MISTERI ANAK-ANAK PAK JAWI (VERSI LENGKAP) CHAPTER 39, 40
Chapter 39
Januari 2015
15:00 WIB
TERROR
Saya melesat dari Situbondo ke Soko Gede. Gara-gara jadwal kuliah yang molor, saya harus pulang telat. Sesampainya di kampung, bukan rumah yang saya tuju, tapi posko KKN. Saya gak tahu berita apa yang akan saya dapat disana, saya gak tahu apa yang sudah dini dan kawan-kawannya lalui semalem. Karena berapa kali pun bapak meyakinkan saya bahwa mereka adalah anak-anak biasa, tetap saja apa yang mereka lakukan pada warga adalah tindakan yang tidak normal. Dan akhirnya saya sampai di posko.
Aneh…….
Keadaan di posko biasa saja. Anak-anak kecil peserta pesantren kilat masih terlihat asyik maen, karena acara belum di mulai. Peserta KKN yang lain juga masih beraktivitas dengan normal, wali murid yang menunggu anaknya di halaman juga terlihat becanda satu sama lain. Seperti tidak terjadi apa-apa disini.
Saya pun mendekati posko, dari luar saya bisa melihat Dini tengah sibuk mempersiapkan acara. Seperti tidak ada apa-apa tadi malam. Melihat kedatangan saya, Dini pun segera menghampiri
“Assalamualaikum”
“Eh oh waalaikumsalam”
Jawab saya canggung, karena gimanapun juga harusnya saya yang mengucapkan salam terlebih dahulu, Saya kan tamu. Dan belum hilang rasa canggung saya, tiba-tiba saya bertanya
“Kamu gak apa-apa kan???”
Tentu saja Dini jadi salah tingkah. Tapi dia berusaha tenang, mungkin agar saya gak ngerasa malu
“Hmmm yaaa aku gak apa-apa mas, kennapaaaa emangnya??”
Gila!! Ngomong apa Saya??? Saya pun mencari alasan untuk menutupi pertanyaan bodoh saya
“Ummmmm enggak! Gini, maksud sayaaaa, kamu gak butuh bantuan apa-apa?? Semacam sumbangan gitu??”
APA’AN??? SUMBANGAN???? Dikira dia tukang minta-minta apa. Dari kejadian ini saya berpikir dalam hati
“Harusnya di pesantren di ajari cara ngomong yang baik sama cewek”
Beruntung Dini mengerti maksud saya. Dia hanya tersenyum
“Emmm iyaaa mas, sebenernya kami kekurangan konsumsi. Orang yang bertugas beli konsumsinya lagi jemput Ustad Ahmad, dan kalau harus bolak-balik kami takut gak nutut. Mungkin mas bisa bantu sayaaa emmmm aduuuh sebenernya gak enaakk”
“Bbbbbiiiisa!! BISA banget!!! Kebetulan temen saya pedagang kue. Jadi bisa saya pesenin sekarang, ntar saya jemput”
Jawab saya sok keren! Dini pun merespon dengan baik bantuan saya.
“Makasih ya Mas, oh ya! Saya tinggal dulu bentar”
Dini Pamit masuk ke dalam, saya pun segera menelfon “Mila” Temen saya yang jual kue. Saya memesan kue sebanyak 30 macam yang katanya bisa di jemput sebentar lagi. Saya pun langsung menuju motor, dan mengenakan helm. Ada perasaan lega sekaligus senang, soalnya bisa memberikan bantuan buat anak-anak tetangga dan anak-anak yatim ini, meskipun hanya sedikit.
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
Dan sekarang….. Apa???
Ada apa ini??
Kenapa orang-orang ini terdiam???
Mereka yang sedang ngobrol, mendadak diam seribu bahasa
Mereka yang sibuk dengan smartphonenya, dengan segera meletakkannya di saku mereka
Mereka yang sibuk menyapu halaman, dengan segera melepaskan sapunya,
Bahkan mereka yang sedang berkendara melewati gang kadal, berhenti seketika
Dan ketika saya bingung dengan keadaan ini, saya lebih dibuat bingung lagi dengan langit yang mendadak mendung.
Dan apapun yang orang ini lakukan barusan, sekarang mereka serempak melakukan hal yang sama
MENATAP LANGIT DI BELAKANG SAYA
Saya pun menoleh ke belakang, ke arah Posko, atau lebih tepatnya ke arah langit di atas posko. Pantas saja semua orang mendadak bengong, dan langit mendadak gelap. Karena saat ini……………….
Kepulan asap hitam pekat tengah menghiasi langit di atas posko
Tidak ada api, tidak ada tanda-tanda kebakaran. Dan setelah cukup lama melihat barulah saya sadar,
Kepulan asap ini berasal dari belakang posko,
Tanpa pikir panjang lagi saya langsung berlari menuju ke arah dimana asap itu berasal, yang tidak diragukan lagi ini berasal dari
Sumur Pak Jawi
Dini dan anak-anak kecil itu pun keluar dari posko
“Ada apa ya mas?? Kok gelap gini???”
Tidak ada waktu bagi saya untuk menjawab pertanyaan Dini, saya masih berlari menuju Sumur pak jawi, disusul oleh beberapa warga
Dan benar dugaan saya! Sumur pak jawi mengeluarkan asap hitam pekat yang bahkan lebih hitam dari asap cerobong pabrik. Sementara di samping sumur berdiri, tiga orang mahasiswa dan seorang mahasiswi. Salah satu dari mereka memegang korek, dan sisanya memegang keranjang sampah.
“Jangan bilang kalian sudah membakar sampah kalian di dalam sumur itu???”
Tanya saya dengan nada mengancam. Sementara mahasiswa itu kebingugan antara menjawab pertanyaan saya, atau menutup hidung dan matanya yang mulai panas
Warga pun sontak menjadi marah
“Ngapain kalian buka sumur itu?”
“Kenapa kalian buka sumurnya??!!!”
“Tutup lagi oy!!”
“Bahaya nih asap woy!!’
“Disini banyak anak kecil oy”
Ketiga mahasiswa itu menjadi semakin bingung, mereka pun ngeluyur pergi menjauhi sumur, tanpa ada sedikitpun rasa tanggung jawab untuk menutupnya. Asap semakin tinggi, lebih tinggi dari pohon ketapang di sampingnya.
Warga pun berlarian, bergotong royong untuk menutup sumurnya, tanpa berpikir untuk memadamkan asapnya terlebih dahulu.
“Pak!! Disiram air dulu pak!!””
Tidak satu pun dari warga yang mau mendengarkan saya, itu membuat saya sangat kesal. Belum hilang rasa kesal saya, saya melihat di samping posko, Tiga orang yang jadi tetek bengek asap ini malah tertawa, menertawakan kecerobohan mereka sendiri yang mungkin bisa jadi malapetaka bagi orang lain.
Saya samperin mereka. Melihat saya mendekat mereka pun berhenti tertawa dan kali ini bertindak sok.
“Mau apa loe??”
BUK!
Ini pertama kalinya dalam hidup saya, saya memukul wajah orang. Keras sekali sampai dia terhunyung ke dinding posko, sebelum akhirnya jatuh. Dengan penuh marah saya katakan pada dua orang sisanya...
“APA?? KALIAN JUGA MAU?? SAYA SUDAH PERNAH NONJOK ORANG YANG MULUTNYA LEBIH LEBAR DARI MULUT KALIAN!”
Anjay! Gertakan macam apa itu?? Mungkin karena sebelum ini satu-satunya manusia yang saya pukul wajahnya hanyalah si peot, itupun gak sengaja.
Dini hanya diam melihat temannya saya pukul.
Sementara itu, warga terlihat sudah selesai menutup sumur, beberapa diantara mereka segera berlari menjauh, jongkok dan ambil nafas. Saya tidak bisa melihat dengan jelas karena asap hitam yang awalnya ke atas, sekarang justru menyebar luas di halaman.
Tapi itu tidak berlangsung lama, karena perlahan-lahan asap hitam itu semakin menipis, menipis dan hilang.
Saya dan semua yang ada disitu pun lega. Tidak ada lagi asap yang tersisa, meskipun di langit, kegelapan masih sedikit menyelimuti posko. Dan pelan – pelan angin membawa sisa-sisa awan pekat itu ke berbagai penjuru.
“Horeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee, abis dah gak gelap lagi??? Kirain itu tadi monster yok”
Suara anak-anak kecil bersorak-sorai, merayakan kemenangan mereka melawan monster.
Saya hanya tertawa, Dini pun terlihat lega, begitu juga dengan wali murid yang sekarang sedang antri di kran air untuk cuci muka.
Akhirnya keadaan kembali seperti.....
UEEEK!!
Salah satu anak tiba-tiba saja muntah
“Kok bau ya??”
“Bau apa?? Gak ada kok”
“Iyaaa nih, bau Uuuuek”
“Hmmmmmmphh iyaa, bau yok!”
“Uuuuek!!!”
Suara muntah anak-anak terdengar silih berganti. Saya tidak mengerti, apa yang bau??? Saya tidak mencium bau apa-apa??? Hal itu membuat wali murid panik, tentu saja sebelum akhirnya mereka juga mulai muntah – muntah
“Yaa Allah, BAU BUSUK APA INI??”
Teriak salah satu bapak-bapak, yang kemudian disusul oleh suara mual dan muntah orang – orang di sekitar posko.
DISEKITAR???
TIdak, bahkan orang-orang yang ada di luar pagar pun terlihat muntah-muntah.
Saya melihat di sekeliling, ke kanan, ke kiri, ke semua arah! Hanya ada orang-orang yang sedang jongkok dan berusaha mengeluarkan muntahnya. Belum lagi seorang anak kecil pingsan karena kehabisan cairan, orang tuanya hanya bisa menggendongnya sambil sempoyongan, karena dia juga sedang menahan mual yang luar biasa. Dan sekarang semua suara yang saya dengar adalah suara orang mual dan suara jatuhnya muntah mereka. Sebelum akhirnya mereka lemas tanpa terkecuali.
KECUALI SAYA!!
Saya baru sadar kalau dari tadi saya mengenakan helm bermasker, jadi bau busuk itu tidak begitu menyengat di hidung saya. Meskipun sedikit-demi sedikit saya mulai mencium bau apa yang yang membuat warga menjadi muntah
BAU BUSUK KOTORAN HEWAN YANG SANGAT MENYENGAT
Chapter 40
Januari 2015
15.40
LAUTAN MUNTAH
Keadaan semakin tenang, tidak lagi terdengar suara orang muntah dan mual, setidaknya tidak sebanyak tadi. Tapi itu bukan berarti masalah teratasi, sekarang semua orang mulai kehilangan kesadarannya satu persatu.
Saya, Dini, dan beberapa temannya yang sekarang memakai helm dan menutup mulutnya dengan kain, bergantian menolong orang-orang dengan memberikan air, tapi air itu dimuntahkan lagi.
Saya pun mondar mandir menelpon teman, agar segera mengirimkan kendaraan ke tempat ini. Karena tidak mungkin membawa mereka satu persatu.
“SIAAAAAAAAL!!!! INI SEMUA GARA-GARA KALIAAAAN!!”
Saya berhenti marah, karena tiga orang penyebab kekacauan ini sekarang sudah tidak sadarkan diri.
Dini berusaha menenangkan saya. Tapi tidak berhasil.
“Anak-anak kecil ini, mereka harus segera dibawa ke puskesmas. Dan ini sudah hampir jam 4 sore, puskesmas pasti tutup”
Saya mulai emosi, tapi tidak tahu pada siapa. Dapat saya rasakan, tanah mulai basah gara-gara muntah warga dan anak-anak, dan bau muntahnya menambah busuk aroma sekitar.
TIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIN TIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIN
Sebuah mobil pickup datang, dan segera masuk ke halaman. Kemudian Adi, dan beberapa warga yang mengenakan helm dan masker pun keluar dan segera menggotong warga yang pingsan dan lemas.
"Sorry bang lama!!! Kami kesulitan masuk gara-gara banyak orang yang duduk lemas di pinggir jalan"
“Gak apa-apa!!! Utamakan anak kecil dulu!!”
Kami pun bergotong royong menaikkan anak-anak malang ini, dan beberapa orang yang sudah kritis ke mobil.
Ketika sudah dirasa penuh, Mobil itu pun berangkat. Saya ikut naik di pick up bersama Dini dan dua orang temannya. Sedangkan tiga orang teman sisanya menunggu mobil selanjutnya datang.
“Sebentar lagi, mobil kedua datang!! Kalian tunggu aja disini!! Kita ketemu di Puskesmas!!”
Teriak dini, sedangkan teman-temannya hanya mengangguk lemas.
Keluar dari gang kadal, mobil pick up hitam ini pun melaju cepat menuju puskesmas. Saya merasa iba melihat anak-anak kecil ini tergeletak lemas. Saya tidak bisa membayangkan kalau faza jadi pulang kemarin, mungkin dia juga akan mengalami nasib yang sama.
Tiba-tiba HP saya berdering
Mila si penjual kue menelpon. Tapi saat saya mencoba menjawab telponnya, tiba-tiba mobil ini ngerem mendadak, sehinggal handphone saya dan juga saya jatuh.
“Sialan!! Bisa nyetir gak sih???”
Saya dan beberapa mahasiswa yang jatuh segera bangkit.
Dan..... Kami berdiri hanya untuk menyaksikan pemandangan yang luar biasa, yang mungkin tidak pernah terjadi di desa ini sejak dulu.
Saya meraih HP saya, dan menjawab telpon mila
“Sorry mil, saya gak bisa jemput kuenya sekarang”
“Kenapa???”
“Karena sepertinya saya harus antri berhari-hari di puskesmas”
Ucap saya sambil tertegun melihat
Antrian panjang warga di puskesmas yang mengular, jauh bahkan sampai ke jalan dan menyebabkan macet!! Belum lagi suara teriakan warga yang kesakitan, semakin membuat suasana mencekam. Bau yang keluar dari sumur itu, bukan hanya tersebar ke satu kompleks
TAPI KE SELURUH DESA
Januari 2015
15:00 WIB
TERROR
Saya melesat dari Situbondo ke Soko Gede. Gara-gara jadwal kuliah yang molor, saya harus pulang telat. Sesampainya di kampung, bukan rumah yang saya tuju, tapi posko KKN. Saya gak tahu berita apa yang akan saya dapat disana, saya gak tahu apa yang sudah dini dan kawan-kawannya lalui semalem. Karena berapa kali pun bapak meyakinkan saya bahwa mereka adalah anak-anak biasa, tetap saja apa yang mereka lakukan pada warga adalah tindakan yang tidak normal. Dan akhirnya saya sampai di posko.
Aneh…….
Keadaan di posko biasa saja. Anak-anak kecil peserta pesantren kilat masih terlihat asyik maen, karena acara belum di mulai. Peserta KKN yang lain juga masih beraktivitas dengan normal, wali murid yang menunggu anaknya di halaman juga terlihat becanda satu sama lain. Seperti tidak terjadi apa-apa disini.
Saya pun mendekati posko, dari luar saya bisa melihat Dini tengah sibuk mempersiapkan acara. Seperti tidak ada apa-apa tadi malam. Melihat kedatangan saya, Dini pun segera menghampiri
“Assalamualaikum”
“Eh oh waalaikumsalam”
Jawab saya canggung, karena gimanapun juga harusnya saya yang mengucapkan salam terlebih dahulu, Saya kan tamu. Dan belum hilang rasa canggung saya, tiba-tiba saya bertanya
“Kamu gak apa-apa kan???”
Tentu saja Dini jadi salah tingkah. Tapi dia berusaha tenang, mungkin agar saya gak ngerasa malu
“Hmmm yaaa aku gak apa-apa mas, kennapaaaa emangnya??”
Gila!! Ngomong apa Saya??? Saya pun mencari alasan untuk menutupi pertanyaan bodoh saya
“Ummmmm enggak! Gini, maksud sayaaaa, kamu gak butuh bantuan apa-apa?? Semacam sumbangan gitu??”
APA’AN??? SUMBANGAN???? Dikira dia tukang minta-minta apa. Dari kejadian ini saya berpikir dalam hati
“Harusnya di pesantren di ajari cara ngomong yang baik sama cewek”
Beruntung Dini mengerti maksud saya. Dia hanya tersenyum
“Emmm iyaaa mas, sebenernya kami kekurangan konsumsi. Orang yang bertugas beli konsumsinya lagi jemput Ustad Ahmad, dan kalau harus bolak-balik kami takut gak nutut. Mungkin mas bisa bantu sayaaa emmmm aduuuh sebenernya gak enaakk”
“Bbbbbiiiisa!! BISA banget!!! Kebetulan temen saya pedagang kue. Jadi bisa saya pesenin sekarang, ntar saya jemput”
Jawab saya sok keren! Dini pun merespon dengan baik bantuan saya.
“Makasih ya Mas, oh ya! Saya tinggal dulu bentar”
Dini Pamit masuk ke dalam, saya pun segera menelfon “Mila” Temen saya yang jual kue. Saya memesan kue sebanyak 30 macam yang katanya bisa di jemput sebentar lagi. Saya pun langsung menuju motor, dan mengenakan helm. Ada perasaan lega sekaligus senang, soalnya bisa memberikan bantuan buat anak-anak tetangga dan anak-anak yatim ini, meskipun hanya sedikit.
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
Dan sekarang….. Apa???
Ada apa ini??
Kenapa orang-orang ini terdiam???
Mereka yang sedang ngobrol, mendadak diam seribu bahasa
Mereka yang sibuk dengan smartphonenya, dengan segera meletakkannya di saku mereka
Mereka yang sibuk menyapu halaman, dengan segera melepaskan sapunya,
Bahkan mereka yang sedang berkendara melewati gang kadal, berhenti seketika
Dan ketika saya bingung dengan keadaan ini, saya lebih dibuat bingung lagi dengan langit yang mendadak mendung.
Dan apapun yang orang ini lakukan barusan, sekarang mereka serempak melakukan hal yang sama
MENATAP LANGIT DI BELAKANG SAYA
Saya pun menoleh ke belakang, ke arah Posko, atau lebih tepatnya ke arah langit di atas posko. Pantas saja semua orang mendadak bengong, dan langit mendadak gelap. Karena saat ini……………….
Kepulan asap hitam pekat tengah menghiasi langit di atas posko
Tidak ada api, tidak ada tanda-tanda kebakaran. Dan setelah cukup lama melihat barulah saya sadar,
Kepulan asap ini berasal dari belakang posko,
Tanpa pikir panjang lagi saya langsung berlari menuju ke arah dimana asap itu berasal, yang tidak diragukan lagi ini berasal dari
Sumur Pak Jawi
Dini dan anak-anak kecil itu pun keluar dari posko
“Ada apa ya mas?? Kok gelap gini???”
Tidak ada waktu bagi saya untuk menjawab pertanyaan Dini, saya masih berlari menuju Sumur pak jawi, disusul oleh beberapa warga
Dan benar dugaan saya! Sumur pak jawi mengeluarkan asap hitam pekat yang bahkan lebih hitam dari asap cerobong pabrik. Sementara di samping sumur berdiri, tiga orang mahasiswa dan seorang mahasiswi. Salah satu dari mereka memegang korek, dan sisanya memegang keranjang sampah.
“Jangan bilang kalian sudah membakar sampah kalian di dalam sumur itu???”
Tanya saya dengan nada mengancam. Sementara mahasiswa itu kebingugan antara menjawab pertanyaan saya, atau menutup hidung dan matanya yang mulai panas
Warga pun sontak menjadi marah
“Ngapain kalian buka sumur itu?”
“Kenapa kalian buka sumurnya??!!!”
“Tutup lagi oy!!”
“Bahaya nih asap woy!!’
“Disini banyak anak kecil oy”
Ketiga mahasiswa itu menjadi semakin bingung, mereka pun ngeluyur pergi menjauhi sumur, tanpa ada sedikitpun rasa tanggung jawab untuk menutupnya. Asap semakin tinggi, lebih tinggi dari pohon ketapang di sampingnya.
Warga pun berlarian, bergotong royong untuk menutup sumurnya, tanpa berpikir untuk memadamkan asapnya terlebih dahulu.
“Pak!! Disiram air dulu pak!!””
Tidak satu pun dari warga yang mau mendengarkan saya, itu membuat saya sangat kesal. Belum hilang rasa kesal saya, saya melihat di samping posko, Tiga orang yang jadi tetek bengek asap ini malah tertawa, menertawakan kecerobohan mereka sendiri yang mungkin bisa jadi malapetaka bagi orang lain.
Saya samperin mereka. Melihat saya mendekat mereka pun berhenti tertawa dan kali ini bertindak sok.
“Mau apa loe??”
BUK!
Ini pertama kalinya dalam hidup saya, saya memukul wajah orang. Keras sekali sampai dia terhunyung ke dinding posko, sebelum akhirnya jatuh. Dengan penuh marah saya katakan pada dua orang sisanya...
“APA?? KALIAN JUGA MAU?? SAYA SUDAH PERNAH NONJOK ORANG YANG MULUTNYA LEBIH LEBAR DARI MULUT KALIAN!”
Anjay! Gertakan macam apa itu?? Mungkin karena sebelum ini satu-satunya manusia yang saya pukul wajahnya hanyalah si peot, itupun gak sengaja.
Dini hanya diam melihat temannya saya pukul.
Sementara itu, warga terlihat sudah selesai menutup sumur, beberapa diantara mereka segera berlari menjauh, jongkok dan ambil nafas. Saya tidak bisa melihat dengan jelas karena asap hitam yang awalnya ke atas, sekarang justru menyebar luas di halaman.
Tapi itu tidak berlangsung lama, karena perlahan-lahan asap hitam itu semakin menipis, menipis dan hilang.
Saya dan semua yang ada disitu pun lega. Tidak ada lagi asap yang tersisa, meskipun di langit, kegelapan masih sedikit menyelimuti posko. Dan pelan – pelan angin membawa sisa-sisa awan pekat itu ke berbagai penjuru.
“Horeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee, abis dah gak gelap lagi??? Kirain itu tadi monster yok”
Suara anak-anak kecil bersorak-sorai, merayakan kemenangan mereka melawan monster.
Saya hanya tertawa, Dini pun terlihat lega, begitu juga dengan wali murid yang sekarang sedang antri di kran air untuk cuci muka.
Akhirnya keadaan kembali seperti.....
UEEEK!!
Salah satu anak tiba-tiba saja muntah
“Kok bau ya??”
“Bau apa?? Gak ada kok”
“Iyaaa nih, bau Uuuuek”
“Hmmmmmmphh iyaa, bau yok!”
“Uuuuek!!!”
Suara muntah anak-anak terdengar silih berganti. Saya tidak mengerti, apa yang bau??? Saya tidak mencium bau apa-apa??? Hal itu membuat wali murid panik, tentu saja sebelum akhirnya mereka juga mulai muntah – muntah
“Yaa Allah, BAU BUSUK APA INI??”
Teriak salah satu bapak-bapak, yang kemudian disusul oleh suara mual dan muntah orang – orang di sekitar posko.
DISEKITAR???
TIdak, bahkan orang-orang yang ada di luar pagar pun terlihat muntah-muntah.
Saya melihat di sekeliling, ke kanan, ke kiri, ke semua arah! Hanya ada orang-orang yang sedang jongkok dan berusaha mengeluarkan muntahnya. Belum lagi seorang anak kecil pingsan karena kehabisan cairan, orang tuanya hanya bisa menggendongnya sambil sempoyongan, karena dia juga sedang menahan mual yang luar biasa. Dan sekarang semua suara yang saya dengar adalah suara orang mual dan suara jatuhnya muntah mereka. Sebelum akhirnya mereka lemas tanpa terkecuali.
KECUALI SAYA!!
Saya baru sadar kalau dari tadi saya mengenakan helm bermasker, jadi bau busuk itu tidak begitu menyengat di hidung saya. Meskipun sedikit-demi sedikit saya mulai mencium bau apa yang yang membuat warga menjadi muntah
BAU BUSUK KOTORAN HEWAN YANG SANGAT MENYENGAT
Chapter 40
Januari 2015
15.40
LAUTAN MUNTAH
Keadaan semakin tenang, tidak lagi terdengar suara orang muntah dan mual, setidaknya tidak sebanyak tadi. Tapi itu bukan berarti masalah teratasi, sekarang semua orang mulai kehilangan kesadarannya satu persatu.
Saya, Dini, dan beberapa temannya yang sekarang memakai helm dan menutup mulutnya dengan kain, bergantian menolong orang-orang dengan memberikan air, tapi air itu dimuntahkan lagi.
Saya pun mondar mandir menelpon teman, agar segera mengirimkan kendaraan ke tempat ini. Karena tidak mungkin membawa mereka satu persatu.
“SIAAAAAAAAL!!!! INI SEMUA GARA-GARA KALIAAAAN!!”
Saya berhenti marah, karena tiga orang penyebab kekacauan ini sekarang sudah tidak sadarkan diri.
Dini berusaha menenangkan saya. Tapi tidak berhasil.
“Anak-anak kecil ini, mereka harus segera dibawa ke puskesmas. Dan ini sudah hampir jam 4 sore, puskesmas pasti tutup”
Saya mulai emosi, tapi tidak tahu pada siapa. Dapat saya rasakan, tanah mulai basah gara-gara muntah warga dan anak-anak, dan bau muntahnya menambah busuk aroma sekitar.
TIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIN TIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIN
Sebuah mobil pickup datang, dan segera masuk ke halaman. Kemudian Adi, dan beberapa warga yang mengenakan helm dan masker pun keluar dan segera menggotong warga yang pingsan dan lemas.
"Sorry bang lama!!! Kami kesulitan masuk gara-gara banyak orang yang duduk lemas di pinggir jalan"
“Gak apa-apa!!! Utamakan anak kecil dulu!!”
Kami pun bergotong royong menaikkan anak-anak malang ini, dan beberapa orang yang sudah kritis ke mobil.
Ketika sudah dirasa penuh, Mobil itu pun berangkat. Saya ikut naik di pick up bersama Dini dan dua orang temannya. Sedangkan tiga orang teman sisanya menunggu mobil selanjutnya datang.
“Sebentar lagi, mobil kedua datang!! Kalian tunggu aja disini!! Kita ketemu di Puskesmas!!”
Teriak dini, sedangkan teman-temannya hanya mengangguk lemas.
Keluar dari gang kadal, mobil pick up hitam ini pun melaju cepat menuju puskesmas. Saya merasa iba melihat anak-anak kecil ini tergeletak lemas. Saya tidak bisa membayangkan kalau faza jadi pulang kemarin, mungkin dia juga akan mengalami nasib yang sama.
Tiba-tiba HP saya berdering
Mila si penjual kue menelpon. Tapi saat saya mencoba menjawab telponnya, tiba-tiba mobil ini ngerem mendadak, sehinggal handphone saya dan juga saya jatuh.
“Sialan!! Bisa nyetir gak sih???”
Saya dan beberapa mahasiswa yang jatuh segera bangkit.
Dan..... Kami berdiri hanya untuk menyaksikan pemandangan yang luar biasa, yang mungkin tidak pernah terjadi di desa ini sejak dulu.
Saya meraih HP saya, dan menjawab telpon mila
“Sorry mil, saya gak bisa jemput kuenya sekarang”
“Kenapa???”
“Karena sepertinya saya harus antri berhari-hari di puskesmas”
Ucap saya sambil tertegun melihat
Antrian panjang warga di puskesmas yang mengular, jauh bahkan sampai ke jalan dan menyebabkan macet!! Belum lagi suara teriakan warga yang kesakitan, semakin membuat suasana mencekam. Bau yang keluar dari sumur itu, bukan hanya tersebar ke satu kompleks
TAPI KE SELURUH DESA