MISTERI ANAK-ANAK PAK JAWI CHAPTER 61, 62, 63
Chapter 61
Januari 2015
1.30 WIB
STRATEGI
“Huaaaaaaaaaaaaaaaaaaah”
Saya tidak bisa menahan kantuk, sambil menggoyang-goyangkan cangkir kopi yang sudah tinggal ampasnya, saya masih berusaha menyimak. Maulida yang entah karena tidak mau, atau karena gengsi buka cadarnya, menyodorkan kopinya pada saya. Saya pun minum kopi yang sudah dingin itu…
“Bleeeeeeeh manis banget”
Bapak memegang tengkorak kepala itu seperti memegang buah melon kecil, saya yang melihatnya jadi ngeri. Saya tegur bapak, karena gak baik maen-maen sama benda kaya gitu. Setelah cukup lama melihat-lihat, bapak bertanya pada Pak Arman….
“Jadii, kita harus menemukan bagian tulang Yuda yang hilang dan menguburkannya bersama dengan sisa tulang lainnya????”
Pak arman mengangguk.
“Ya! Semuanya harus di kubur kembali, ke tempat asalnya”
Mendengar ucapan pak arman saya pun protes
“Terus ngapain sisanya dibawa kesini????? Kalau akhirnya dikubur di tempat asalnya juga???”
Tanya saya sambil sedikit dongkol. Untuk apa tulang itu dibawa kesini, toh akhirnya pak arman juga harus menguburnya kembali ke kuburan yuda di kampungnya.
Pak arman menjawab, dengan wajah sedihnya
“Kuburan Arman, sudah tidak ada, bahkan pemakaman tempat kuburannya berada sekarang sudah jadi kawasan industri, sehingga tanah pemakaman harus dipangkas”
Gila!! Itu artinya banyak makam yang tergusur. Membayangkan mayat-mayat orang yang harus direlokasikan, saya jadi merasa ngeri. Tapi kalau memang kuburan yuda sudah gak ada lagi, terus tulang belulang ini mau dikubur dimana? Saya memilih tidak bertanya, dan hanya menunggu Pak Arman selesai bicara.
“Ini salah saya. Saya sengaja menyimpan tulang jasad Yuda, dan berniat membujuk abang saya agar mengembalikan sisanya. Tapi terlambat, abang saya sudah pindah dari kampung itu. Bertahun-tahun saya mencari, akhirnya mendengar kabar kalau ada seorang tabib hebat yang tinggal di sebuah kampung yang masih satu provinsi dengan kampung saya. Saya pun yakin itu adalah Pak Ahsan, tapi saat saya sampai di kampung itu, pak ahsan sudah dikabarkan hilang di tengah hutan, dan dikabarkan meninggal. Ntah karena suatu alasan, warga menolak melakukan pencarian. Saya juga heran kenapa warga di desa itu kelihatan sangat membenci pak ahsan, dan di desa itu lah awal dari nama “Pak Jawi” muncul”
“Terus, kalau kita tidak bisa menguburkan jasad yuda di makam aslinya, kita harus menguburnya dimana??”
Tanya maulida
“Entahlah, tapi jauh di lubuk hati saya berkata. Yuda pasti ingin jasadnya kembali ke sisi ayahnya. Ya! Mungkin kita bisa menguburkannya di samping makam pak jawi”
Jawaban pak arman memang adalah solusi, tapi beliau mengatakannya seolah-olah itu mudah. Padahal sampai sekarang pun, tidak ada yang tahu dimana kuburan Pak Jawi.
“Tapiiiii dimana kuburan pak jawi???”
Tanya saya yang sudah tidak mampu lagi menahan rasa penasaran. Kali ini bapak yang menjawab pertanyaan saya.
“Itu yang harus kita temukan! Dengar! Kita tidak bisa melakukan ini berempat, kita butuh bantuan sebanyak yang kita bisa. Tapi karena kita belum tahu siapa musuh yang sebenarnya, kita tidak bisa meminta bantuan ke sembarang orang”
Tiba-tiba bapak melihat ke arah maulida, melihat dengan wajah yang sangat serius dan berkata…
“Mungkin ini sudah saatnya kita minta pendapat abah enjenengan”
Mata maulida lagi-lagi melotot, tapi kali ini dia melotot ke bapak saya. Dan itu berhasil membuat bapak saya kelabakan.
“Eh oh huahahahahahaha, saya ngomong apa barusan?? Enggak ah! Saya gak ngomong apa-apa! Ya kan? Ya kan?? hahahaha”
Sumpah! Anak kecil aja tahu kalau bapak baru saja keceplosan. Jadi ternyata dugaan saya benar, maulida ini adalah putri dari salah satu pengasuh pesantren. Ya! Hanya ada satu anak ajaib di desa ini, anak yang dikatakan hanya lahir seratus tahun sekali. Anak yang sejak kecil sudah punya banyak bakat, anak bungsu pengasuh cabang pesantren di desa ini, sang mutiara desa “Ning Maulida Al-aluf” bahkan dari saking terkenalnya, Ibu saya menamai adik perempuan saya “Faradila Al-Aluf”. Damn! Saya harus hati-hati ngomong sama cewe ini, gimanapun juga saya masih kerja di warnetnya pesantren.
“EHEM!”
Cepat-cepat saya memalingkan wajah saya yang dari tadi memandang maulida. Saya tidak mau ada gajah yang teraniaya lagi. Dan untunglah bapak bisa mengalihkan pembicaraan…
“Kita bagi tugas!!”
Kata-kata yang simple tapi mampu membuat kami yang mendengarnya serempak memasang pose dan wajah serius. Bapak pun melanjutkan pembagian tugasnya..
“Saya dan pak arman akan menghadap pengasuh, mungkin akan butuh waktu lama jikalau beliau sedang tidak di pesantren”
Kami bertiga mengangguk. Kemudian bapak melihat ke arah maulida...
“Maulida! Tugas kamu mencari tahu, apakah benar tulang jasad Yuda di kubur di sumur pak edi. Ingat!!! Hanya mencari tahu dulu!! Jangan ambil tindakan apapun sebelum dapat kabar dari saya”
Kami bertiga mengangguk. Kemudian bapak melihat ke arah pak arman...
“Pak arman selama di pesantren nanti, hindari berbicara soal pesugihan, persekutuan dengan iblis dan lain-lain, biarkan saya yang berbicara. Karena bagaimanapun hal itu sangat sensitif untuk dibicarakan di lingkungan pesantren”
Kami bertiga mengangguk.
“Ok, selesai! Kita akan mulai tindakan selanjutnya, setelah saya dapat pencerahan dari pengasuh”
Bapak mengakhiri strateginya. Maulida, pak arman, dan bapak kembali duduk bersandar dengan tenang. Kecuali saya!
“HAAAAA????? Terus saya??? Saya ngapain??????”
Tanya saya sambil berteriak kesal. Gila! Saya sudah rela menahan kantuk demi ikutan rembuk, tapi malah gak dikasih tugas apa-apa? Bapak hanya memandang saya heran.
“Oh iya yaaaa! Tugas yang cocok buat danil apa ya????????????”
Mereka bertiga serempak berpikir……………………
Tapi lama sekali seolah memang gak ada yang bisa saya lakukan. Saya pun kesal diperlakukan seperti itu, akhir saya berdiri dan memilih masuk kamar. Tapi tiba-tiba bapak berkata….
“Temukan keenam anak pak jawi!!”
Saya menoleh ke arah bapak. Saya mengerti maksud dari tugas yang bapak berikan. Karena sebelumnya saya juga merasa aneh, sembunyi dimanakah keenam anak pak jawi itu? Di telpon kemarin, dini mengaku keenam anak cacat itu hanya mengunjunginya dua kali, setelah itu yang selalu datang hanyalah anak laki-laki berbaju merah dan celana hitam. Dan kunjungan mereka kemarin malam, di jendela kamar saya itu……..
pelan tapi terdengar jelas di telinga saya, mereka berdua berkata….
“Tolong kami kak”
Saya hanya mengangguk, menyanggupi tugas yang bapak berikan. Hanya saja saya harus tahu, kenapa tugas ini diberikan pada saya, jadi saya pun bertanya...
“Kenapa harus saya??”
Bapak menjawab
“Karena kamu kakaknya”
Chapter 62
Januari 2015
08.00 WIB
MIMPI BURUK?
Pagi harinya, saya dan maulida melepas kepergian bapak dan pak arman ke pesantren. Kami hanya berharap, pengasuh ada disana agar kami bisa segera mengambil tindakan. Saya tahu saya gak bisa apa-apa jika dibandingkan tiga orang ini, tapi meskipun sedikit saya yakin ada yang bisa saya lakukan. Kami pun kembali ke ruang tamu, membereskan sisa-sisa kopi dan cemilan semalam. Tidak ada yang tidur bahkan setelah sholat subuh pun, kami masih melanjutkan obrolan.
“Kalau kamu mau, saya bisa menggantikan kamu mencari anak pak jawi. Tugas yang diberikan kak tuan sama saya sangat mudah, setelah itu saya bisa langsung fokus mencari keenam anak pak jawi”
Ucapan maulida seakan meremehkan saya. Dia masih saja menganggap saya orang yang lemah, well memang saya tidak sekuat dia. Tapi maulida bukan cewe normal. Saya pun berusaha meyakinkan maulida…
“Tenang saja! Gak akan terjadi apa-apa sama saya! Lagian kita punya seorang tabib baru yang lebih hebat dari Dr. Ahsan. Tabib yang sudah menyelamatkan banyak nyawa warga dan anak yatim waktu insiden asap beracun itu”
Jawab saya sambil melihat maulida.
“Kamu gak benar-benar berpikir obat itu bisa menyembuhkan semua penyakit kan??”
Tanya maulida. Saya pun menjawab dengan mantap
“Saya sudah menjadi saksi keajaiban obat itu, penyakit ambeien Ibu, penyakit rematik mbah, bahkan korban asap beracun itu pun sembuh seketika gara-gara resep jamu dari pak jawi itu, ya kan?”
Maulida hanya tersenyum geli, dan berkata
“Semua orang bisa membuat obat untuk sakit ambeien, rematik, sakit perut dan mual. Jadi tidak ada yang spesial dari resep jamu pak jawi”
Maulida salah! Pikir saya. Saya sudah menjadi saksi keajaiban obat itu, bukan Cuma pada Ibu, mbah dan warga, tapi pada kaki sugik yang lumpuh.
“Teman saya, dia lumpuh karena kecelakaan. Dan berkat obat pak jawi, kakinya kembali pulih. Bukankah itu bukti kalau obat itu adalah obat yang bisa menyembuhkan penyakit apapun????”
“Apakah sebelum diberi obat, pak jawi melakukan sesuatu sama kaki temen kamu??
Tanya maulida. Saya mengingat-ingat sejenak, kemudian menjawab
“Ya!! Pak jawi memijat kakinya sebentar, lalu memberikan jamu itu. Besoknya kakinya langsung sembuh”
“Kalau begitu, bukan jamunya yang menyembuhkan kaki temen kamu, tapi pijatan pak jawi. Jamu itu hanya pelengkap, bagaimanapun tidak bisa menyembuhkan kaki yang lumpuh. Lagi pula bisa jadi lumpuhnya teman kamu bukan karena kecelakaan, tapi ada faktor spiritual lain. Pak jawi yang tidak hanya paham ilmu kedokteran tapi juga ilmu hitam, sihir, apapun itu, tidak akan merasa kesulitan menyembuhkan kaki temen kamu. Atau mungkin teman kamu bukan lumpuh, hanya patah tulang biasa. Dan lagi ketiga korban yang saya temukan di TKP saat kebakaran rumah pak jawi, ketiganya memiliki bekas jahitan dibagian tubuhnya yang terluka parah. Saya tahu karena saya yang memeriksanya sendiri. Itu artinya selain memberikan obat, pak jawi juga merawat luka-lukanya”
Saya pun merasa sangat jengkel! Cewe ini ngeyel sekali. Akhirnya saya pun mengeluarkan bukti kehebatan jamu pak jawi yang tidak bisa terbantahkan. Ya! Bukti itu adalah tangan saya. Saya angkat tangan kiri saya yang masih diperban itu ke wajah maulida
“Kalau ini????? Ini kamu yang ngobatin kan? Saya yakin kamu memberikan obat yang sama pada saya saat saya gak sadar. Ini adalah luka gigitan mahluk hitam itu, dan bisa sembuh seketika hanya karena resep obat dari pak jawi, ya kan????”
Maulida tertawa keras. Ini pertama kalinya saya mendengar suara tawanya.
“Kamu masih berpikir, kalau kamu terluka karena diserang mahluk hitam berbulu itu??? Coba sini!”
Maulida membuka perban di tangan kiri saya, kemudian menunjukkannya pada saya. Dan ternyata…..
Tidak ada luka bekas gigitan, hanya ada luka gores yang lumayan dalam.
Saya menjadi bingung sekaligus takut. Apa yang sebenarnya terjadi???? Saya masih ingat dengan jelas anak itu menggigit saya dan mengikis daging di antara jempol dan telunjuk tangan kiri saya. Tapi, bukannya bekas gigitan, yang ada ditangan saya justru hanya luka gores.
“Aaaa aapaa apaan ini??? Sebenernya apa yang terjadi sama saya waktu itu???”
Tanya saya sambil melihat tangan kiri saya. Maulida mendekati saya, dan berkata pelan sekali seolah memberikan sugesti
“Coba kamu ingat baik-baik, apa yang kamu lakukan waktu itu!”
TIBA-TIBA SEKELEBAT INGATAN MUNCUL DI PIKIRAN SAYA
Saya sedang dalam perjalanan pulang ke rumah, tiba-tiba bayangan hitam yang entah dari mana menabrak saya. Bayangan itu menembus badan saya. Bayangan yang sangat besar, sangat hitam, bahkan di tengah gelapnya malam pun, bayangan itu masih terlihat jelas. Merasa sangat ketakutan, saya pun berlari cepat sekali, sementara bayangan hitam itu semakin melebar hampir selebar gang kadal. Saya berlari sambil tetap melihat bayangan hitam itu, tanpa sadar menabrak sesuatu di depan saya.
Saya menabrak bapak-bapak yang baru pulang dari mengubur sumur pak jawi. Tabrakan yang keras sekali sampai kotak lemper yang didapatnya dari saya jatuh dan lemper itupun berserakan. Saya jatuh tersungkur hingga dada, dagu dan selangkangan saya lecet. Entah kepala bapak itu membentur batu penyangga pagar, atau sesuatu yang lain yang jelas beliau langsung tidak sadarkan diri. Saya pun melihat bayangan itu semakin dekat, menutupi kaki, menutupi betis, paha dan karena panik saya meraih sekop bapak itu dengan tangan kiri saya, karena tangan kanan saya sibuk memegang dagu yang perih. Kemudian saya memukulnya ke tanah berbatu tempat dimana bayangan itu berada
JEDANG!!
keras sekali, sampai gagang kayunya patah, dan patahannya menusuk sela jari jempol dan telunjuk tangan kiri saya.
Sementara saya menahan sakit, bayangan itu pun semakin cepat menutupi tubuh saya. Saya pun berlari lagi, sambil memegangi tangan kiri saya yang berdarah banyak sekali. Selangkangan yang perih karena permukaan jeans yang kasar, membuat saya harus berhenti. Saya sudah berada di luar gang kadal, Saya melihat ke arah gang itu, bayangan itu perlahan berubah menjadi sosok anak kecil, anak berbaju merah dan bercelana hitam.
Tiba-tiba cahaya terang dengan cepat menyinari wajah saya dan….
BRUAK!!
Mobil itu menyerempet saya yang sedari tadi berdiri di tengah jalan. Mobil itu pun berhenti dan kedua orang pengemudinya menghampiri saya, tapi saya malah berlari lebih cepat dari biasanya menghindari mereka. Lalu kemudian…..
“DANIL!!!!!”
EH???
Suara maulida seakan mengembalikan saya ke dunia nyata lagi. Entahlah! Sekarang saya tidak tahu lagi mana yang nyata dan mana yang mimpi buruk. Maulida menghampiri saya, memegang kening saya, dan mendekatkan wajahnya, memperhatikan lingkaran hitam di mata kiri saya. Lalu dia berkata…
"Sepertinya sekarang ini bukan obat yang kamu butuhkan, tapi tidur yang lelap! Tidur yang sangat lelap”
Entah darimana tiba-tiba rasa kantuk menyerang saya bertubi-tubi, hingga tanpa sadar, saya pun tertidur ke bahunya…… lelap sekali.
Chapter 63
Januari 2015
18.30 WIB
JANDA MUDA
//Beeeeeeep beeeeeeeeep//
“Halo?”
“Kamu pasti gak percaya apa yang saya temukan di rumah pak edi”
“Eh tunggu?? Siapa nih?? Maulida??”
“………………………”
“Ah Ok! Ok! Saya ke rumah pak edi sekarang”
“Jangan! Jangan ke rumah pak edi”
“Terus kemana????”
Dan disinilah kami. Di rumah seorang warga. Seorang istri muda, bernama Norma Yunita. Saya masih tidak mengerti kenapa maulida mengajak saya kesini.
“Jadi, ada perlu apa kalian berdua kesini???”
Saya hanya diam, menunggu maulida bicara.
………………………………….
…………………………………
…………………………………
Tapi maulida juga diam, akhirnya saya yang bicara.
“Emmmmm begini, kami…….”
“Ada kepentingan apa kamu ke rumah pak edi tadi??”
GILA! Maulida yang barusan diam tiba-tiba nyerocos gitu aja. Pakai bahasa Madura kasar pula. Memang Mbak Yunita ini masih seusia saya, tapi gimanapun juga ini rumah dia. Pantas saja kalau Mbak Yuni marah...
“Emang apa urusannya sama kalian?? Itu masalah pribadi saya! Kalau kalian gak ada kepentingan lain, mending pulang deh!!!”
Ini pertama kalinya saya diusir dari rumah orang, semua gara-gara maulida. Tapi mungkin kalau maulida mau ngasih tahu siapa dia sebenarnya, pasti mbak yuni ini bakal berhenti marah. Sayangnya maulida masih keras kepala, dia malah bilang…..
“Cowo disamping saya ini, adalah anaknya pak musa”
Sebel memang! Karena dia bawa-bawa nama bapak saya. Tapi gimanapun juga, itu berhasil meluluhkan hati mbak norma. Bahkan entah kenapa kali ini mbak norma memasang wajah sedih.
“Kalau gitu, mas bisa bantu saya kan????”
Saya gak tahu apa alasan maulida membawa saya kesini. Tapi apapun itu, pastilah hal yang sangat penting. Saya pun mengangguk. Dan mbak norma mulai cerita. Bercerita tentang rozikin, suaminya.
Rozikin adalah seorang warga dusun ini, dia tinggal di kompleks yang sama dengan saya. Pekerjaan sehari-harinya adalah sebagai buruh tani, kadang juga nyambi jadi kuli bangunan. Awalnya sih mereka hidup damai dan bahagia meskipun serba pas-pasan. Sampai akhirnya Rozikin menyetujui sebuah tawaran sebagai pencari rumput. Pekerjaan itu sudah biasa di kampung ini, orang-orang yang punya ternak, tapi malas atau sibuk cari rumput pasti menggunakan jasa pencari rumput. Dan orang yang menggunakan jasa rozikin adalah “Pak Jawi”
Saya mulai merasa tidak enak dengan perbincangan ini. Karena biasanya kalau yang jadi topik pembicaraan adalah pak jawi, pasti ujung-ujungnya gak enak. Dan benar dugaan saya, pengakuan mbak yunita ini yang membuat saya terkejut
“Mas Ikin sudah beberapa bulan ini menghilang”
Ucap mbak Yunita yang mulai menangis.
“Tolong cari tahu dimana suami saya sekarang. Saya sudah melapor berkali-kali sama Pak RT, tapi beliau selalu bilang dalam penyelidikan. Kenapa lama sekali? Gak mungkin suami saya tiba-tiba hilang tanpa jejak, tanpa alasan yang jelas”
Tangis mbak yunita ini semakin menjadi-jadi. Saya dan maulida jadi merasa tidak enak. Gara-gara kunjungan kami, mbak yunita sampai menangis seperti ini. Saya gak tahu harus berbuat apa. Saya hanya bisa menunjukkan sikap peduli dan prihatin saya, akhirnya saya pun bertanya…
“Kapan terakhir kali mbak melihat Mas Rozikin”
Mbak yunita menjawab
“Malam yang sama dengan kebakaran rumah pak jawi”
Berbagai spekulasi muncul di pikiran saya. Dari yang ngaco, sampai yang paling buruk. Tapi karena saya belum mengenal sosok rozikin ini dengan baik, saya pun tidak bisa langsung ambil kesimpulan.
“Dimana biasanya beliau mencari rumput??????“
Tanya maulida. Lalu sambil menyeka airmatanya, mbak yunita menjawab
DI HUTAN INI
.::Cerita Selanjutnya::.
Januari 2015
1.30 WIB
STRATEGI
“Huaaaaaaaaaaaaaaaaaaah”
Saya tidak bisa menahan kantuk, sambil menggoyang-goyangkan cangkir kopi yang sudah tinggal ampasnya, saya masih berusaha menyimak. Maulida yang entah karena tidak mau, atau karena gengsi buka cadarnya, menyodorkan kopinya pada saya. Saya pun minum kopi yang sudah dingin itu…
“Bleeeeeeeh manis banget”
Bapak memegang tengkorak kepala itu seperti memegang buah melon kecil, saya yang melihatnya jadi ngeri. Saya tegur bapak, karena gak baik maen-maen sama benda kaya gitu. Setelah cukup lama melihat-lihat, bapak bertanya pada Pak Arman….
“Jadii, kita harus menemukan bagian tulang Yuda yang hilang dan menguburkannya bersama dengan sisa tulang lainnya????”
Pak arman mengangguk.
“Ya! Semuanya harus di kubur kembali, ke tempat asalnya”
Mendengar ucapan pak arman saya pun protes
“Terus ngapain sisanya dibawa kesini????? Kalau akhirnya dikubur di tempat asalnya juga???”
Tanya saya sambil sedikit dongkol. Untuk apa tulang itu dibawa kesini, toh akhirnya pak arman juga harus menguburnya kembali ke kuburan yuda di kampungnya.
Pak arman menjawab, dengan wajah sedihnya
“Kuburan Arman, sudah tidak ada, bahkan pemakaman tempat kuburannya berada sekarang sudah jadi kawasan industri, sehingga tanah pemakaman harus dipangkas”
Gila!! Itu artinya banyak makam yang tergusur. Membayangkan mayat-mayat orang yang harus direlokasikan, saya jadi merasa ngeri. Tapi kalau memang kuburan yuda sudah gak ada lagi, terus tulang belulang ini mau dikubur dimana? Saya memilih tidak bertanya, dan hanya menunggu Pak Arman selesai bicara.
“Ini salah saya. Saya sengaja menyimpan tulang jasad Yuda, dan berniat membujuk abang saya agar mengembalikan sisanya. Tapi terlambat, abang saya sudah pindah dari kampung itu. Bertahun-tahun saya mencari, akhirnya mendengar kabar kalau ada seorang tabib hebat yang tinggal di sebuah kampung yang masih satu provinsi dengan kampung saya. Saya pun yakin itu adalah Pak Ahsan, tapi saat saya sampai di kampung itu, pak ahsan sudah dikabarkan hilang di tengah hutan, dan dikabarkan meninggal. Ntah karena suatu alasan, warga menolak melakukan pencarian. Saya juga heran kenapa warga di desa itu kelihatan sangat membenci pak ahsan, dan di desa itu lah awal dari nama “Pak Jawi” muncul”
“Terus, kalau kita tidak bisa menguburkan jasad yuda di makam aslinya, kita harus menguburnya dimana??”
Tanya maulida
“Entahlah, tapi jauh di lubuk hati saya berkata. Yuda pasti ingin jasadnya kembali ke sisi ayahnya. Ya! Mungkin kita bisa menguburkannya di samping makam pak jawi”
Jawaban pak arman memang adalah solusi, tapi beliau mengatakannya seolah-olah itu mudah. Padahal sampai sekarang pun, tidak ada yang tahu dimana kuburan Pak Jawi.
“Tapiiiii dimana kuburan pak jawi???”
Tanya saya yang sudah tidak mampu lagi menahan rasa penasaran. Kali ini bapak yang menjawab pertanyaan saya.
“Itu yang harus kita temukan! Dengar! Kita tidak bisa melakukan ini berempat, kita butuh bantuan sebanyak yang kita bisa. Tapi karena kita belum tahu siapa musuh yang sebenarnya, kita tidak bisa meminta bantuan ke sembarang orang”
Tiba-tiba bapak melihat ke arah maulida, melihat dengan wajah yang sangat serius dan berkata…
“Mungkin ini sudah saatnya kita minta pendapat abah enjenengan”
Mata maulida lagi-lagi melotot, tapi kali ini dia melotot ke bapak saya. Dan itu berhasil membuat bapak saya kelabakan.
“Eh oh huahahahahahaha, saya ngomong apa barusan?? Enggak ah! Saya gak ngomong apa-apa! Ya kan? Ya kan?? hahahaha”
Sumpah! Anak kecil aja tahu kalau bapak baru saja keceplosan. Jadi ternyata dugaan saya benar, maulida ini adalah putri dari salah satu pengasuh pesantren. Ya! Hanya ada satu anak ajaib di desa ini, anak yang dikatakan hanya lahir seratus tahun sekali. Anak yang sejak kecil sudah punya banyak bakat, anak bungsu pengasuh cabang pesantren di desa ini, sang mutiara desa “Ning Maulida Al-aluf” bahkan dari saking terkenalnya, Ibu saya menamai adik perempuan saya “Faradila Al-Aluf”. Damn! Saya harus hati-hati ngomong sama cewe ini, gimanapun juga saya masih kerja di warnetnya pesantren.
“EHEM!”
Cepat-cepat saya memalingkan wajah saya yang dari tadi memandang maulida. Saya tidak mau ada gajah yang teraniaya lagi. Dan untunglah bapak bisa mengalihkan pembicaraan…
“Kita bagi tugas!!”
Kata-kata yang simple tapi mampu membuat kami yang mendengarnya serempak memasang pose dan wajah serius. Bapak pun melanjutkan pembagian tugasnya..
“Saya dan pak arman akan menghadap pengasuh, mungkin akan butuh waktu lama jikalau beliau sedang tidak di pesantren”
Kami bertiga mengangguk. Kemudian bapak melihat ke arah maulida...
“Maulida! Tugas kamu mencari tahu, apakah benar tulang jasad Yuda di kubur di sumur pak edi. Ingat!!! Hanya mencari tahu dulu!! Jangan ambil tindakan apapun sebelum dapat kabar dari saya”
Kami bertiga mengangguk. Kemudian bapak melihat ke arah pak arman...
“Pak arman selama di pesantren nanti, hindari berbicara soal pesugihan, persekutuan dengan iblis dan lain-lain, biarkan saya yang berbicara. Karena bagaimanapun hal itu sangat sensitif untuk dibicarakan di lingkungan pesantren”
Kami bertiga mengangguk.
“Ok, selesai! Kita akan mulai tindakan selanjutnya, setelah saya dapat pencerahan dari pengasuh”
Bapak mengakhiri strateginya. Maulida, pak arman, dan bapak kembali duduk bersandar dengan tenang. Kecuali saya!
“HAAAAA????? Terus saya??? Saya ngapain??????”
Tanya saya sambil berteriak kesal. Gila! Saya sudah rela menahan kantuk demi ikutan rembuk, tapi malah gak dikasih tugas apa-apa? Bapak hanya memandang saya heran.
“Oh iya yaaaa! Tugas yang cocok buat danil apa ya????????????”
Mereka bertiga serempak berpikir……………………
Tapi lama sekali seolah memang gak ada yang bisa saya lakukan. Saya pun kesal diperlakukan seperti itu, akhir saya berdiri dan memilih masuk kamar. Tapi tiba-tiba bapak berkata….
“Temukan keenam anak pak jawi!!”
Saya menoleh ke arah bapak. Saya mengerti maksud dari tugas yang bapak berikan. Karena sebelumnya saya juga merasa aneh, sembunyi dimanakah keenam anak pak jawi itu? Di telpon kemarin, dini mengaku keenam anak cacat itu hanya mengunjunginya dua kali, setelah itu yang selalu datang hanyalah anak laki-laki berbaju merah dan celana hitam. Dan kunjungan mereka kemarin malam, di jendela kamar saya itu……..
pelan tapi terdengar jelas di telinga saya, mereka berdua berkata….
“Tolong kami kak”
Saya hanya mengangguk, menyanggupi tugas yang bapak berikan. Hanya saja saya harus tahu, kenapa tugas ini diberikan pada saya, jadi saya pun bertanya...
“Kenapa harus saya??”
Bapak menjawab
“Karena kamu kakaknya”
Chapter 62
Januari 2015
08.00 WIB
MIMPI BURUK?
Pagi harinya, saya dan maulida melepas kepergian bapak dan pak arman ke pesantren. Kami hanya berharap, pengasuh ada disana agar kami bisa segera mengambil tindakan. Saya tahu saya gak bisa apa-apa jika dibandingkan tiga orang ini, tapi meskipun sedikit saya yakin ada yang bisa saya lakukan. Kami pun kembali ke ruang tamu, membereskan sisa-sisa kopi dan cemilan semalam. Tidak ada yang tidur bahkan setelah sholat subuh pun, kami masih melanjutkan obrolan.
“Kalau kamu mau, saya bisa menggantikan kamu mencari anak pak jawi. Tugas yang diberikan kak tuan sama saya sangat mudah, setelah itu saya bisa langsung fokus mencari keenam anak pak jawi”
Ucapan maulida seakan meremehkan saya. Dia masih saja menganggap saya orang yang lemah, well memang saya tidak sekuat dia. Tapi maulida bukan cewe normal. Saya pun berusaha meyakinkan maulida…
“Tenang saja! Gak akan terjadi apa-apa sama saya! Lagian kita punya seorang tabib baru yang lebih hebat dari Dr. Ahsan. Tabib yang sudah menyelamatkan banyak nyawa warga dan anak yatim waktu insiden asap beracun itu”
Jawab saya sambil melihat maulida.
“Kamu gak benar-benar berpikir obat itu bisa menyembuhkan semua penyakit kan??”
Tanya maulida. Saya pun menjawab dengan mantap
“Saya sudah menjadi saksi keajaiban obat itu, penyakit ambeien Ibu, penyakit rematik mbah, bahkan korban asap beracun itu pun sembuh seketika gara-gara resep jamu dari pak jawi itu, ya kan?”
Maulida hanya tersenyum geli, dan berkata
“Semua orang bisa membuat obat untuk sakit ambeien, rematik, sakit perut dan mual. Jadi tidak ada yang spesial dari resep jamu pak jawi”
Maulida salah! Pikir saya. Saya sudah menjadi saksi keajaiban obat itu, bukan Cuma pada Ibu, mbah dan warga, tapi pada kaki sugik yang lumpuh.
“Teman saya, dia lumpuh karena kecelakaan. Dan berkat obat pak jawi, kakinya kembali pulih. Bukankah itu bukti kalau obat itu adalah obat yang bisa menyembuhkan penyakit apapun????”
“Apakah sebelum diberi obat, pak jawi melakukan sesuatu sama kaki temen kamu??
Tanya maulida. Saya mengingat-ingat sejenak, kemudian menjawab
“Ya!! Pak jawi memijat kakinya sebentar, lalu memberikan jamu itu. Besoknya kakinya langsung sembuh”
“Kalau begitu, bukan jamunya yang menyembuhkan kaki temen kamu, tapi pijatan pak jawi. Jamu itu hanya pelengkap, bagaimanapun tidak bisa menyembuhkan kaki yang lumpuh. Lagi pula bisa jadi lumpuhnya teman kamu bukan karena kecelakaan, tapi ada faktor spiritual lain. Pak jawi yang tidak hanya paham ilmu kedokteran tapi juga ilmu hitam, sihir, apapun itu, tidak akan merasa kesulitan menyembuhkan kaki temen kamu. Atau mungkin teman kamu bukan lumpuh, hanya patah tulang biasa. Dan lagi ketiga korban yang saya temukan di TKP saat kebakaran rumah pak jawi, ketiganya memiliki bekas jahitan dibagian tubuhnya yang terluka parah. Saya tahu karena saya yang memeriksanya sendiri. Itu artinya selain memberikan obat, pak jawi juga merawat luka-lukanya”
Saya pun merasa sangat jengkel! Cewe ini ngeyel sekali. Akhirnya saya pun mengeluarkan bukti kehebatan jamu pak jawi yang tidak bisa terbantahkan. Ya! Bukti itu adalah tangan saya. Saya angkat tangan kiri saya yang masih diperban itu ke wajah maulida
“Kalau ini????? Ini kamu yang ngobatin kan? Saya yakin kamu memberikan obat yang sama pada saya saat saya gak sadar. Ini adalah luka gigitan mahluk hitam itu, dan bisa sembuh seketika hanya karena resep obat dari pak jawi, ya kan????”
Maulida tertawa keras. Ini pertama kalinya saya mendengar suara tawanya.
“Kamu masih berpikir, kalau kamu terluka karena diserang mahluk hitam berbulu itu??? Coba sini!”
Maulida membuka perban di tangan kiri saya, kemudian menunjukkannya pada saya. Dan ternyata…..
Tidak ada luka bekas gigitan, hanya ada luka gores yang lumayan dalam.
Saya menjadi bingung sekaligus takut. Apa yang sebenarnya terjadi???? Saya masih ingat dengan jelas anak itu menggigit saya dan mengikis daging di antara jempol dan telunjuk tangan kiri saya. Tapi, bukannya bekas gigitan, yang ada ditangan saya justru hanya luka gores.
“Aaaa aapaa apaan ini??? Sebenernya apa yang terjadi sama saya waktu itu???”
Tanya saya sambil melihat tangan kiri saya. Maulida mendekati saya, dan berkata pelan sekali seolah memberikan sugesti
“Coba kamu ingat baik-baik, apa yang kamu lakukan waktu itu!”
TIBA-TIBA SEKELEBAT INGATAN MUNCUL DI PIKIRAN SAYA
Saya sedang dalam perjalanan pulang ke rumah, tiba-tiba bayangan hitam yang entah dari mana menabrak saya. Bayangan itu menembus badan saya. Bayangan yang sangat besar, sangat hitam, bahkan di tengah gelapnya malam pun, bayangan itu masih terlihat jelas. Merasa sangat ketakutan, saya pun berlari cepat sekali, sementara bayangan hitam itu semakin melebar hampir selebar gang kadal. Saya berlari sambil tetap melihat bayangan hitam itu, tanpa sadar menabrak sesuatu di depan saya.
Saya menabrak bapak-bapak yang baru pulang dari mengubur sumur pak jawi. Tabrakan yang keras sekali sampai kotak lemper yang didapatnya dari saya jatuh dan lemper itupun berserakan. Saya jatuh tersungkur hingga dada, dagu dan selangkangan saya lecet. Entah kepala bapak itu membentur batu penyangga pagar, atau sesuatu yang lain yang jelas beliau langsung tidak sadarkan diri. Saya pun melihat bayangan itu semakin dekat, menutupi kaki, menutupi betis, paha dan karena panik saya meraih sekop bapak itu dengan tangan kiri saya, karena tangan kanan saya sibuk memegang dagu yang perih. Kemudian saya memukulnya ke tanah berbatu tempat dimana bayangan itu berada
JEDANG!!
keras sekali, sampai gagang kayunya patah, dan patahannya menusuk sela jari jempol dan telunjuk tangan kiri saya.
Sementara saya menahan sakit, bayangan itu pun semakin cepat menutupi tubuh saya. Saya pun berlari lagi, sambil memegangi tangan kiri saya yang berdarah banyak sekali. Selangkangan yang perih karena permukaan jeans yang kasar, membuat saya harus berhenti. Saya sudah berada di luar gang kadal, Saya melihat ke arah gang itu, bayangan itu perlahan berubah menjadi sosok anak kecil, anak berbaju merah dan bercelana hitam.
Tiba-tiba cahaya terang dengan cepat menyinari wajah saya dan….
BRUAK!!
Mobil itu menyerempet saya yang sedari tadi berdiri di tengah jalan. Mobil itu pun berhenti dan kedua orang pengemudinya menghampiri saya, tapi saya malah berlari lebih cepat dari biasanya menghindari mereka. Lalu kemudian…..
“DANIL!!!!!”
EH???
Suara maulida seakan mengembalikan saya ke dunia nyata lagi. Entahlah! Sekarang saya tidak tahu lagi mana yang nyata dan mana yang mimpi buruk. Maulida menghampiri saya, memegang kening saya, dan mendekatkan wajahnya, memperhatikan lingkaran hitam di mata kiri saya. Lalu dia berkata…
"Sepertinya sekarang ini bukan obat yang kamu butuhkan, tapi tidur yang lelap! Tidur yang sangat lelap”
Entah darimana tiba-tiba rasa kantuk menyerang saya bertubi-tubi, hingga tanpa sadar, saya pun tertidur ke bahunya…… lelap sekali.
Chapter 63
Januari 2015
18.30 WIB
JANDA MUDA
//Beeeeeeep beeeeeeeeep//
“Halo?”
“Kamu pasti gak percaya apa yang saya temukan di rumah pak edi”
“Eh tunggu?? Siapa nih?? Maulida??”
“………………………”
“Ah Ok! Ok! Saya ke rumah pak edi sekarang”
“Jangan! Jangan ke rumah pak edi”
“Terus kemana????”
Dan disinilah kami. Di rumah seorang warga. Seorang istri muda, bernama Norma Yunita. Saya masih tidak mengerti kenapa maulida mengajak saya kesini.
“Jadi, ada perlu apa kalian berdua kesini???”
Saya hanya diam, menunggu maulida bicara.
………………………………….
…………………………………
…………………………………
Tapi maulida juga diam, akhirnya saya yang bicara.
“Emmmmm begini, kami…….”
“Ada kepentingan apa kamu ke rumah pak edi tadi??”
GILA! Maulida yang barusan diam tiba-tiba nyerocos gitu aja. Pakai bahasa Madura kasar pula. Memang Mbak Yunita ini masih seusia saya, tapi gimanapun juga ini rumah dia. Pantas saja kalau Mbak Yuni marah...
“Emang apa urusannya sama kalian?? Itu masalah pribadi saya! Kalau kalian gak ada kepentingan lain, mending pulang deh!!!”
Ini pertama kalinya saya diusir dari rumah orang, semua gara-gara maulida. Tapi mungkin kalau maulida mau ngasih tahu siapa dia sebenarnya, pasti mbak yuni ini bakal berhenti marah. Sayangnya maulida masih keras kepala, dia malah bilang…..
“Cowo disamping saya ini, adalah anaknya pak musa”
Sebel memang! Karena dia bawa-bawa nama bapak saya. Tapi gimanapun juga, itu berhasil meluluhkan hati mbak norma. Bahkan entah kenapa kali ini mbak norma memasang wajah sedih.
“Kalau gitu, mas bisa bantu saya kan????”
Saya gak tahu apa alasan maulida membawa saya kesini. Tapi apapun itu, pastilah hal yang sangat penting. Saya pun mengangguk. Dan mbak norma mulai cerita. Bercerita tentang rozikin, suaminya.
Rozikin adalah seorang warga dusun ini, dia tinggal di kompleks yang sama dengan saya. Pekerjaan sehari-harinya adalah sebagai buruh tani, kadang juga nyambi jadi kuli bangunan. Awalnya sih mereka hidup damai dan bahagia meskipun serba pas-pasan. Sampai akhirnya Rozikin menyetujui sebuah tawaran sebagai pencari rumput. Pekerjaan itu sudah biasa di kampung ini, orang-orang yang punya ternak, tapi malas atau sibuk cari rumput pasti menggunakan jasa pencari rumput. Dan orang yang menggunakan jasa rozikin adalah “Pak Jawi”
Saya mulai merasa tidak enak dengan perbincangan ini. Karena biasanya kalau yang jadi topik pembicaraan adalah pak jawi, pasti ujung-ujungnya gak enak. Dan benar dugaan saya, pengakuan mbak yunita ini yang membuat saya terkejut
“Mas Ikin sudah beberapa bulan ini menghilang”
Ucap mbak Yunita yang mulai menangis.
“Tolong cari tahu dimana suami saya sekarang. Saya sudah melapor berkali-kali sama Pak RT, tapi beliau selalu bilang dalam penyelidikan. Kenapa lama sekali? Gak mungkin suami saya tiba-tiba hilang tanpa jejak, tanpa alasan yang jelas”
Tangis mbak yunita ini semakin menjadi-jadi. Saya dan maulida jadi merasa tidak enak. Gara-gara kunjungan kami, mbak yunita sampai menangis seperti ini. Saya gak tahu harus berbuat apa. Saya hanya bisa menunjukkan sikap peduli dan prihatin saya, akhirnya saya pun bertanya…
“Kapan terakhir kali mbak melihat Mas Rozikin”
Mbak yunita menjawab
“Malam yang sama dengan kebakaran rumah pak jawi”
Berbagai spekulasi muncul di pikiran saya. Dari yang ngaco, sampai yang paling buruk. Tapi karena saya belum mengenal sosok rozikin ini dengan baik, saya pun tidak bisa langsung ambil kesimpulan.
“Dimana biasanya beliau mencari rumput??????“
Tanya maulida. Lalu sambil menyeka airmatanya, mbak yunita menjawab
DI HUTAN INI
.::Cerita Selanjutnya::.