Misteri Anak - Anak Pak Jawi 64,65,66

MISTERI ANAK-ANAK PAK JAWI CHAPTER 64, 65, 66

Chapter 64
Januari 2015
19.00 WIB


MAYAT YANG HANGUS

Saya dan maulida pulang, meninggalkan mbak yunita yang masih terisak di rumahnya. Kedatangan kami malam itu mungkin membuka luka yang sudah lama ingin ditutupinya, tapi sekaligus juga memberikan harapan baru bagi mbak yunita. Kami berdua tidak tahu dimana harus menemukan Mas Rozikin. Bahkan maulida pun menganggap kemungkinan Mas Rozikin masih hidup sangatlah kecil. Kami teringat sesosok mayat yang ditemukan hangus terbakar di dalam rumah pak jawi. Mayat yang diyakini warga sebagai mayat pak jawi. Tapi maulida yakin seyakin-yakinnya bahwa itu adalah mayat Rozikin. Maulida dan bapak ada di TKP bahkan sebelum polisi datang, jadi tidak ada alasan untuk meragukan kata-kata maulida. Kecuali…….

“Oh ya! Kira-kira, berapa lama rentang waktu antara kedatangan kalian, dengan terbakarnya rumah pak jawi??”

Tanya saya pada maulida

“Entahlah, yang jelas kami datang secepat yang kami bisa. Kak tuan menelfon saya, meminta saya bergegas ke rumah pak jawi saat itu juga. Dan setibanya kami disana, api sudah sangat lebat melahap rumah pak jawi. Kenapa memangnya???”

Jawaban maulida membuat saya berpikir, mungkinkah seseorang datang segera setelah saya dan erik pulang dan sebelum bapak dan maulida sampai? Damn!! Andai saja ada saksi mata yang tahu, kapan kebakaran mulai terjadi. Entah kenapa setiap kejadian di desa ini, tidak pernah ada laporan terbuka dari aparat. Seolah-olah beberapa fakta memang sengaja dibiarkan. Hasil autopsi mayat terbakar yang tidak pernah keluar, hasil laporan lab tentang sumur pak jawi yang juga tidak pernah keluar dan hasil visum luka pak trisno yang juga tidak pernah keluar. Ya! Mungkin informasi itu terlalu berharga untuk diketahui warga, tapiiiii…….. Aaaaaaaaaaaaaaaaaaah!!!! Mencampur adukkan kejahatan kriminal dan tragedi mistis membuat saya pengen muntah.

Beberapa orang yang berpapasan dengan kami terlihat tersenyum sambil bisik-bisik. Mungkin aneh bagi mereka melihat cowo malam mingguan di desa bersama cewe yang mukanya diutupi. Jarak rumah saya dan mbak yunita memang tidak terlalu jauh, jadi saya putuskan untuk jalan kaki, sementara maulida sudah menunggu saya di depan rumah mbak yunita. Hmmmm andai tadi saya bawa motor, saya pasti bisa pulang lebih cepat. Gak harus jalan bareng sama cewe aneh ini.

EH????


Kata-kata saya barusan menimbulkan sebuah pertanyaan baru di benak saya. Dan kebetulan sekarang saya sedang bersama seseorang yang bisa menjawabnya.

“Maulida! Waktu kamu dan bapak ke TKP malam itu, apakah masih ada dua motor terparkir di halaman rumah pak jawi?? Satu motor RX-King, satu lagi mega pro?”

Maulida menjawab sambil menggigit jari telunjuknya lewat mulutnya yang tertutup cadar itu. Kalau lagi seperti ini, maulida kelihatan imut-imut. Padahal aslinya serem.

“Hmmmm saya gak tahu tipe-tipe motor, tapi yang jelas gak ada motor atau kendaraan apapun di TKP”

Jawab maulida.

Ya! Motor yang dipakai pak muhadi dan kedua temannya hilang. Mungkin saja seseorang datang tepat setelah saya dan erik pergi. Membakar rumah pak jawi, Kemudian mereka kabur dengan membawa motor korban.

“MEREKA???”

Jangan bilang kalau pelakunya tidak Cuma satu, tapi dua atau bahkan empat orang. Aaaaaaaaah tapi itu terlalu gampang. Kemana anak-anak pak jawi saat kebakaran terjadi?? Kemana yuda saat orang-orang itu membakar rumahnya?? Dan kalau memang itu mayat Mas Rozikin, ada kepentingan apa dia datang kesana malam-malam??

“Woy!! Muka kamu jelek banget kalau lagi kebingungan!”

Ejekan maulida itu menghilangkan konsentrasi saya.

“Kak tuan yang pergi memeriksa rumah rumah itu untuk menyelamatkan pak jawi dan keenam anaknya. Tapi yang ada di dalam hanya mayat yang sudah hangus. Karena rumah pak jawi memang hanya satu ruangan, dan tidak ada lagi yang perlu di periksa, kak tuan pun menerobos dinding belakang rumah pak jawi. Disana, di dekat sumur itulah pertama kalinya kak tuan melihat sosok yuda. Sosok yang sebenarnya. Dan sosok besar itu sedang membawa tubuh pak jawi. Entah saat itu pak jawi masih hidup, atau sudah mati. Kalau kamu ingin tahu lebih jelas tentang keadaan TKP, harusnya kamu Tanya sama kak tuan”

Saya mendengarkan penjelasan maulida, hingga tanpa sadar kami sudah sampai di rumah. Maulida pun pamit pulang.

PULANG? Kemana?? Kalau dipikir-pikir maulida ini hoby banget kelayapan. Dia tiba-tiba muncul dan hilang di tempat dan waktu yang gak diduga-duga. Dia juga rela begadang hanya untuk mencabut jimat rumput di setiap pintu rumah warga. Apaaaaaa abah dan umi nya sudah ngijinin ya? Ah gak mungkin orang tua rela ngijinin anak perempuannya keluyuran hampir tiap malam. Belum lagi, setiap dia ke rumah, dia gak pernah bawa kendaraan. Pasti saya lihat dia pulang jalan kaki.

Akhirnya saya pun mengikuti maulida sampai ke pinggir jalan. Maulida masih jalan kaki, tapi sampai di semak-semak dekat dengan toko mbak rid, dia membuka plastik merah besar yang menutupi pagar, melipatnya, dan mengendarai sepeda mini berwarna pink lengkap dengan keranjangnya di depan. Saya pun segera masuk ke rumah dan…

HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA


Chapter 65
Februari 2015
09.00 WIB


DAN MALAM ITU PUN DATANG



Saya terdiam……………..
Di ruang tamu ini sendiri…………….

Ini sudah satu minggu sejak kepergian bapak ke pesantren. Beliau hanya sempat pulang untuk ganti baju dan membuat bekal, kemudian balik lagi ke pesantren. Kadang saya jenguk beliau ke sana, kasihan melihat bapak dan pak arman tidur di wisma tamu. (tempat wali santri mengadakan pertemuan dengan anak-anaknya yang mondok) Sudah sering saya bujuk bapak dan pak arman untuk pulang saja dan kembali lagi kalau pengasuh sudah datang. Tapi mereka menolak. Pengasuh punya banyak sekali tamu, dan kami harus jadi yang pertama menemui beliau, ucap bapak.

Maulida pun tampak gelisah karena rencana kami menjadi terbengkala. Investigasi yang dilakukan maulida sudah lama selesai, dia sudah 100% yakin tulang itu ditimbun di dalam sumur pak edi. Berkali-kali maulida melemparkan batu saat jemuran kerupuk pak edi diangkat. Dan yang terdengar adalah suara batu yang jatuh ke tanah. Tidak ada air di sumur itu, hanya saja sepertinya sumur itu lebih dalam dari perkiraannya. Letak sumur yang berada di depan halaman pak edi yang sempit, dan berada di pinggir jalan, hampir mustahil untuk mendekati dan melihatnya dari dekat tanpa ketahuan orang. Bahkan untuk maulida sekalipun. Tapi itu tidak penting! Maulida sangat percaya dengan instingnya sendiri.

Sedangkan Ibu, avin, farah dan faza, mereka memaksa bapak untuk segera mengijinkan mereka pulang. Tentu saja karena adik-adik saya masih sekolah, tidak mungkin kalau mereka harus libur lebih lama lagi. Akhirnya bapak mengabulkannya, dengan syarat mereka tidak boleh pulang ke rumah. Saat ini Ibu dan adik-adik saya tinggal di rumah paman, di ujung desa dekat dengan rumah pertama kami. Meskipun masih satu desa, setidaknya jauh dari terror pak jawi, begitu kata bapak.

Dan sekarang, saya sedang menatap handphone saya yang tergeletak di meja ruang tamu. Saya hanya butuh suasana hening, hening sekali, sebelum menghadapi malam nanti… 

Malam yang mungkin akan terasa sangat panjang……….. 
Malam yang mungkin akan mengakhiri semua kejadian mistis di desa ini……….
Malam yang mungkin akan jadi akhir dari cerita tentang pak jawi dan keenam anaknya…….
Malam yang mungkin akan mengungkap semua kebenaran yang selama ini ditutupi oleh seseorang…….

Ya! Malam ini akan sangat berbeda, seperti kata bapak di telepon barusan. Percakapan telepon yang jadi alasan saya termenung di ruang tamu sekarang ini.


“Haaaaloooo, halooo banduuuung”
“Kalau gak penting, saya matiin aja nih”
“Huahahahaha, kok lama-lama kamu jadi makin kayak si lida”
“……………………………..”
“Ehm!! Ok, nil…..”
“…………………………….”
“Bapak gak maksa kamu buat ngelakuin apa yang bapak perintahkan tempo hari”
“……………………..”
“Sebaliknya sekarang bapak minta kamu segera pergi ke rumah pamanmu, jagain ibu dan adek-adekmu!”
“…………………………”
“Aaah! Gimanapun juga, itu masih termasuk tugas yang penting kan???”
“……………………………………..”
“Nil?”
“…………………………….”
“Ok, denger! Apa yang akan kita hadapi nanti bukanlah maen-maen! Ini jauh lebih serius daripada terror si lasmini (Pffftt)”

“…………………#&@(@)@*#$……………….”

“Nil, bapak gak mau membahayakan nyawa anak bapak sendiri, ngerti??? Kamu paham kan resikonya??”
“………………………………….”
“Nil??”

“Ok!”

“Naaaaaaaaaaah gitu donk, nurut kalau dibilangin”

“Jadi kapan kita mulai????”

“…………………………………Eh???………………………………….”

“………………….”

“Heeeeeeeeeeeh kamu memang keras kepala ya! Ok, malam ini! Semua ini harus berakhir

MALAM INI



Chapter 66
Februari 2015
20.00 WIB


JEMBATAN DARI MASA LALU


Malam pun tiba…..

Saya harus keliling kampung mencari tempat yang mungkin jadi persembunyian keenam anak pak jawi. Atau lebih tepatnya, tempat keenam anak pak jawi disembunyikan. Tapi semua tempat yang saya curigai sudah saya datangi, dan tetap saja saya belum menemukan mereka. Entah bagaimana dengan maulida, bapak, dan pak arman. Apa yang sedang mereka lakukan sekarang??

Sekarang saya menemui titik buntu. Adi yang dari tadi menemani saya pun kelihatan sudah capek. Sementara Uci dan Erik yang standby di rumah saya, dari tadi nelponin mulu! Dikit-dikit nanya “Ada?” “Ketemu??” “Gimana??”. Pertanyaan mereka membuat saya jadi tambah bingung.

“Gimana bang? Apa gak sebaiknya kita balik ke rumah dulu? Kita diskusikan lagi disana”

Saran dari adi hampir saja saya ikuti, tapi tiba-tiba HP saya berbunyi. Telepon dari bapak?? Tanpa pikir panjang lagi, segera saya jawab. Saya perhatikan kata demi kata, saya hafal petunjuk demi petunjuk, sampai akhirnya bapak menutup telepon. Saya tediam sejenak, menghela nafas panjang, dan kemudian melihat ke arah adi.

“Di, kali ini Saya gak maksa kamu ikut, kamu boleh pulang kalau kamu mau”
Adi bingung dengan apa yang saya katakan. 

“Maksudnya bang? Kita kan tadi sore udah sepakat buat saling bantu. Jadi kemanapun masalah ini mengalir, kesitu kita akan berlabuh”

Ini bukan waktunya buat sok puitis, gerutu saya. Tapi apa boleh buat? Saya sudah memberikan tawaran, tapi adi memaksa. Akhirnya saya ceritakan semua isi percakapan saya dan bapak, hasilnya?? Saya bisa lihat wajah adi yang ketakutan.

“Ssssssss serius bang?? Kita kesana sekarang??? Malam-malam?????”

Saya hanya mengangguk. Saya sangat berharap adi untuk ikut, karena saya gak mungkin nyelesain tugas ini sendirian. Tapi kalau ingat kejadian beberapa tahun lalu, rasanya saya jadi orang yang kejam kalau masih maksa adi buat ikut. Tapi setelah menelan semua rasa takutnya, adi pun memutuskan untuk menyerahkan nasibnya sama saya

“Ok bang! Aku ikut!”

Saya hanya tersenyum. Kemudian kami berdua berkendara menuju tempat tujuan kami. Tempat yang menurut informasi dari bapak adalah lokasi keenam anak pak jawi disembunyikan, tempat itu adalah

Jembatan Rel di tengah hutan
.::Cerita Selanjutnya::.