBUK!!!
Entah apa yang saya hantam, yang jelas gara-gara saya yang tiba-tiba beranjak bangun, si peot langsung nyungsep jatuh dari ranjang. Saya pun segera bergeser ke sisi kasur yang kebetulan berdempetan dengan dinding dimana jendela kamar saya berada.
Saya gelagapan menghirup nafas panjang sekali, seakan kepala saya habis dibenamkan ke air selama 5 menit. Tapi itu tidak berlangsung lama, sekarang lagi-lagi saya harus menahan nafas. Karena perlahan si peot yang jatuh ke lantai mulai bangkit.
Sedikit demi sedikit wujudnya mulai terlihat, dari mulai ujung kepala sampai sekarang jelas berdiri di hadapan saya. Rambutnya yang acak-acakan terlihat menutupi wajahnya.
“Sial! Sial! Sial! SIAAAL!!”
Ucap saya sambil menggigit ujung selimut.
Saya masih ingat apa yang terjadi ketika seseorang memukul anak pak jawi. Terlepas itu disengaja atau tidak. Si peot masih tidak beranjak dari tempat dia berdiri, tapi perlahan dia mengangkat tangan kananya, meletakkannya di pipi sebelah kanan. Dan perlahan-lahan melepasnya. Samar-samar saya melihat seperti ada benang ditarik dari pipinya, dan benarlah dugaan saya
Si peot menarik rumput yang selama ini menjahit bagian kanan mulutnya.
Mungkinkah benturan dengan saya tadi menyebabkan jahitannya lepas??
Saya hanya diam, sungguh saya tidak bisa membayangkan apa yang akan saya lihat di balik rambutnya yang panjang itu.
-Saa….kiit….-
Suara lirihnya tidak mampu mengembalikan rasa iba saya yang sudah hilang bersama akal sehat saya.
Saya hanya menggigit bibir, berusaha untuk tidak pingsan lagi.
Seperti bisa membaca pikiran saya, si peot menyibak rambutnya dengan sangat cepat dan berteriak
-SAAAAAAAAAAAKIIIIIIIIIIIIIIIIT KAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAK-
Heghhhhh!! Heghhhh!! Melihat wajah asli dari si peot membuat pandangan saya buram, dan leher saya kering. Ini perasaan yang sama yang saya rasakan sebelum pingsan. Ntah kenapa saya melihat tubuh si peot mulai miring
Ah bukan!!! Tapi tubuh saya yang sedikit demi sedikit mulai jatu
“Sial!! Saya harus pingsan kedua kalinya gara-gara anak kecil, anak kecil kampret!!! Mungkin setelah ini dia akan memanggil saya Almarhum, bukan kakak lagi”
“Kakak????”
Seperti mendapat kekuatan lagi, tangan kiri saya tiba-tiba menahan tubuh saya yang hampir jatuh. Dan perlahan-lahan pandangan saya yang buram kembali jelas. Saya sekarang mengerti maksud dari ucapan bapak tadi sore.
-Saaakiiiit saaa………..kiiiiit…………. kaaakaaaaaaak-
Kali ini si peot berteriak sambil meletakkan kedua tangannya di kasur dan mendekatkan mukanya di hadapan saya.
Sebisa mungkin saya menahan diri dari rasa takut, karena saya adalah kakaknya dan seorang kakak tidak akan pernah takut pada adiknya!
-SAAAAAAAAAAAAAAAAAAKIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIT KAAAAAAAAAAAAAAKAAAAAAA-
DEBUG!!
Bantal itu saya lempar tepat mengenai mulutnya yang lebar dan menjijikkan. Dengan kekuatan yang saya kumpulkan di sisa-sisa nafas yang saya punya, saya balas teriakan dia
“DIAAAAAAAAAAAAAAAM LASMINIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII KAMPREEEEEEEEEEEEEET!!!!”
Entah kenapa satu teriakan itu seperti menguras habis tenaga saya, saya ngos-ngosan, berkeringat dan entah kenapa saya juga menangis. Wajah si peot yang habis saya timpukin bantal itu menatap saya dengan tatapan kosong. Saya pun menguras pikiran, saya gak mau salah ngomong karena saya tahu apa akibatnya
“Kkkkaaaakkaaaak, miintaaaaa, kkaaaammmuuuuuu ddiiiaaaaam!! Ngerti??? Dek???”
Ya Allah, ada alasan kenapa Ibu saya ikut KB, karena bagi beliau tiga anak cukup!! Kenapa sekarang saya harus punya adek lagi????? Saya tidak tahu apa yang baru saja saya ucapkan tapi itu berhasil.
Si peot mengusap air matanya yang baru saya sadari kalau ternyata dia menangis, mungkin hantaman dari saya itu benar-benar sakit. Saya pun bisa melihat dengan jelas mulutnya, mulut yang saya kira cacat dan peot itu ternyata memang cacat tapi tidak peot. Apa mulut lebarnya yang gak wajar ini kurang seram, sehingga harus ditambah luka jahitan dari mulai bibir tengah, sampai ujung bibir sebelah kanan. Lagi pula siapa yang tega menjahit mulutnya?? Mungkin lebih tepatnya siapa yang berani menjahit mulutnya??
Anyway, saya tidak mau dia berlama-lama di kamar saya, jadi saya pun mulai mengajaknya bicara untuk pertama kalinya, sebagai kakak
“Dddeenger!!! Mmmulai sekarang, kkkamu gak usah lagi ddatang ke rumah kakak! Ngerti???”
Gila!! Kakak macam apa yang ngomong sama adeknya aja gemeteran? Si Peot merespond perintah saya dengan anggukan, dan dia pun kembali bicara
-mmaakasih kaakaak-
“yaaaaa yaaa ! Ok?? Makasih diterima dan cukup!! Kakak gak mau lagi denger kamu bilang makasih, sudah sewajarnya kakak membantu adeknya, ngerti??”
Lebih gila lagi, karena kali ini saya bicara dengan lancar seolah-olah yang ada di depan saya itu farah. Saya pun gak tahu dia ngerti apa yang saya omongin atau enggak, tapi yang jelas Lagi-lagi si peot mengangguk.
“Sekarang, kakak minta kamu pulang, kembali ke saudara-saudara kamu yang lain!! Sekarang juga!! Gak usah nunggu jam 3, Ngerti??”
Dan tanpa sepatah kata pun, si peot ngeluyur pergi melewati pintu dan itu membuat saya kaget, karena yang ada di pikiran saya selama ini dia itu bisa jalan menembus tempok, atau teleportasi atau…….
Ah karena penasaran, saya pun mengikutinya sampai ke ruang tamu.
Sesampainya di ruang tamu, dia berhenti di depan pintu keluar.
Saya yang memperhatikan dia dari pintu di koridor, merasa deg-degan karena saya yakin sebentar lagi dia akan menembus tembok
Krek!!
Si peot membuka pintu rumah saya yang ternyata memang lupa saya kunci. Ini mengingatkan saya akan kejadian kemarin malam.
Saat saya keluar untuk memasukkan motor dan menyapu, saya membuka dan menutup pintu tanpa di kunci.
Saat saya keluar untuk memeriksa coklat dan permen di pintu, saya juga membuka tanpa kunci. Saya baru mengunci pintu setelah masuk.
Dan saat saya pingsan, bapak saya menemukan saya pingsan di koridor kemudian membawa saya masuk ke kamar, bagaimana mungkin bapak bisa masuk??? Dia yang memberikan kunci rumah utama sama saya sebelum dia berangkat, dan hanya saya yang menyimpan cadangannya
Mungkin setelah saya pingsan, si peot keluar dari rumah lewat pintu utama yang kuncinya memang selalu ditinggalkan di pintu bagian dalam.
“Gila! Hehehe Gila! Memikirkan ini semua membuat saya gila, hahahahahahahahahahahahaha”
Saya tertawa terbahak-bahak seiring dengan kaki saya yang semakin lemas dan saya pingsan lagi di tempat yang sama.
Januari 2015
15.30 WIB
PESAN BAPAK
Seperti biasa bapak bersiap untuk berangkat kerja, hanya saja kali ini dia berangkat naik mobil pick up. Di belakang pick up itu, ada anak cewe seumuran saya, berkerudung dan memakai penutup mulut. Saya memang gak bisa lihat wajahnya, tapi saya bisa lihat dengan jelas baju yang dipakainya sama dengan yang dipakai bapak. Usai berpamitan dan mengucap salam, bapak pun berangkat.
And here I am, saya harus sendirian lagi malam ini, berharap gak ada yang datang untuk ngucapin terimakasih lagi. Saya hanya teringat kata-kata bapak ketika saya bertanya…
“Apa yang harus saya lakukan kalau nanti si peot, umh maksud saya lasmini datang lagi??”
Sambil mengemasi barang-barangnya, bapak menjawab
“Terserah kamu, kan sekarang kamu kakaknya!”
Entah apalah maksud omongan bapak itu, saya hanya bisa berharap keluarga ini tidak harus memperbarui Kartu keluarga lagi hanya karena sekarang saya punya adek baru. Saya perhatikan tempat sampah yang semalem saya pelototin itu
"Jadi, maksud si peot naruh nasi sisa saya itu karena balas budi. Karena dulu saya pernah bersihin makanannya yang jatuh. Hmmmm mungkin benar kata bapak, mereka hanya anak kecil. Membedakan makanan yang jatuh dan yang dibuangpun gak bisa. Tapi... tetep aja saya makan sampah!! Ueeeek"
Merasa jijik saya pun memutuskan untuk sholat dan maen basket, Sebelum masuk ke rumah, saya melihat Permen dan coklat yang lagi-lagi bapak gantung di depan pintu. Saya pun tersenyum, dan memakan semuanya.
Chapter 34
Januari 2015
00:00 WIB
JANGAN NAKAL!
GRUDUK!! GRUDUK!!
Suara truck pengangkut pasir lewat di depan rumah, sedikit banyak mengganggu saya. Belum lagi biasanya sekali lewat tidak hanya satu truck, tapi bisa 5 sampai 7 truck. Saya bisa merasakan tempat tidur saya bergetar yang semakin berisik karena kaca jendela dan cermin kamar juga bergetar. Belum lagi cahaya lampu truck yang masuk lewat ventilasi kamar saya, membuat kamar saya terang sesaat dan menyilaukan mata saya yang sedang ngantuk.
Saya pun berbalik arah yang tadinya tidur menghadap jendela, sekarang tidur menghadap lemari yang bersebrangan dengan jendela. Tapi cahaya itu masih saja mengganggu saya, saya tidak bisa apa-apa selain berharap truck itu cepat berlalu.
Tiga truck sudah yang lewat, saya bisa tahu karena saya menghitung berapa kali cahaya lampunya menerangi kamar saya.
Truck keempat lewat….
Truck kelima lewat….
Truck keenam lewat…
Dan……………….
Saya pun berhenti menghitung sampai truck keenam, karena sekarang saya menutup wajah saya dengan selimut tebal.
Semua truck sudah lewat, tapi badan saya tidak berhenti bergetar, padahal kasur saya sudah tidak bergerak sedikitpun.
Semua truck sudah lewat, tapi saya masih menutup mata saya erat-erat, padahal tidak ada lagi cahaya yang menyilaukan saya. Saya sudah sengaja tidak begadang, dan memilih tidur agar saat saya membuka mata yang pertama kali saya lihat adalah cahaya fajar yang menembus jendela. Tapi truck sialan itu menggagalkan rencana saya. Dan gara-gara lampunya itu saya harus melihat sesuatu yang tidak ingin saya lihat lagi.
Disana……………………..
Di depan lemari saya……………….
Cahaya dari lampu truck keenam sangat tepat menyinari wajahnya……
Wajahnya yang sedang tersenyum melihat saya tidur……..
Wajah yang langsung saya kenali walaupun hanya sekejap cahaya menyinarinya…..
Saya berusaha untuk tidak peduli, meskipun keringat dingin karena takut bercampur dengan keringat panas karena seluruh badan saya tertutup selimut.
-Kakak-
Darah saya berdesir keras. Udara dibawah selimut menjadi semakin pengap, Karena sekarang saya bernafas 2 kali lebih banyak dan 2 kali lebih cepat dari biasanya.
-Kakak-
Suara itu terasa semakin dekat, pertanda dia juga semakin dekat, tiba-tiba
Kreekkkk….
Kasur saya berbunyi, seperti ada seseorang yang menekannya
ATAU MENAIKINYA???
Saya pun semakin susah bernafas, karena udara di bawah selimut tebal ini semakin menipis. Suara nafas saya yang megap-megap terdengar semakin nyaring bahkan mungkin sampai keluar selimut, dan di antara nafas saya yang berburu saya bisa mendengar suara nafas lain
Yang pelan…… pelan………. Berhembus di telinga saya. Saya pun semakin gemetar dan kali ini diiringi dengan irama ketukan gigi atas dan gigi bawah saya. Dapat saya rasakan hawa panas dari mulutnya di bagian belakang telinga saya yang hanya dipisahkan oleh sehelai kain.
Dan dengan perlahan dia berbisik halus sekali
-Ka…kaaak, baa..nguun-
GEDEBUK!!!
Entah apa yang saya hantam, yang jelas gara-gara saya yang tiba-tiba beranjak bangun, si peot langsung nyungsep jatuh dari ranjang. Saya pun segera bergeser ke sisi kasur yang kebetulan berdempetan dengan dinding dimana jendela kamar saya berada.
Saya gelagapan menghirup nafas panjang sekali, seakan kepala saya habis dibenamkan ke air selama 5 menit. Tapi itu tidak berlangsung lama, sekarang lagi-lagi saya harus menahan nafas. Karena perlahan si peot yang jatuh ke lantai mulai bangkit.
Sedikit demi sedikit wujudnya mulai terlihat, dari mulai ujung kepala sampai sekarang jelas berdiri di hadapan saya. Rambutnya yang acak-acakan terlihat menutupi wajahnya.
“Sial! Sial! Sial! SIAAAL!!”
Ucap saya sambil menggigit ujung selimut.
Saya masih ingat apa yang terjadi ketika seseorang memukul anak pak jawi. Terlepas itu disengaja atau tidak. Si peot masih tidak beranjak dari tempat dia berdiri, tapi perlahan dia mengangkat tangan kananya, meletakkannya di pipi sebelah kanan. Dan perlahan-lahan melepasnya. Samar-samar saya melihat seperti ada benang ditarik dari pipinya, dan benarlah dugaan saya
Si peot menarik rumput yang selama ini menjahit bagian kanan mulutnya.
Mungkinkah benturan dengan saya tadi menyebabkan jahitannya lepas??
Saya hanya diam, sungguh saya tidak bisa membayangkan apa yang akan saya lihat di balik rambutnya yang panjang itu.
-Saa….kiit….-
Suara lirihnya tidak mampu mengembalikan rasa iba saya yang sudah hilang bersama akal sehat saya.
Saya hanya menggigit bibir, berusaha untuk tidak pingsan lagi.
Seperti bisa membaca pikiran saya, si peot menyibak rambutnya dengan sangat cepat dan berteriak
-SAAAAAAAAAAAKIIIIIIIIIIIIIIIIT KAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAK-
Heghhhhh!! Heghhhh!! Melihat wajah asli dari si peot membuat pandangan saya buram, dan leher saya kering. Ini perasaan yang sama yang saya rasakan sebelum pingsan. Ntah kenapa saya melihat tubuh si peot mulai miring
Ah bukan!!! Tapi tubuh saya yang sedikit demi sedikit mulai jatu
“Sial!! Saya harus pingsan kedua kalinya gara-gara anak kecil, anak kecil kampret!!! Mungkin setelah ini dia akan memanggil saya Almarhum, bukan kakak lagi”
“Kakak????”
Seperti mendapat kekuatan lagi, tangan kiri saya tiba-tiba menahan tubuh saya yang hampir jatuh. Dan perlahan-lahan pandangan saya yang buram kembali jelas. Saya sekarang mengerti maksud dari ucapan bapak tadi sore.
-Saaakiiiit saaa………..kiiiiit…………. kaaakaaaaaaak-
Kali ini si peot berteriak sambil meletakkan kedua tangannya di kasur dan mendekatkan mukanya di hadapan saya.
Sebisa mungkin saya menahan diri dari rasa takut, karena saya adalah kakaknya dan seorang kakak tidak akan pernah takut pada adiknya!
-SAAAAAAAAAAAAAAAAAAKIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIT KAAAAAAAAAAAAAAKAAAAAAA-
DEBUG!!
Bantal itu saya lempar tepat mengenai mulutnya yang lebar dan menjijikkan. Dengan kekuatan yang saya kumpulkan di sisa-sisa nafas yang saya punya, saya balas teriakan dia
“DIAAAAAAAAAAAAAAAM LASMINIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII KAMPREEEEEEEEEEEEEET!!!!”
Entah kenapa satu teriakan itu seperti menguras habis tenaga saya, saya ngos-ngosan, berkeringat dan entah kenapa saya juga menangis. Wajah si peot yang habis saya timpukin bantal itu menatap saya dengan tatapan kosong. Saya pun menguras pikiran, saya gak mau salah ngomong karena saya tahu apa akibatnya
“Kkkkaaaakkaaaak, miintaaaaa, kkaaaammmuuuuuu ddiiiaaaaam!! Ngerti??? Dek???”
Ya Allah, ada alasan kenapa Ibu saya ikut KB, karena bagi beliau tiga anak cukup!! Kenapa sekarang saya harus punya adek lagi????? Saya tidak tahu apa yang baru saja saya ucapkan tapi itu berhasil.
Si peot mengusap air matanya yang baru saya sadari kalau ternyata dia menangis, mungkin hantaman dari saya itu benar-benar sakit. Saya pun bisa melihat dengan jelas mulutnya, mulut yang saya kira cacat dan peot itu ternyata memang cacat tapi tidak peot. Apa mulut lebarnya yang gak wajar ini kurang seram, sehingga harus ditambah luka jahitan dari mulai bibir tengah, sampai ujung bibir sebelah kanan. Lagi pula siapa yang tega menjahit mulutnya?? Mungkin lebih tepatnya siapa yang berani menjahit mulutnya??
Anyway, saya tidak mau dia berlama-lama di kamar saya, jadi saya pun mulai mengajaknya bicara untuk pertama kalinya, sebagai kakak
“Dddeenger!!! Mmmulai sekarang, kkkamu gak usah lagi ddatang ke rumah kakak! Ngerti???”
Gila!! Kakak macam apa yang ngomong sama adeknya aja gemeteran? Si Peot merespond perintah saya dengan anggukan, dan dia pun kembali bicara
-mmaakasih kaakaak-
“yaaaaa yaaa ! Ok?? Makasih diterima dan cukup!! Kakak gak mau lagi denger kamu bilang makasih, sudah sewajarnya kakak membantu adeknya, ngerti??”
Lebih gila lagi, karena kali ini saya bicara dengan lancar seolah-olah yang ada di depan saya itu farah. Saya pun gak tahu dia ngerti apa yang saya omongin atau enggak, tapi yang jelas Lagi-lagi si peot mengangguk.
“Sekarang, kakak minta kamu pulang, kembali ke saudara-saudara kamu yang lain!! Sekarang juga!! Gak usah nunggu jam 3, Ngerti??”
Dan tanpa sepatah kata pun, si peot ngeluyur pergi melewati pintu dan itu membuat saya kaget, karena yang ada di pikiran saya selama ini dia itu bisa jalan menembus tempok, atau teleportasi atau…….
Ah karena penasaran, saya pun mengikutinya sampai ke ruang tamu.
Sesampainya di ruang tamu, dia berhenti di depan pintu keluar.
Saya yang memperhatikan dia dari pintu di koridor, merasa deg-degan karena saya yakin sebentar lagi dia akan menembus tembok
Krek!!
Si peot membuka pintu rumah saya yang ternyata memang lupa saya kunci. Ini mengingatkan saya akan kejadian kemarin malam.
Saat saya keluar untuk memasukkan motor dan menyapu, saya membuka dan menutup pintu tanpa di kunci.
Saat saya keluar untuk memeriksa coklat dan permen di pintu, saya juga membuka tanpa kunci. Saya baru mengunci pintu setelah masuk.
Dan saat saya pingsan, bapak saya menemukan saya pingsan di koridor kemudian membawa saya masuk ke kamar, bagaimana mungkin bapak bisa masuk??? Dia yang memberikan kunci rumah utama sama saya sebelum dia berangkat, dan hanya saya yang menyimpan cadangannya
Mungkin setelah saya pingsan, si peot keluar dari rumah lewat pintu utama yang kuncinya memang selalu ditinggalkan di pintu bagian dalam.
“Gila! Hehehe Gila! Memikirkan ini semua membuat saya gila, hahahahahahahahahahahahaha”
Saya tertawa terbahak-bahak seiring dengan kaki saya yang semakin lemas dan saya pingsan lagi di tempat yang sama.