MISTERI ANAK-ANAK PAK JAWI CHAPTER 59, 60
Chapter 59
Januari 2015
00.30 WIB
TRAGIS
Saat ini, di ruang tamu saya yang sempit. Empat orang sedang berkumpul, merencanakan sesuatu yang mungkin akan jadi akhir dari semua masalah di desa ini. Perbincangan yang menegangkan itu pun dimulai oleh Pak Arman. Beliau menceritakan bahwa anak kecil yang saya lihat barusan itu adalah Yuda, dia adalah anak kandung pak jawi, setidaknya dulunya adalah anak kandung pak jawi, karena sebenarnya Yuda sudah meninggal.
Tentu saja saya kaget! Dan tentu saja hanya saya yang kaget. Entah kenapa saya seperti satu-satunya orang yang tidak tahu apa-apa di ruangan ini. Pak Arman pun melanjutkan ceritanya…
“Yuda adalah anak Pak Ahsan satu-satunya, tugasnya sebagai seorang dokter membuat dia jarang sekali di rumah. Berkali-kali Pak Ahsan dipanggil ke medan perang sebagai ketua divisi medis. Dan sekali pergi biasanya sampai setahun, bahkan pernah sampai tiga tahun. Karena itu, kesempatannya untuk punya anak lagi sangat kecil”
“Lalu istrinya??”
Tanya saya penasaran. Saya tidak menyangka akan mendengar kisah masa lalu Pak Jawi malam ini.
“Marni, dia adalah istri yang baik. Tidak pernah mengeluh akan tugas suaminya, bagi marni rasa cinta suaminya pada Negara ini adalah sebuah kebanggaan yang akan diwariskan pada anaknya nanti”
Kami semua terdiam mendengar apa yang diceritakan Pak Arman. Dan lagi-lagi, hanya saya yang kelihatan terharu mendengar cerita beliau, maulida dan bapak terlihat santai saja. Akhirnya untuk menghibur pak arman, saya pun beranikan diri berkata….
“Pak Jawi adalah ayah yang baik, pantas kalau mendapatkan pendamping yang baik juga”
Ucapan saya tidak membuat pak arman tersenyum, beliau malah semakin memasang wajah serius. Kemudian Pak Arman memulai cerita selanjutnya dengan sebuah pertanyaan….
“Benarkah??? Benarkah yang nak Danil bilang itu??? Karena cerita selanjutnya mungkin akan membuat nak Danil menarik ucapan nak Danil itu”
Kali ini apa yang dikatakan pak arman bukan hanya membuat saya kaget, tapi juga membuat maulida dan bapak saya gelisah. Mungkin yang akan diceritakan oleh pak arman ini, belum sempat mereka dengar. Pak arman menghela nafas panjang dan mulai bercerita…..
“Malam itu, malam yang naas bagi keluarga Pak Ahsan. Karena Yuda, anak kandungnya dibunuh oleh orang yang nyawanya sudah Pak Ahsan selamatkan. Ya! Yuda dibunuh oleh pasien pak ahsan sendiri. Saya yang waktu itu memang sedang menuju rumah Pak Ahsan untuk menyambut kedatangan Abang saya satu-satunya itu, tiba-tiba mendengar suara tembakan. Saya berusaha untuk tidak bertindak gegabah, jadi sebelum masuk ke dalam, saya melihat lebih dahulu lewat jendela dan……
Pak Ahsan mengambil nafas sambil meminum kopi pahit yang dari tadi dipegangnya. Kemudian beliau melanjutkan ceritanya
“Dan saat saya masuk ke dalam rumahnya, Yuda dan Marni sudah tergeletak tidak bernyawa, begitu juga dengan gadis yang menembak Yuda. Pak Ahsan hanya berdiri terdiam syok melihat dua keluarganya direnggut nyawanya dalam satu malam”
Mendengar cerita Pak Arman, amarah saya meledak-ledak. Bagaimana mungkin seorang pasien tega melakukan hal itu pada keluarga dokter yang sudah menyelamatkannya.
“Jahanam!!! Jadi Keluarga Pak Jawi, maksud saya Dokter Ahsan dibunuh oleh seorang gadis, yang sudah diselamatkan nyawanya??? Ternyata dunia ini memang sudah kejam dari dulu”
Pak Arman meletakkan kopinya ke meja. Kemudian menatap saya, dan berkata
“Saya belum selesai cerita”
Saya, maulida dan bapak yang baru saja selesai menghembuskan nafas karena sejak tadi kami tahan, sepertinya harus menahan nafas lagi. Pak Arman pun melanjutkan ceritanya, tapi kali ini dengan suara yang bergetar
“Yuda……. Yuda memang dibunuh oleh gadis itu, tapi Marniiii…….
PAK AHSAN LAH YANG SUDAH MEMBUNUH MARNI
Suasana ruang tamu tidak pernah setegang itu. Bapak saya harus mengangkat lehernya karena kaget, bahkan maulida yang biasanya tenang, sekarang mulai tampak gelisah. Lalu saya???? Saya menahan diri untuk tidak bereaksi dulu, karena takut cerita ini belum selesai. Dengan mata berlinang, Pak Arman melanjutkan ceritanya
“Setelah gadis itu menembak Yuda, Pak Ahsan kalap! Dia langsung menyerang gadis itu dengan pisau. Pisau yang sebelumnya dipakai untuk menyelamatkan nyawa gadis itu, kini dipakai untuk merenggut nyawanya. Gadis itupun tewas seketika. Pak Ahsan segera menghampiri Yuda yang sudah tidak bernyawa. Beliau menangis sekeras-kerasnya, mungkin ini kali pertamanya dia menangis melihat mayat. Karena meskipun dia adalah dokter, dia tidak akan bisa menyembuhkan hatinya yang hancur. Marni pun menangis, dan memohon agar suaminya menyelamatkan Yuda.
“Obati dia Uda, Obati Diaaaaaa”
Tapi pak ahsan tiba-tiba berhenti menangis. Dia menatap kosong ke langit-langit. Pak Ahsan berdiri, dan menodongkan pistol tepat ke kening istrinya. Pistol yang sama dengan yang dipakai gadis itu untuk membunuh yuda, entah kapan pak ahsan mengambilnya. Marni pun terkejut dengan apa yang dilakukan suaminya.
“Udaaaaa?? Apa maksudnya ini??”
Pak ahsan tidak menjawab pertanyaan marni, dia malah menarik pelatuk pistol itu. Merasa nyawanya terancam marni pun meminta maaf….
“Jadi Uda sudah tahu, maafkan marniiiii maafkan marniiii, tolong jangan bunuh marniiii, tolong.... jangan bunuh marniiiii…… udah selamatkan nyawa anak kita, kita bisa bicarakan ini nan……..”
DOR!
Pak Ahsan tidak mau menunggu marni selesai bicara, setelah bunyi tembakan kedua itu, marni pun terkapar tak bernyawa. Hanya sepatah kata yang pak ahsan ucapkan
“Dia bukan anak mu! Dia bukan anak Iblis!”
…………………………………………………………………………………………………………
Kami semua diam, tidak satupun ada yang bisa berkata-kata. Sungguh tragis kisah hidup pak ahsan. Dan setelah cukup lama terdiam, maulida yang biasanya cuek tidak peduli, tiba-tiba bertanya
“Kenapa?? Kenapa Pak Jawi membunuh Istrinya???????”
Pak Arman menjawab dengan wajah penuh dendam…
“Marniiiii, dia berselingkuh!! Dia sering mengajak laki-laki lain tidur dengannya di rumah pak ahsan, di ranjang pak ahsan. Pak Ahsan sengaja pulang lebih cepat dari yang dia kabarkan di surat, agar bisa memergoki marni dan melihat dengan mata kepalanya sendiri. Dan benarlah! Malam sebelum marni terbunuh, pak ahsan melihat Dua laki-laki di depan rumahnya, sementara marni membukakan pintu dengan sangat senang, bahkan mencium kedua laki-laki itu, sebelum akhirnya mengajaknya masuk.”
Pak ahsan mendatangi saya untuk menceritakan semuanya, untuk mencurahkan isi hatinya yang sedang hancur. Tapi saat itu saya tidak di rumah. Saya sedang bertugas keluar kampung. Dan malam itu, ketika saya berharap bisa mengadakan pesta kepulangan abang saya tercinta, saya melihat pesta kematian menari-nari dari balik jendela rumahnya.
Entahlah, semua itu terjadi dengan sangat cepat, tidak butuh jeda yang lama antara bunyi tembakan pertama dan kedua. Dan setelah cukup lama berdiri di samping jendela, setelah kaki saya berhenti bergetar. Saya pun masuk ke dalam, pura-pura terkejut dan pura-pura tidak tahu, sementara pak ahsan pura-pura menangisi kematian istrinya. Hanya satu yang saya tahu, tangisnya untuk Yuda, bukanlah pura-pura. Pak Ahsan sangat menyayangi anaknya itu.
Apapun yang sudah pak ahsan lakukan, saya memilih untuk bungkam. Saya merekayasa kejadian malam itu dengan menjadi saksi, bahwa gadis itu sudah membunuh Yuda dan Marni. Dan karena syok, gadis itu pun menusuk lehernya sendiri dengan pisau. Setidaknya itulah cerita yang dipercaya orang-orang kampung, bahkan sampai saat ini.
Kecuali Pak Ahsan, jika ada orang yang bertanya tentang tragedi di malam itu, pak ahsan selalu menjawab
“Istri saya punya penyakit jantung, dan gadis itu bunuh diri”
Entahlah! Mungkin pak ahsan tidak terima kalau kematian marni disebabkan oleh orang lain, tapi dia juga tidak mau orang lain tahu kalau dialah penyebab marni tewas.
Bukan hal yang susah membuat aparat desa percaya dengan cerita saya. Karena saat itu, saya adalah kepala keamanan desa. Dan dimata mereka, Pak Ahsan adalah pahlawan perang. Lagipula, Marni pantas mendapatkan ganjarannya………………………………..
Tiba-tiba maulida menyela cerita pak arman.
“Tidak!! Kita tidak bisa menentukan siapa yang berhak mati, dan siapa yang berhak hidup”
Lagi-lagi maulida yang biasanya cuek, entah kenapa kali ini dia jadi cerewet. Dan kata-katanya barusan itu, bukankah itu kata-kata Gandalf??? Tapi apapun itu, ucapan maulida berhasil membuat pak arman menangis. Beliau merasa bersalah, bersalah pada desa, pada sumpahnya, pada Yuda dan pada abangnya.
Chapter 60
Januari 2015
01:15 WIB
TULANG DAN TANAH
Kami semua sepakat mengambil jeda, agar pak arman menenangkan dirinya dulu. Sementara kami menikmati kopi dan teh yang sudah mulai dingin. Kecuali maulida, dia masih tidak mau membuka cadarnya. Setelah dirasa cukup, bapak pun mulai bicara
“Ok, banyak yang masih ingin kita tahu tentang Pak Ahsan, tapi kita simpan itu nanti. Sekarang yang harus kita diskusikan adalah bagaimana caranya kita membawa Yuda pulang”
“Pulang??
Tanya saya,
“Ya pulang! Itulah tujuan pak arman datang ke sini”
Jawab bapak.
“Tapiiii, bagaimana caranya??? Kita tidak mungkin membawa Yuda pulang seperti menjemput anak kecil yang sedang bermain???”
Mendengar pertanyaan saya pak arman mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Sebuah bungkusan hitam yang entah apa isinya. Kemudian Pak Arman berkata….
“Kita harus mencari tahu dimana persembunyian Yuda, kalau di kampung pak jawi dulu, setelah beliau pindah ke desa lain, beliau membiarkan mahluk itu menghuni sumur tua di depan gubugnya”
“Sumur tua?? Di rumah pak jawi ada sumur tua, tapi warga sudah meratakannya”
Ucapan saya disambut reaksi terkejut bapak. Mungkin beliau belum tahu kegilaan apa yang warga lakukan selama beliau tidak ada. Bapak pun bertanya…..
“Lalu???”
“Tidak terjadi apa-apa di desa ini”
Kata maulida. Bapak menggaruk-garuk rambut putihnya yang sebenarnya tidak gatal. Kemudian berkata.
“Berarti Yuda sudah berpindah tempat, dia tidak lagi bersembunyi di sumur tua itu. Tapi dimana???”
Tiba-tiba, saya teringat sesuatu. Sesuatu yang harusnya saya sampaikan dari kemarin. Tapi mungkin sekaranglah saat yang tepat.
“Bapak ingat waktu minggu pertama kita pindah kesini, kita disarankan untuk menutup sumur dan menindihnya dengan batu yang diikat benang kuning kan???”
Bapak menjawab sambil memegang jenggot tipisnya seolah mengingat-ingat kejadian di masa lalu
“Yaaaa yaaa, waktu itu bapak gak mau, tapi ibumu maksa katanya takut ditempati genderuwo, kenapa???”
“Kalau benang kuning itu adalah benang yang sama dengan yang dipakai mengikat jimat rumput itu, berarti pencetus idenya pastilah Pak Edi”
Kata-kata saya itu membuat mereka bertiga menatap saya dengan sangat serius.
“Terus????”
Tanya Maulida
“Satu-satunya sumur warga yang belum ditutup, dan tidak diberi batu dengan benang kuning adalah…….”
SUMUR DI RUMAH PAK EDI
Ekspresi bapak mendengar ucapan saya ini sangat menakutkan, saya gak tahu apa yang ada di pikiran bapak, tapi saya jarang melihat bapak seperti itu.
“Apa maunya orang itu?? Kenapa dia seolah memancing Yuda ke rumahnya??”
Ucap bapak yang sedang geram. Tapi kemudian maulida berusaha menenangkannya.
“Kita tidak punya waktu untuk mendiskusikan itu. Sekarang kalau memang Yuda atau mahluk itu bersembunyi disana, lalu apa yang harus kita lakukan?? Menutup sumur itu???”
Tanya Maulida
Kemudian Pak Arman membuka bungkusan hitamnya itu sambil berkata
“Iblis itu tidak mau menempati sembarang sumur, dia hanya menempati sumur yang di dalamnya sudah ditimbun sesuatu……”
TULANG BELULANG JASAD YUDA
Pak arman mengatakan itu sambil menunjukkan isi dari tas hitamnya yang ternyata adalah tengkorak yuda. Gila! Pikir saya. Dia jauh-jauh membawa benda mengerikan itu kesini. Apa maksudnya coba?? Tanya saya dalam hati.
Pak Arman pun melanjutkan bicaranya....
MEREKA YANG BERASAL DARI TANAH, HARUS KEMBALI KE TANAH
.::Cerita Selanjutnya::.
Januari 2015
00.30 WIB
TRAGIS
Saat ini, di ruang tamu saya yang sempit. Empat orang sedang berkumpul, merencanakan sesuatu yang mungkin akan jadi akhir dari semua masalah di desa ini. Perbincangan yang menegangkan itu pun dimulai oleh Pak Arman. Beliau menceritakan bahwa anak kecil yang saya lihat barusan itu adalah Yuda, dia adalah anak kandung pak jawi, setidaknya dulunya adalah anak kandung pak jawi, karena sebenarnya Yuda sudah meninggal.
Tentu saja saya kaget! Dan tentu saja hanya saya yang kaget. Entah kenapa saya seperti satu-satunya orang yang tidak tahu apa-apa di ruangan ini. Pak Arman pun melanjutkan ceritanya…
“Yuda adalah anak Pak Ahsan satu-satunya, tugasnya sebagai seorang dokter membuat dia jarang sekali di rumah. Berkali-kali Pak Ahsan dipanggil ke medan perang sebagai ketua divisi medis. Dan sekali pergi biasanya sampai setahun, bahkan pernah sampai tiga tahun. Karena itu, kesempatannya untuk punya anak lagi sangat kecil”
“Lalu istrinya??”
Tanya saya penasaran. Saya tidak menyangka akan mendengar kisah masa lalu Pak Jawi malam ini.
“Marni, dia adalah istri yang baik. Tidak pernah mengeluh akan tugas suaminya, bagi marni rasa cinta suaminya pada Negara ini adalah sebuah kebanggaan yang akan diwariskan pada anaknya nanti”
Kami semua terdiam mendengar apa yang diceritakan Pak Arman. Dan lagi-lagi, hanya saya yang kelihatan terharu mendengar cerita beliau, maulida dan bapak terlihat santai saja. Akhirnya untuk menghibur pak arman, saya pun beranikan diri berkata….
“Pak Jawi adalah ayah yang baik, pantas kalau mendapatkan pendamping yang baik juga”
Ucapan saya tidak membuat pak arman tersenyum, beliau malah semakin memasang wajah serius. Kemudian Pak Arman memulai cerita selanjutnya dengan sebuah pertanyaan….
“Benarkah??? Benarkah yang nak Danil bilang itu??? Karena cerita selanjutnya mungkin akan membuat nak Danil menarik ucapan nak Danil itu”
Kali ini apa yang dikatakan pak arman bukan hanya membuat saya kaget, tapi juga membuat maulida dan bapak saya gelisah. Mungkin yang akan diceritakan oleh pak arman ini, belum sempat mereka dengar. Pak arman menghela nafas panjang dan mulai bercerita…..
“Malam itu, malam yang naas bagi keluarga Pak Ahsan. Karena Yuda, anak kandungnya dibunuh oleh orang yang nyawanya sudah Pak Ahsan selamatkan. Ya! Yuda dibunuh oleh pasien pak ahsan sendiri. Saya yang waktu itu memang sedang menuju rumah Pak Ahsan untuk menyambut kedatangan Abang saya satu-satunya itu, tiba-tiba mendengar suara tembakan. Saya berusaha untuk tidak bertindak gegabah, jadi sebelum masuk ke dalam, saya melihat lebih dahulu lewat jendela dan……
Pak Ahsan mengambil nafas sambil meminum kopi pahit yang dari tadi dipegangnya. Kemudian beliau melanjutkan ceritanya
“Dan saat saya masuk ke dalam rumahnya, Yuda dan Marni sudah tergeletak tidak bernyawa, begitu juga dengan gadis yang menembak Yuda. Pak Ahsan hanya berdiri terdiam syok melihat dua keluarganya direnggut nyawanya dalam satu malam”
Mendengar cerita Pak Arman, amarah saya meledak-ledak. Bagaimana mungkin seorang pasien tega melakukan hal itu pada keluarga dokter yang sudah menyelamatkannya.
“Jahanam!!! Jadi Keluarga Pak Jawi, maksud saya Dokter Ahsan dibunuh oleh seorang gadis, yang sudah diselamatkan nyawanya??? Ternyata dunia ini memang sudah kejam dari dulu”
Pak Arman meletakkan kopinya ke meja. Kemudian menatap saya, dan berkata
“Saya belum selesai cerita”
Saya, maulida dan bapak yang baru saja selesai menghembuskan nafas karena sejak tadi kami tahan, sepertinya harus menahan nafas lagi. Pak Arman pun melanjutkan ceritanya, tapi kali ini dengan suara yang bergetar
“Yuda……. Yuda memang dibunuh oleh gadis itu, tapi Marniiii…….
PAK AHSAN LAH YANG SUDAH MEMBUNUH MARNI
Suasana ruang tamu tidak pernah setegang itu. Bapak saya harus mengangkat lehernya karena kaget, bahkan maulida yang biasanya tenang, sekarang mulai tampak gelisah. Lalu saya???? Saya menahan diri untuk tidak bereaksi dulu, karena takut cerita ini belum selesai. Dengan mata berlinang, Pak Arman melanjutkan ceritanya
“Setelah gadis itu menembak Yuda, Pak Ahsan kalap! Dia langsung menyerang gadis itu dengan pisau. Pisau yang sebelumnya dipakai untuk menyelamatkan nyawa gadis itu, kini dipakai untuk merenggut nyawanya. Gadis itupun tewas seketika. Pak Ahsan segera menghampiri Yuda yang sudah tidak bernyawa. Beliau menangis sekeras-kerasnya, mungkin ini kali pertamanya dia menangis melihat mayat. Karena meskipun dia adalah dokter, dia tidak akan bisa menyembuhkan hatinya yang hancur. Marni pun menangis, dan memohon agar suaminya menyelamatkan Yuda.
“Obati dia Uda, Obati Diaaaaaa”
Tapi pak ahsan tiba-tiba berhenti menangis. Dia menatap kosong ke langit-langit. Pak Ahsan berdiri, dan menodongkan pistol tepat ke kening istrinya. Pistol yang sama dengan yang dipakai gadis itu untuk membunuh yuda, entah kapan pak ahsan mengambilnya. Marni pun terkejut dengan apa yang dilakukan suaminya.
“Udaaaaa?? Apa maksudnya ini??”
Pak ahsan tidak menjawab pertanyaan marni, dia malah menarik pelatuk pistol itu. Merasa nyawanya terancam marni pun meminta maaf….
“Jadi Uda sudah tahu, maafkan marniiiii maafkan marniiii, tolong jangan bunuh marniiii, tolong.... jangan bunuh marniiiii…… udah selamatkan nyawa anak kita, kita bisa bicarakan ini nan……..”
DOR!
Pak Ahsan tidak mau menunggu marni selesai bicara, setelah bunyi tembakan kedua itu, marni pun terkapar tak bernyawa. Hanya sepatah kata yang pak ahsan ucapkan
“Dia bukan anak mu! Dia bukan anak Iblis!”
…………………………………………………………………………………………………………
Kami semua diam, tidak satupun ada yang bisa berkata-kata. Sungguh tragis kisah hidup pak ahsan. Dan setelah cukup lama terdiam, maulida yang biasanya cuek tidak peduli, tiba-tiba bertanya
“Kenapa?? Kenapa Pak Jawi membunuh Istrinya???????”
Pak Arman menjawab dengan wajah penuh dendam…
“Marniiiii, dia berselingkuh!! Dia sering mengajak laki-laki lain tidur dengannya di rumah pak ahsan, di ranjang pak ahsan. Pak Ahsan sengaja pulang lebih cepat dari yang dia kabarkan di surat, agar bisa memergoki marni dan melihat dengan mata kepalanya sendiri. Dan benarlah! Malam sebelum marni terbunuh, pak ahsan melihat Dua laki-laki di depan rumahnya, sementara marni membukakan pintu dengan sangat senang, bahkan mencium kedua laki-laki itu, sebelum akhirnya mengajaknya masuk.”
Pak ahsan mendatangi saya untuk menceritakan semuanya, untuk mencurahkan isi hatinya yang sedang hancur. Tapi saat itu saya tidak di rumah. Saya sedang bertugas keluar kampung. Dan malam itu, ketika saya berharap bisa mengadakan pesta kepulangan abang saya tercinta, saya melihat pesta kematian menari-nari dari balik jendela rumahnya.
Entahlah, semua itu terjadi dengan sangat cepat, tidak butuh jeda yang lama antara bunyi tembakan pertama dan kedua. Dan setelah cukup lama berdiri di samping jendela, setelah kaki saya berhenti bergetar. Saya pun masuk ke dalam, pura-pura terkejut dan pura-pura tidak tahu, sementara pak ahsan pura-pura menangisi kematian istrinya. Hanya satu yang saya tahu, tangisnya untuk Yuda, bukanlah pura-pura. Pak Ahsan sangat menyayangi anaknya itu.
Apapun yang sudah pak ahsan lakukan, saya memilih untuk bungkam. Saya merekayasa kejadian malam itu dengan menjadi saksi, bahwa gadis itu sudah membunuh Yuda dan Marni. Dan karena syok, gadis itu pun menusuk lehernya sendiri dengan pisau. Setidaknya itulah cerita yang dipercaya orang-orang kampung, bahkan sampai saat ini.
Kecuali Pak Ahsan, jika ada orang yang bertanya tentang tragedi di malam itu, pak ahsan selalu menjawab
“Istri saya punya penyakit jantung, dan gadis itu bunuh diri”
Entahlah! Mungkin pak ahsan tidak terima kalau kematian marni disebabkan oleh orang lain, tapi dia juga tidak mau orang lain tahu kalau dialah penyebab marni tewas.
Bukan hal yang susah membuat aparat desa percaya dengan cerita saya. Karena saat itu, saya adalah kepala keamanan desa. Dan dimata mereka, Pak Ahsan adalah pahlawan perang. Lagipula, Marni pantas mendapatkan ganjarannya………………………………..
Tiba-tiba maulida menyela cerita pak arman.
“Tidak!! Kita tidak bisa menentukan siapa yang berhak mati, dan siapa yang berhak hidup”
Lagi-lagi maulida yang biasanya cuek, entah kenapa kali ini dia jadi cerewet. Dan kata-katanya barusan itu, bukankah itu kata-kata Gandalf??? Tapi apapun itu, ucapan maulida berhasil membuat pak arman menangis. Beliau merasa bersalah, bersalah pada desa, pada sumpahnya, pada Yuda dan pada abangnya.
Chapter 60
Januari 2015
01:15 WIB
TULANG DAN TANAH
Kami semua sepakat mengambil jeda, agar pak arman menenangkan dirinya dulu. Sementara kami menikmati kopi dan teh yang sudah mulai dingin. Kecuali maulida, dia masih tidak mau membuka cadarnya. Setelah dirasa cukup, bapak pun mulai bicara
“Ok, banyak yang masih ingin kita tahu tentang Pak Ahsan, tapi kita simpan itu nanti. Sekarang yang harus kita diskusikan adalah bagaimana caranya kita membawa Yuda pulang”
“Pulang??
Tanya saya,
“Ya pulang! Itulah tujuan pak arman datang ke sini”
Jawab bapak.
“Tapiiii, bagaimana caranya??? Kita tidak mungkin membawa Yuda pulang seperti menjemput anak kecil yang sedang bermain???”
Mendengar pertanyaan saya pak arman mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Sebuah bungkusan hitam yang entah apa isinya. Kemudian Pak Arman berkata….
“Kita harus mencari tahu dimana persembunyian Yuda, kalau di kampung pak jawi dulu, setelah beliau pindah ke desa lain, beliau membiarkan mahluk itu menghuni sumur tua di depan gubugnya”
“Sumur tua?? Di rumah pak jawi ada sumur tua, tapi warga sudah meratakannya”
Ucapan saya disambut reaksi terkejut bapak. Mungkin beliau belum tahu kegilaan apa yang warga lakukan selama beliau tidak ada. Bapak pun bertanya…..
“Lalu???”
“Tidak terjadi apa-apa di desa ini”
Kata maulida. Bapak menggaruk-garuk rambut putihnya yang sebenarnya tidak gatal. Kemudian berkata.
“Berarti Yuda sudah berpindah tempat, dia tidak lagi bersembunyi di sumur tua itu. Tapi dimana???”
Tiba-tiba, saya teringat sesuatu. Sesuatu yang harusnya saya sampaikan dari kemarin. Tapi mungkin sekaranglah saat yang tepat.
“Bapak ingat waktu minggu pertama kita pindah kesini, kita disarankan untuk menutup sumur dan menindihnya dengan batu yang diikat benang kuning kan???”
Bapak menjawab sambil memegang jenggot tipisnya seolah mengingat-ingat kejadian di masa lalu
“Yaaaa yaaa, waktu itu bapak gak mau, tapi ibumu maksa katanya takut ditempati genderuwo, kenapa???”
“Kalau benang kuning itu adalah benang yang sama dengan yang dipakai mengikat jimat rumput itu, berarti pencetus idenya pastilah Pak Edi”
Kata-kata saya itu membuat mereka bertiga menatap saya dengan sangat serius.
“Terus????”
Tanya Maulida
“Satu-satunya sumur warga yang belum ditutup, dan tidak diberi batu dengan benang kuning adalah…….”
SUMUR DI RUMAH PAK EDI
Ekspresi bapak mendengar ucapan saya ini sangat menakutkan, saya gak tahu apa yang ada di pikiran bapak, tapi saya jarang melihat bapak seperti itu.
“Apa maunya orang itu?? Kenapa dia seolah memancing Yuda ke rumahnya??”
Ucap bapak yang sedang geram. Tapi kemudian maulida berusaha menenangkannya.
“Kita tidak punya waktu untuk mendiskusikan itu. Sekarang kalau memang Yuda atau mahluk itu bersembunyi disana, lalu apa yang harus kita lakukan?? Menutup sumur itu???”
Tanya Maulida
Kemudian Pak Arman membuka bungkusan hitamnya itu sambil berkata
“Iblis itu tidak mau menempati sembarang sumur, dia hanya menempati sumur yang di dalamnya sudah ditimbun sesuatu……”
TULANG BELULANG JASAD YUDA
Pak arman mengatakan itu sambil menunjukkan isi dari tas hitamnya yang ternyata adalah tengkorak yuda. Gila! Pikir saya. Dia jauh-jauh membawa benda mengerikan itu kesini. Apa maksudnya coba?? Tanya saya dalam hati.
Pak Arman pun melanjutkan bicaranya....
MEREKA YANG BERASAL DARI TANAH, HARUS KEMBALI KE TANAH
.::Cerita Selanjutnya::.